Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Fasilitas kesehatan kian sesak dan pasien Covid-19 sulit mendapat ruang perawatan.
Pemerintah menggunakan indikator epidemiologi dan ekonomi untuk memutuskan PPKM darurat.
Ada keinginan tak menutup mal, melainkan membatasi jam operasionalnya.
TRI Wahyono tersedu-sedu di teras Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Dr S. Hardjolukito, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Selasa malam, 29 Juni lalu. Sesaat sebelumnya, warga Kotagede, Yogyakarta, itu dihampiri dokter yang menengok ibunya, Sri Wuryani, yang tergolek di ambulans karena terkena Covid-19. “Pak dokter berbicara pelan dan menyatakan Ibu sudah meninggal di dalam mobil,” kata Tri menceritakan kembali peristiwa itu saat dihubungi Tempo, Kamis, 1 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepekan sebelum meninggal, Sri mengalami sesak, demam, dan flu karena terinfeksi virus corona. Anak-anak Sri menelepon sejumlah rumah sakit di Yogyakarta untuk menanyakan ketersediaan kamar, tapi hasilnya nihil. Karena kondisi perempuan 63 tahun itu terus memburuk, Tri membawa mboknya ke dua rumah sakit milik swasta dan pemerintah. Namun Sri ditolak karena ruang perawatan intensif penuh dan stok oksigen habis.
Baca: Serangan Kedua dari Delta
Sopir ambulans yang mengantar Sri, Tri Widodo, mengaku berkeliling selama dua jam untuk mencari rumah sakit bagi Sri. Tak lama setelah tiba di Hardjolukito, menantu Sri yang menemani di dalam mobil tiba-tiba menangis. Widodo mengungkapkan, dari sekitar seratus pasien yang telah diantar ke rumah sakit selama pagebluk corona, baru Sri yang wafat di dalam ambulansnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Kabupaten Gunungkidul, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Wahyu Pradana Ade Putra, meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Saptosari pada Selasa, 29 Juni lalu. Terjangkit Covid-19, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu sempat dirawat intensif di Rumah Sakit Panti Rahayu, Gunungkidul, tiga hari sebelumnya. Namun kondisi Wahyu terus drop dan butuh alat bantu pernapasan alias ventilator. Ketua DPRD Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih bercerita, rumah sakit dan timnya mencoba mencarikan, tapi nihil. “Semua ICU rumah sakit penuh dan almarhum tak mendapat ventilator,” ujar Endah.
Eko Rustandi, warga Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, juga pontang-panting mencari kamar perawatan. Sejak 23 Juni lalu, dia mengalami sesak napas dan meriang. Memacu sepeda motornya, Eko pergi ke Pusat Kesehatan Masyarakat Cigombong. Alih-alih dilayani, pria 42 tahun itu diminta pergi ke rumah sakit rujukan Covid-19 karena puskesmas kehabisan alat tes usap.
Eko mampir di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi dan Rumah Sakit Palang Merah Indonesia. Ruang inap di dua fasilitas kesehatan itu disebut sudah sesak. Namun dia sempat melakukan tes antigen di RS PMI dan hasilnya positif. Eko baru mendapat perawatan di RSUD Cibinong—berjarak lebih dari 30 kilometer dari rumahnya. Itu pun di tenda bivak yang berdiri di depan teras unit gawat darurat. “Saya langsung mendapat obat dan oksigen di tenda itu,” katanya pada Rabu, 30 Juni lalu.
Baca: Sulitnya Pemerintah Memenuhi Target Vaksinasi
Siang itu, bangsal gawat darurat RSUD Cibinong memang sumpek. Sejumlah pasien berlesehan di sudut-sudut ruang IGD. Tabung oksigen bersandar di samping pasien. Antrean pasien mengular hingga luar ruangan. Di serambi, mobil-mobil berbaris menunggu giliran masuk ke zona pengantaran pasien. Situasi di tenda darurat juga sibuk. Lebih dari lima pasien merebah di matras lipat. Penyejuk udara di tenda itu cuma kipas angin besar yang berdiri di atas tumpukan sampah.
Wakil Direktur RSUD Cibinong Fusia Mediawaty mengatakan jumlah total ranjang yang dimiliki rumah sakitnya 370 unit, termasuk tempat tidur untuk pasien non-Covid-19. Hingga Rabu, 30 Juni lalu, RSUD Cibinong merawat 397 pasien. “Ini melebihi kapasitas yang kami miliki,” ujar Fusia.
Kolapsnya fasilitas kesehatan dan meroketnya jumlah kasus positif Covid-19 membuat pemerintah menetapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat mulai Sabtu, 3 Juli lalu. Pertambahan kasus positif memecahkan rekor sepekan sebelumnya, 26 dan 27 Juni, dengan lebih dari 21 ribu kasus baru setiap hari. Presiden Joko Widodo pun memerintahkan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan memimpin pelaksanaan PPKM darurat di Jawa dan Bali.
Baca: Ancaman Lumpuh Pembatasan Mikro
Dua pejabat yang terlibat dalam penyusunan PPKM darurat mengungkapkan kebijakan pengetatan dirancang Luhut setelah mencermati beberapa indikator epidemiologi dan ekonomi. Data yang dipakai antara lain lonjakan angka keterisian tempat tidur di rumah sakit hingga 200 persen. Ada juga proyeksi pertumbuhan ekonomi bisa terwujud pada kuartal keempat 2021 jika pengetatan dilakukan pada awal Juli.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Septian Hario Seto mengatakan Luhut memang mendapat tugas menyusun peta jalan penanganan Covid-19 dari berbagai sektor. “Beliau diperintahkan Presiden membuat tahapan dan skema relaksasi agar dunia usaha punya ekspektasi terhadap pemerintah dalam penanganan pandemi ini,” kata Seto.
Merancang regulasi teknis PPKM darurat, Luhut mengundang sejumlah pakar serta gubernur seluruh Jawa dan Bali. Pada 28 Juni lalu, Luhut mengundang organisasi profesi kedokteran dalam sebuah rapat virtual. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia Aman Bhakti Pulungan, yang hadir dalam forum itu, bercerita bahwa Luhut meminta masukan dari para dokter soal aturan main pengetatan darurat.
Dalam forum itu, Aman menyoroti kasus infeksi Covid-19 pada anak yang meningkat. Dia meminta Luhut memperbanyak pengujian, penambahan tempat tidur anak di rumah sakit, dan vaksinasi Covid-19 untuk usia 12-17 tahun. Aman mendesak pemerintah pusat agar meminta kepala daerah membuka data kasus corona pada anak-anak serta melatih tenaga kesehatan untuk merawat anak yang terjangkit Covid-19. “Organisasi profesi sepakat untuk mengetatkan kegiatan masyarakat,” ujar Aman.
Tiga narasumber yang mengetahui pembahasan PPKM darurat mengungkapkan diskusi Luhut dengan para pakar menyimpulkan bahwa kebijakan pembatasan aktivitas harus dieksekusi. Sebab, penyebaran varian delta—galur virus corona yang berasal dari India—sudah terjadi di berbagai wilayah. Aturan main PPKM darurat yang diusulkan antara lain sistem kerja dari rumah serta penutupan tempat ibadah, mal, dan restoran. Usul-usul itu dibahas dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo pada Selasa, 29 Juni lalu. “Kami sudah mendengar dan menyusun masukan dari pakar. Presiden juga setuju dengan langkah ini,” tutur Luhut.
Dua petinggi kementerian yang mengetahui isi rapat itu mengatakan pertemuan juga membahas perubahan metode sistem penilaian kasus di daerah. Sebelumnya, indikator tingkat keparahan kasus hanya dilihat dari pertambahan kasus aktif. Dalam diskusi itu muncul ide untuk menambah indikator keterisian tempat tidur rumah sakit dan jumlah kematian. Menurut para narasumber ini, variabel tambahan itu mencegah kepala daerah menyembunyikan kenaikan jumlah kasus di wilayahnya.
Dalam rapat itu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto disebut-sebut menyodorkan usul lain. Dalam dokumen paparan yang beredar, Ketua Umum Partai Golkar itu mengusulkan mal dan restoran tetap buka dengan pembatasan jam operasional, sedangkan rumah ibadah ditutup sementara.
Rencana pembukaan mal dan restoran serta penutupan rumah ibadah ini membuat diskusi menghangat dalam rapat koordinasi para menteri koordinator dengan gubernur seluruh Jawa dan Bali pada Rabu, 30 Juni lalu. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengungkapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mempertanyakan perbedaan aturan operasional pusat belanja dan tempat sembahyang. “Kami sepakat dengan saran Pak Anies bahwa perlu ada perlakuan yang sama, baik untuk tempat ibadah maupun mal,” kata Ganjar. Ketika diumumkan Luhut pada 1 Juli lalu, mal dan tempat ibadah akhirnya ditutup sementara selama PPKM darurat.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Alphonzus Widjaja mengaku telah menyampaikan usul kepada pemerintah tentang operasional mal. Pihaknya meminta pemerintah tak membatasi jam buka-tutup pusat belanja karena mal sudah melaksanakan protokol kesehatan yang ketat selama pandemi. Alphonzus mengklaim regulasi yang berlaku selama masa PPKM mikro cukup menekan laju penularan virus di pusat belanja.
Direktur PT AEON Mall Sinarmas Land Indonesia ini memprediksi PPKM darurat untuk menekan jumlah kasus Covid-19 akan membebani pengusaha karena tetap diwajibkan membayar biaya operasional, seperti listrik dan gaji karyawan. “Yang dibutuhkan sebenarnya konsistensi penegakan aturan dalam PPKM, bukan malah pengetatan,” ujar Alphonzus.
RAYMUNDUS RIKANG (JAKARTA), SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), M.A. MURTADHO (BOGOR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo