Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Gonjang-ganjing Obat Cacing

Badan Pengawas Obat dan Makanan merazia pabrik ivermectin yang dianggap tak berkualitas baik. Menggalang dukungan penggunaan ivermectin, PT Harsen melobi sejumlah pejabat. Kementerian BUMN tak mau kalah dan mendorong Indofarma memproduksi obat serupa. Aroma persaingan bisnis memanfaatkan pandemi Coronavirus Disease 2019.

3 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PT Harsen Laboratories gencar melobi pejabat negara di Kementerian Pertahanan dan Kantor Staf Presiden, agar ivermectin bisa menjadi obat Covid-19.

  • Sejumlah orang rajin membagikan ivermectin ke berbagai daerah meski belum ada izin penggunaan darurat dan uji klinis belum selesai.

  • Menteri BUMN Erick Thohir disebut tak satu suara dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal penggunaan ivermectin sebagai obat Covid-19

PULUHAN petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan langsung merangsek ke dalam pabrik PT Harsen Laboratories di Jalan Raya Bogor, Ciracas, Jakarta Timur, pada Selasa siang, 29 Juni lalu. Mereka memeriksa semua sudut perusahaan farmasi itu untuk menemukan bahan baku dan obat ivermectin dengan merek Ivermax 12, yang dibuat oleh PT Harsen. Ivermectin merupakan obat cacing yang belakangan diklaim ampuh untuk mengobati Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Gudang kami digerebek seperti pabrik narkoba. Semua truk dibuka oleh petugas BPOM,” ujar Direktur Marketing PT Harsen Laboratories Riyo Kristiono Utomo ketika dihubungi, Jumat, 2 Juli lalu. Riyo yang tak hadir ketika petugas BPOM merazia kantornya mendapat laporan tersebut dari anak buahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Riyo, petugas BPOM mempertanyakan sejumlah dokumen pengiriman obat dan distribusi Ivermax 12 kepada pegawai yang ada di kantor. Petugas juga bertanya ihwal dugaan PT Harsen menahan produk Ivermax sehingga harganya melambung. Dalam kemasan Ivermax 12, harga eceran tertinggi produk tersebut adalah Rp 256 ribu untuk satu strip berisi 10 butir. Namun, di sejumlah pasar daring, harganya melonjak hingga dua kali lipat.

Menteri Erick Thohir meninjau pabrik PT Indofarma Tbk yang berlokasi di Cikarang Barat, Jawa Barat 22 Juni 2021. Dok. Kemen BUMN

Dalam inspeksi mendadak itu, kata Riyo, petugas BPOM juga mencecar pegawai Harsen ihwal penjualan Ivermax di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, dan sejumlah pasar daring secara bebas. Riyo menyatakan perusahaannya tak menjual Ivermax langsung kepada pembeli, melainkan kepada apotek. “Justru kami mempertanyakan pengawasan BPOM kenapa obat itu dan obat lain dijual di Pasar Pramuka dan daring,” ucapnya. Riyo juga membantah jika perusahaannya disebut menahan barang agar harganya naik.

Inspeksi di gudang Harsen berlangsung hingga Selasa malam. Namun, menurut Riyo, petugas BPOM kembali datang selama dua hari berturut-turut. Riyo mengklaim selama tiga hari itu perusahaannya tak bisa memproduksi dan mengedarkan Ivermax 12 ke sejumlah daerah.

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan inspeksi itu dilakukan karena PT Harsen Laboratories tak merespons pengawasan dan pembinaan yang dilakukan lembaganya, termasuk pemanggilan perusahaan farmasi itu. “Tapi belum menunjukkan niatnya yang baik untuk memperbaiki pelanggaran cara pembuatan obat yang baik,” ujar Penny dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 2 Juli lalu.

BPOM menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan perusahaan itu. Misalnya bahan baku Ivermax 12 didatangkan secara ilegal. Seorang pejabat di BPOM menyatakan bahan baku Ivermax juga didatangkan secara hand carry. BPOM juga menemukan kemasan Ivermax dipakai tak sesuai dengan aturan, distribusi obat tidak melalui jalur resmi, dan pemalsuan tanggal kedaluwarsa. Seharusnya kedaluwarsa itu dibuat sembilan bulan setelah produksi, tapi Penny menyebutkan PT Harsen membuatnya menjadi dua tahun. Semua pemeriksaan ini tercatat dalam berita acara pemeriksaan yang diteken oleh PT Harsen.

Obat Ivermectin. Dok. Kemen BUMN

Penny menyebutkan PT Harsen telah mengedarkan obat yang mutunya kurang baik dan membahayakan masyarakat. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2019 tentang Kesehatan menyatakan mereka yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tak memenuhi standar keamanan, khasiat, dan mutu dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. Tak tertutup kemungkinan PT Harsen tidak dapat beroperasi lagi. “Ancamannya sampai penghentian produksi dan pencabutan izin edar,” tutur Penny.

Ia pun mengingatkan bahwa ivermectin merupakan obat keras. Sejauh ini, kata Penny, status izin ivermectin masih sebagai obat antiparasit dan membutuhkan uji klinis sebelum digunakan untuk pengobatan Covid-19. Direktur Marketing PT Harsen Laboratories Riyo Kristiono Utomo menyebutkan bahan baku Ivermac 12 berasal dari India dan Cina. Ihwal perpanjangan tanggal kedaluwarsa, Riyo mengaku tak mengetahuinya. “Saya kurang paham,” ujarnya.

Tak lama setelah Penny menggelar konferensi pers, konsultan komunikasi Image Dynamics mengirimkan keterangan resmi yang mengatasnamakan PT Harsen. Siaran pers tersebut menyebutkan perusahaan itu tak pernah mengeluarkan pernyataan resmi soal pemblokiran fasilitas yang dilakukan oleh BPOM. Perusahaan itu juga menyatakan Riyo bukan karyawan PT Harsen.

•••

LOBI-lobi mengegolkan penggunaan ivermectin untuk obat Covid-19 dilakukan PT Harsen Laboratories dengan mendatangi sejumlah petinggi negara. Awal tahun ini, misalnya, petinggi perusahaan itu bertandang ke Kementerian Pertahanan. Wakil Presiden PT Harsen Sofia Koswara, dalam diskusi daring bertema “Kisah Sukses Ivermectin di Berbagai Negara Sebagai Obat Pencegahan dan Terapi Melawan Covid-19” pada Senin, 28 Juni lalu, mengaku bertemu dengan Benyamin Paulus Octavianus, yang disebutnya sebagai anggota staf khusus sekaligus dokter pribadi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Dalam pertemuan itu, Sofia memberikan sepuluh tabung Ivermax 12 kepada Benyamin. Belakangan, kata Sofia, Benyamin meminta lagi 180 botol Ivermax karena obat itu dianggap manjur untuk penderita Covid-19. “Saya juga diminta presentasi di hadapan 27 jenderal, pimpinan dari 110 rumah sakit tentara di Indonesia,” ucapnya.

Dalam diskusi daring yang sama, hadir anggota tim uji klinis ivermectin, Budhi Antariksa. Kepada Tempo, dia mengaku telah bertemu dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Budhi mengatakan bahwa Prabowo berharap ivermectin bisa mencegah petugas kesehatan dan anggota Tentara Nasional Indonesia tertular Covid-19. “Beliau melihat ivermectin bisa untuk pencegahan,” katanya.

Budhi, yang juga dokter di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Persahabatan, mengatakan pertemuan itu difasilitasi oleh koleganya sesama dokter paru, Benyamin Paulus Octavianus. Pertemuan dilanjutkan dengan berdiskusi bersama pejabat di Direktorat Kesehatan pada Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan soal penggunaan ivermectin untuk pengobatan Covid-19. “Bertemu dengan Pak Prabowo lebih dulu, kelanjutannya di Dirkes Kemenhan,” ucap Budhi pada Kamis, 1 Juli lalu.

Dua orang di lingkaran Prabowo menyebutkan bahwa Kementerian Pertahanan mendapatkan ribuan tablet Ivermax dari PT Harsen Laboratories. Adapun Benyamin Paulus Octavianus mengatakan pembahasan ivermectin hanya berlangsung di Direktorat Kesehatan pada Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan. “Pak Menhan hanya menerima sumbangan ivermectin,” kata anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini, Sabtu, 3 Juli lalu.

PT Harsen juga akan menjadi sponsor penelitian uji klinis untuk ivermectin sebagai pencegahan Covid-19 di Universitas Pertahanan. Namun Rektor Universitas Pertahanan Laksamana Madya Amarulla Octa menuturkan, kerja sama itu belum bisa dilaksanakan karena masih menunggu izin dari Komite Etik serta Badan Pengawas Obat dan Makanan. “Agar dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Wakil Presiden PT Harsen Laboratories Sofia Koswara mengatakan perusahaannya berani menjadi sponsor karena Kementerian Kesehatan tak mau mendukung penelitian tersebut. “Karena akan head-to-head menyaingi vaksin yang menjadi kebijakan pemerintah,” ucapnya. Juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menampik tudingan itu. Menurut dia, lembaganya mendukung penelitian ivermectin dengan menjadikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan sebagai penanggung jawab uji klinis.

Seorang pejabat dan dua politikus pendukung pemerintah menyebutkan PT Harsen juga merapat ke Kantor Staf Presiden pada akhir Januari lalu. Ketika itu, petinggi Harsen bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Seorang pejabat mengatakan Moeldoko meminta ivermectin diuji klinis dan dibagikan kepada masyarakat.

Moeldoko mengaku tak ingat persis waktu pertemuan dengan petinggi Harsen. Namun dia percaya ivermectin ampuh mengobati Covid-19. Moeldoko, yang hadir dalam diskusi daring bersama Sofia Koswara dan Budhi Antariksa, bahkan menyatakan telah mengonsumsi ivermectin. “Saya berkali-kali menggunakan ivermectin, sehat-sehat saja,” kata bekas Panglima TNI ini. Moeldoko mengaku telah mengirimkan ivermectin ke Kabupaten Kudus dan Kota Semarang di Jawa Tengah, yang sedang dilanda kasus Covid-19.

Pabrik PT Harsen Laboratories yang didatangi petugas BPOM di Jalan Raya Bogor, Ciracas, Jakarta, 3 Juli 2021. TEMPO/Nurdiansah

Ia memanfaatkan jaringan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) untuk mendistribusikan obat tersebut. Ketua HKTI Perempuan Jawa Tengah Nur Faisah mengaku membagikan ivermectin ke Semarang, Kudus, Jepara, dan Sragen. Nur mengklaim ada 9.000 tablet yang dibagikan melalui pemerintah daerah ataupun komando distrik militer atau kodim setempat.

Lobi mengegolkan ivermectin juga dilancarkan langsung ke Istana. Pada 22 Juni lalu, organisasi Front Line Covid-19 Critical Care Alliance atau FLCCC mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo. Isinya: menganjurkan penggunaan ivermectin untuk mengatasi lonjakan jumlah kasus Covid-19. Surat yang ditandatangani oleh Presiden FLCCC itu juga menyebutkan telah menunjuk Sofia Koswara sebagai Ketua FLCC Indonesia dan Budhi Antariksa sebagai chief executive officer.

•••

BUKAN hanya PT Harsen Laboratories yang mendorong ivermectin menjadi pencegah dan pengobat Covid-19. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir juga gencar mengajukan obat yang ditemukan pada 1975 dan dipergunakan di dunia kedokteran pada 1981 itu untuk mengatasi Covid-19. Bedanya, Erick mendorong produksi ivermectin oleh PT Indofarma Tbk. Pada Senin, 21 Juni lalu, Erick mengatakan obat itu menjadi upaya Kementerian BUMN dan Indofarma menyediakan obat untuk terapi pasien Covid-19.

Menurut Erick, Indofarma ditunjuk sebagai produsen karena telah mengajukan program pengadaan ivermectin tahun lalu. “Indofarma berpengalaman memproduksi dan memperoleh izin edar obat terapi penanganan Covid-19,” tutur Erick pada Sabtu, 3 Juli lalu. Erick menargetkan perusahaan pelat merah itu memproduksi 4,5 juta butir ivermectin tiap bulan. Ia mengaku telah melaporkan ivermectin sebagai obat Covid-19 kepada Presiden Joko Widodo. “Presiden meminta dikoordinasikan dengan BPOM dan Kementerian Kesehatan.”

Erick pun mengirimkan surat kepada BPOM pada awal Mei lalu untuk mengeluarkan izin edar ivermectin sebagai obat terapi Covid-19. Erick menyebutkan obat itu telah digunakan di sejumlah negara serta efektif mencegah dan mengatasi Covid-19. Pada Senin, 21 Juni lalu, BPOM mengeluarkan izin edar ivermectin, bukan sebagai obat terapi Covid-19, melainkan obat cacing. Barulah sepekan kemudian BPOM mengizinkan uji klinis ivermectin, yang akan diselenggarakan di delapan rumah sakit.

Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan pers di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, 2 Juni 2021. ANTARA/Dhemas Reviyanto

Dua pejabat dan dua politikus pendukung pemerintah menyebutkan rencana Erick menggunakan ivermectin sebagai obat Covid-19 sempat terhambat karena Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kurang mendukung rencana itu. Adapun Erick menyebutkan Menteri Budi bukannya tak sepakat ihwal penggunaan ivermectin, melainkan menunggu hasil dari BPOM. “Saya dan Pak Menkes sepakat bahwa kita perlu solusi yang cepat dan juga nyaman,” katanya. Erick pun telah bertemu dengan pimpinan PT Harsen Laboratories setelah BPOM mengeluarkan izin uji klinis. “Agar bisa bersinergi dalam menghasilkan uji klinis yang komprehensif.”

Anggota Komisi BUMN Dewan Perwakilan Rakyat, Andre Rosiade, mencurigai ada persaingan harga dalam hal ivermectin. Ia mencontohkan, kondisi ini mirip ketika perang dagang rapid test ataupun swab untuk mengecek Covid-19. Dengan masuknya Indofarma, maka harga akan makin terkontrol dan tak dimonopoli satu perusahaan saja. “Ibaratnya, obat untuk Covid-19 bisa ditemukan di gang-gang perumahan. Jangan sampai Covid-19 jadi ladang bisnis,” ujarnya.

Kementerian Kesehatan pada Sabtu, 3 Juli lalu, telah mengeluarkan aturan harga eceran tertinggi untuk sebelas obat dalam masa pandemi. Dalam aturan itu, harga eceran tertinggi untuk ivermectin 12 miligram sebesar Rp 7.500. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan aturan itu berlaku untuk semua apotek, rumah sakit, instalasi farmasi, dan klinik di seluruh Indonesia.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, DEVY ERNIS, JAMAL NASHR (SEMARANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus