Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Komisi Yudisial menawarkan pengamanan ekstra kepada hakim kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Ada pihak yang mencoba mengintervensi hakim.
Tak ada pengawalan khusus kepada para hakim.
KOMISI Yudisial turut memantau dan mengawasi persidangan para terdakwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sejak pertengahan Oktober 2022, pengadilan menyidang para terdakwa, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persidangan sempat dianggap akan berjalan berat sebelah karena Sambo dinilai sebagai “orang kuat”. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Md. juga pernah menyatakan ada seorang brigadir jenderal polisi yang bergerilya meringankan hukuman Sambo. Juru bicara Komisi Yudisial, Miko Ginting, membenarkan kabar tersebut. “Kami juga menerima informasi serupa,” katanya. Berikut ini petikan wawancara Miko dengan wartawan Tempo, Linda Trianita, di Bandung, pada Jumat, 17 Februari lalu.
Benarkah ada yang mencoba mengintervensi majelis hakim?
Kami juga mendengar informasi yang sama dengan Pak Mahfud Md. Itu benar apa yang disampaikan. Nah, cuma kan gini, gerakan bawah tanah itu harus dilihat apakah ada relevansi dengan Komisi Yudisial. Misalnya, apakah ini berpengaruh ke hakim? Kami coba berkoordinasi dengan beberapa pihak. Membuka jalur-jalur informal. Kami berkomunikasi dengan salah satu hakim.
Apakah gerakan bawah tanah itu berhasil?
Kami melihat memang sekalipun ada isu gerakan bawah tanah, kalau saya mau mengomentari Pak Mahfud, itu strategi juga untuk declare to expose. Mengungkap supaya spotlight-nya beralih ke mereka. Ada kemungkinan setelah Pak Mahfud menyampaikan statemen itu gerakannya melandai juga.
Bagaimana Komisi Yudisial mengantisipasi tekanan terhadap majelis hakim?
Dari awal sebelum sidang kami menawarkan beberapa pengamanan khusus terhadap para hakim. Tidak hanya safe house, tapi juga temporary revelation mechanism, yakni pengawalan melekat, dan pemindahan lokasi sidang. Ini bukan Komisi Yudisial yang memberikan. Kami hanya memfasilitasi.
Apakah pengadilan menerima tawaran itu?
Kami bertemu Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, termasuk hakim Wahyu Iman Santoso (ketua majelis hakim untuk terdakwa Sambo dan Putri Candrawathi). Mereka bilang sampai saat ini belum perlu pengamanan yang sifatnya khusus. Semuanya masih kondusif dan mereka siap menyidangkan perkara tersebut.
Apa alasan penolakan tawaran tersebut?
Kami mempertimbangkan juga, kalau misalnya di rumah aman, itu kan yang mengamankan aparat kepolisian. Kami tidak bisa mengidentifikasi aparat ini orangnya siapa, kelompok siapa. Tapi karena ada simbol kepolisian dan perkara ini melibatkan aparat kepolisian dari berbagai level, termasuk pejabat tinggi, tentu akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi hakim dan para keluarganya.
Itu sebabnya tidak ada pengawalan khusus terhadap hakim?
Berdasarkan alasan tadi, ya sudah, kami menghormati keputusan pengadilan agar sementara tidak dulu menerima pengamanan khusus. Sembari itu, kami mencermati juga eskalasi-eskalasi yang berkembang.
Apakah Komisi Yudisial menemukan indikasi kerawanan atau intimidasi selama persidangan?
Di awal-awal itu kami punya asumsi, ini kan perkara kalau dilihat dari aktornya, mengutip Pak Mahfud, ada risiko politis. Jadinya punya banyak dimensi. Ini rawan sehingga perlu dipantau dengan ekstra.
Bagaimana hasil pemantauan tersebut?
Di sidang pertama kami hadir, cukup kondusif. Memang kalau mau dianalisis obyektif, ya kondisi pengadilan memang sudah tidak layak. Dari sisi keamanan memang sangat terkonsentrasi, sempit, sehingga menambah kerawanan juga. Kalau ada apa-apa, massa kubu satu ditambah kubu yang lain akan menumpuk di situ. Ditambah jalan raya yang sempit. Itu juga menjadi indikator bagi kami bikin pemantauan ekstra. Tapi hakim memegang kendali persidangan. Baru muncul eskalasi ketika laporan dari terdakwa Kuat Ma’ruf dan kuasa hukumnya.
Benarkah akhirnya Kuat Ma’ruf melaporkan Wahyu Iman Santoso ke Komisi Yudisial?
Iya. Di persidangan, hakim Wahyu mengatakan kepada Kuat bahwa “Anda tidak melihat, buta, tidak mendengar atau tuli?”. Tak lama setelah itu, muncul lagi potongan video pernyataan hakim Wahyu ihwal sidang Sambo. Ternyata video itu direkam oleh teman Pak Wahyu ketika antre di dokter. Kalau dilihat sekilas kan berbeda jauh apa yang diomongkan dengan caption-nya. Kami coba uji dulu di ahli karena ada kompleksitas teknis. Sekarang kami sudah selesai dengan tim ahli suara.
Bagaimana tindak lanjut laporan Kuat dan beredarnya video tersebut?
Komisi Yudisial lembaga etik dan punya mekanisme. Kami tidak bisa langsung menyatakan bersalah. Forum etik tidak hanya laporan masyarakat, tapi juga forum pembelaan hakim untuk menjaga kehormatannya. Di sisi lain, ada ketentuan di Undang-Undang Kehakiman yang menyatakan bahwa pengawasan terhadap hakim sebisa mungkin tidak mengurangi kebebasan hakim dalam menangani perkara. Kami beri kesempatan dulu untuk hakim menyelesaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo