Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan DKI Jakarta tidak mungkin mengembalikan kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB seperti pada awal April 2020 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena pemerintah DKI telah memulai masa transisi. Jadi sangat sulit untuk kembali ke PSBB awal dengan menutup seluruh kegiatan ekonomi dan sosial," kata Pandu saat dihubungi, Selasa, 25 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah DKI telah memulai PSBB Transisi fase pertama sejak 5 Juni lalu dan terus diperpanjang. Saat ini PSBB Transisi fase pertama telah diperpanjang hingga tahap keempat yang bakal berakhir pada 27 Agustus 2020.
Menurut Pandu, Pemerintah DKI hanya bisa memperketat kebijakan pada masa perpanjangan PSBB Transisi ini. Salah satu langkah pengetatan kebijakan adalah dengan menghentikan kembali kegiatan car free day atau hari bebas kendaraan di sejumlah lokasi pada perpanjangan PSBB Transisi ini.
"Hanya bentuk pengetatan seperti itu yang bisa dilakukan. Tidak mungkin DKI menutup kembali kantor hingga pusat perbelanjaan seperti pada awal PSBB kemarin," ujarnya.
Menurut Pandu, pemerintah hanya bisa sekali menerapkan kebijakan PSBB yang ketat seperti pada fase awal pandemi. Sebab, kata dia, saat itu reproduksi efektif (Rt) Covid-19 mencapai 4. Artinya, satu orang yang terinfeksi menularkan kepada empat orang lainnya.
Kebijakan PSBB pemerintah berhasil menekan reproduksi virus hingga di bawah angka 1. Pemerintah pun memulai menerapkan PSBB Transisi. Selama masa PSBB Transisi, kata dia, angka reproduksi naik di angka 1 dan masih terus bertahan hingga diperpanjang hingga tahap keempat ini.
"Sampai sekarang angkanya masih stabil di angka 1,1. Artinya penularan wabah masih bisa terkendali."
Selain itu, faktor lain pemerintah sulit mengembalikan pengetatan PSBB seperti di awal karena perekonomian telah limbung. Pemerintah DKI tidak bakal bisa menutup perkantoran atau kementerian milik pemerintah pusat jika ingin mengembalikan kebijakan pembatasan sosial yang ketat.
Menurut Pandu, yang bisa dilakukan pemerintah daerah adalah menutup perkantoran sementara yang telah menjadi klaster penularan wabah ini. Itu pun, kata Pandu, pemerintah daerah tidak punya kewenangan dalam menutup kantor milik pemerintah pusat.
Ia mengatakan pemerintah DKI pun tidak leluasa menentukan kebijakan karena pemerintah pusat banyak ikut campur dalam kebijakan daerah. "Di DKI masalahnya pelik. Campur tangan pusat sangat besar," ujarnya. "Padahal tugas pemerintah pusat mengkoordinasikan kebijakan antar daerah atau kementerian," kata Pandu Riono.