Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menurut positivepsychology.com, toxic positivity adalah prinsip orang harus memiliki pola pikir positif dan hanya memancarkan emosi dan pikiran positif setiap saat, terutama ketika hal-hal sulit. Kondisi ini memaksa untuk selalu berprasangka positif sehingga menjadi gangguan mental untuk diri sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika merasa tertekan agar selalu terlihat bahagia, maka Anda sedang mengalami toxic positivity. Menurut psikolog Jennifer Howard, nasihat untuk selalu berpikir positif atau membaca buku motivasi yang menyuruh untuk selalu berpikir positif setiap saat justru akan membuat orang merasa takut, sedih, sakit hingga merasa sendiri. Berikut beberapa hal tentang toxic positivity.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ciri-ciri
-Tidak jujur dengan diri sendiri
Terkadang niat memang baik, untuk memunculkan sisi positif dari dalam diri di hadapan banyak orang agar orang lain terpengaruh menjadi positif juga. Tetapi, jika memforsir diri untuk terlihat positif hingga tidak mengizinkan emosi keluar, maka itu bukanlah hal yang baik. Orang dengan toxic positivity cenderung sulit berdamai dengan diri sendiri. Ia akan sulit menerima emosi negatif tersebut keluar dari dalam diri. Bahkan, ia akan cenderung merasa bersalah jika emosi negatif muncul meskipun karena tidak disengaja.
-Menghindari masalah
Untuk menekan perasaan negatif muncul, orang yang memiliki toxic positivity akan memilih menghindari masalah dan bukan mencari solusi. Hal ini juga tidak tepat karena dalam hidup kita pasti akan menemui permasalahan yang serupa dan semakin sering menghindarinya akan membuat kita menghadapi masalah yang jauh lebih besar.
-Membandingkan diri dengan orang lain
Terkadang, orang tanpa sadar menggunakan perbandingan agar dirinya atau lawan bicara terlihat sedikit lebih baik dari yang lain. Namun, kondisi ini terlihat tidak tepat jika diterapkan sebagai kata-kata untuk memotivasi.
-Susah mengendalikan emosi
Bersikap tidak terbuka dengan diri sendiri juga akan membuat orang tersebut sulit mengelola emosi sehingga secara batin dan jiwanya juga menjadi semakin tidak tenang karena emosi yang tidak terkontrol.
Dampak
-Membiarkan kehilangan
Jika kehilangan, emosi kesedihan merupakan hal yang sangat wajar. Orang yang berulang kali mendengar pesan untuk bahagia mungkin merasa seolah-olah orang lain tidak peduli dengan rasa kehilangan itu. Toxic positivity rentan berdampak buruk. Misalnya, jika orang yang sudah kehilangan sosok berharga dalam hidupnya disuruh berpikir positif. Kondisi itu menyebabkan orang itu akan merasa kehilangannya tidak terlalu berharga.
-Masalah komunikasi
Toxic positivity mendorong orang untuk mengabaikan fakta setiap hubungan memiliki tantangan karena cenderung berfokus pada hal positif saja. Pendekatan ini merusak komunikasi dan kemampuan untuk memecahkan masalah hubungan.
-Mengabaikan bahaya nyata
Kekerasan dalam rumah tangga ada efek positif yang menyebabkan orang yang mengalami pelecehan atau meremehkan tingkat keparahan. Kondisi itu yang membiarkan tetap dalam hubungan yang kasar. Jika dibiarkan akan menjadi sasaran pelecehan yang terus meningkat karena terus dalam obsesi berpikir positif.
Cara mengatasi
-Bersikap realistis
Ketika menghadapi situasi yang sulit, sangat wajar untuk merasakan stres, ketakutan, atau khawatir. Tetapi, Anda bisa belajar mengontrol emosi diri sendiri dan mencari cara untuk menyelesaikan situasi yang menyebabkan hal-hal tersebut.
-Memperhatikan perasaan
Perhatikan perasaan terhadap situasi sekitar yang bisa memancing toxic positivity dapat terjadi, seperti membatasi penggunaan media sosial terhadap akun-akun yang sering mengunggah kata-kata motivasi.
-Menerima kondisi
Jika menghadapi tantangan, orang kemungkinan merasa gugup tentang hal yang akan terjadi di masa depan dan berharap kesuksesan. Emosi orang bisa serumit situasi itu sendiri.
-Menulis jurnal
Tidak ada salahnya mencari pelampiasan ketika diri sendiri menghadapi situasi yang kurang baik. Misalnya dengan menulis jurnal atau berbicara dengan teman. Penelitian menunjukkan hanya dengan mengungkapkan apa yang dirasakan ke dalam kata-kata, perasaan negatif bisa mereda.
Contoh
-Ketika seseorang baru saja kehilangan pekerjaan, temannya mengatakan, “Ambil saja hikmahnya." Meskipun komentar tersebut bertujuan untuk menunjukkan simpati, tetapi juga menghentikan apapun yang ingin dikatakan tentang apa yang dialaminya.
-Ketika orang mengungkapkan kekecewaan atau kesedihan, orang lain memberi tahu, “Kebahagiaan adalah pilihan." Hal ini menunjukkan jika merasakan emosi negatif itu salah dari diri sendiri karena tidak memilih untuk bahagia.