Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pertamina Geothermal Energy akan melepas saham ke publik.
Dana segar hasil IPO bisa dipakai untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Perlu keberanian pemerintah untuk menekan PLN.
RENCANA PT Pertamina Geothermal Energy melepas saham perdana kepada publik (initial public offering/IPO) dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk memacu pengembangan energi terbarukan yang saat ini masih sangat minim. Menjadi perusahaan terbuka, cucu perusahaan PT Pertamina (Persero) tersebut relatif lebih leluasa mencari sumber pendanaan murah yang selama ini kerap menjadi kendala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertamina Geothermal mulai melantai di Bursa Efek Indonesia pada 24 Februari 2023. Perusahaan dengan portofolio pengembangan panas bumi mencapai 1.877 megawatt dan salah satu yang terbesar di dunia ini menargetkan dana segar senilai Rp 9 triliun dari pasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dana murah dari publik tersebut mesti bisa dimanfaatkan Pertamina Geothermal untuk mengoptimalkan eksplorasi panas bumi dan pengembangan kapasitas pembangkit. Suntikan dana itu akan sangat membantu mengingat kebutuhan investasi sektor ini sangat besar, berkisar Rp 76-106 miliar per megawatt.
Pengembangan itu sekaligus dapat meningkatkan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia. Apalagi pemerintah memiliki target ambisius untuk bauran energi terbarukan, mencapai 34 persen pada 2030. Pemerintah juga berambisi menuju emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060.
Sejatinya aksi korporasi Pertamina Geothermal ini sejalan dengan agenda pemerintah menambah kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 7 gigawatt pada 2030. Saat ini perseroan sudah mengoperasikan 672 megawatt dan 1.205 megawatt lewat kontrak kerja sama operasi. Selanjutnya, Pertamina Geothermal menargetkan peningkatan kapasitas terpasang yang dikelola sendiri menjadi 1.272 megawatt pada 2027.
Namun rencana pengembangan listrik geotermal sebagai bisnis tidaklah mudah. Pembangkit panas bumi bisa berkembang hanya jika didukung kebijakan pemerintah yang berpihak pada energi bersih. Kenyataannya, di Indonesia listrik geotermal tidak kompetitif lantaran mesti bersaing dengan pembangkit batu bara yang kotor dengan stok berlimpah dan harga murah.
Dalam praktiknya, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan membukukan kerugian besar jika dipaksa membeli listrik geotermal dan mematikan pembangkit batu bara. Namun pemerintah, yang telah berkomitmen secara bertahap mempensiunkan pembangkit batu bara, harus berani mengambil konsekuensi itu. Walhasil, tantangan ada di masa transisi pengurangan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap. Pemerintah mesti berani memperbesar penggunaan listrik panas bumi dengan sikap tegas mendorong PLN membeli listrik geotermal, walaupun harganya lebih mahal.
Artikel:
Pemerintah bisa memanfaatkan dana dari negara-negara yang berjanji membantu pembiayaan energi bersih. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada Oktober 2022, Indonesia mendapat komitmen pendanaan senilai Rp 310 triliun. Dana ini bisa dipakai untuk menurunkan biaya agar PLN bisa membeli listrik geotermal.
Kendati demikian, dengan status Pertamina Geothermal sebagai perusahaan terbuka, bisa muncul tudingan pemerintah hanya akan mensubsidi investor pemburu keuntungan. Kendati di sektor energi terbarukan panas bumi, status kepemilikan tidak relevan, spekulasi itu harus diluruskan. Kuncinya adalah transparansi dan pelaksanaan komitmen secara konsisten.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo