Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FIRLI Bahuri adalah benalu bagi Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebagai pemimpin lembaga antirasuah, ia menggerogoti KPK dari dalam. Alih-alih menjaga muruah Komisi, tindak-tanduknya kerap bertentangan dengan nilai-nilai pemberantasan korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, yang menyeret Firli, merupakan contoh paling anyar. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menetapkannya sebagai tersangka dengan tuduhan memeras dan menerima gratifikasi dari Syahrul yang sedang diusut KPK dalam kasus pemerasan dan suap di Kementerian Pertanian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka merupakan sejarah kelam pemberantasan korupsi. Ia menjadi Ketua KPK pertama yang menjadi tersangka korupsi sejak lembaga ini berdiri pada Desember 2003. Bukan hanya mencoreng wajah KPK, Firli membuat kepercayaan publik terhadap lembaga itu melorot. Di era Firli, kredibilitas KPK masuk comberan.
Pensiunan jenderal polisi bintang tiga itu bertemu dengan Syahrul di lapangan badminton saat KPK tengah menyelidiki dugaan pemerasan yang dilakukan politikus Partai NasDem tersebut. Ulah Firli sebetulnya bisa membuatnya dipidana lima tahun penjara karena melanggar aturan penegak hukum bertemu dengan pihak yang sedang beperkara.
Dugaan pemerasan dan gratifikasi yang diterima Firli Bahuri itu dikuatkan oleh sejumlah barang bukti yang dikantongi polisi, antara lain dokumen penukaran valuta asing dalam pecahan dolar Singapura dan Amerika Serikat pada Februari-September 2023. Total uang yang ditukar mencapai Rp 7,4 miliar. Bukti yang dikantongi penyidik, serta keterangan 91 saksi yang mengkonfirmasinya, sudah cukup buat polisi untuk menjerat Firli sebagai tersangka.
Diduga karena alasan tarik-ulur, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto sempat menunda-nunda gelar perkara. Kecurigaan itu bukan tanpa alasan. Di saat bersamaan, penyidik KPK menelusuri peran Muhammad Suryo dalam kasus korupsi pembangunan jalur ganda kereta api di Jawa Tengah. Pengusaha ini dikenal dekat dengan Karyoto. Firli diduga menyerang balik Karyoto dengan memerintahkan penyidik KPK membidik Suryo.
Dua teman satu angkatan di Akademi Kepolisian itu seperti siap saling membuka borok. Pimpinan KPK menetapkan Muhammad Suryo sebagai tersangka dugaan suap tak lama setelah Firli menjadi tersangka pemerasan.
Saling bongkar aib ini menguntungkan bagi upaya pemberantasan korupsi. Koruptor yang satu diharapkan bisa menyeret koruptor lain, seperti barisan kartu domino yang rontok berurutan. Ungkapan Jawa tiji-tibeh—mati satu, mati semua—yang kerap dikhawatirkan merontokkan kredibilitas lembaga negara justru bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada KPK atau kepolisian.
Karena itu, sepanjang ada bukti cukup, tak ada alasan bagi KPK tidak menetapkan Suryo sebagai tersangka, termasuk menguak keterlibatan Karyoto dalam perkara tersebut. Hal ini penting untuk memutus aksi saling sandera antara Firli dan Karyoto yang bisa mengaburkan penanganan perkara korupsi.
Polda Metro Jaya tak perlu gentar ihwal permohonan praperadilan Firli Bahuri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Polisi Jakarta mesti membuka seterang-terangnya kasus pemerasan yang menyeret Firli agar publik bisa ikut mengawasi. Jangan sampai karena proses yang tidak transparan, Firli lolos lewat upaya praperadilan.
Apalagi upaya Firli melobi kiri-kanan tak membuahkan hasil. Sebelum menjadi tersangka, ia berusaha menemui Presiden Joko Widodo meminta bantuan agar proses pemeriksaannya harus mendapat izin presiden. Firli juga diketahui dua kali menemui Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo, memohon agar perkaranya dihentikan. Kedua upaya itu gagal.
Kasus Firli pada akhirnya membuka mata kita bahwa keputusan Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat mempereteli wewenang komisi antikorupsi lewat revisi Undang-Undang KPK telah merusak lembaga ini dari dalam. Masuknya Firli dan sejumlah orang dengan integritas buruk hanya bagian kecil dari skenario perusakan itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Agar Tak Berhenti pada Firli"