Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kebidanan dan kandungan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Ferina Surabaya, Ashon Sa'adi, menyebut kasus infertilitas banyak terjadi di daerah maju, baik pada perempuan maupun laki-laki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau WHO menyatakan tren infertilitas cenderung naik, bahkan dikatakan di negara maju memang lebih banyak dibanding negara terpencil atau rendah, rata-rata 17,5 persen dan ini jadi masalah," katanya pada Seminar Mengatasi Permasalahan Infertilitas Secara Tuntas yang diselenggarakan oleh RSIA Ferina Surabaya di Solo, Ahad, 28 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut dari enam orang, satu di antaranya mengalami gangguan kesuburan. "Ini bisa menyangkut laki-laki maupun perempuan dan penyakit lain kalau kita eksplorasi lebih dalam dari pintu kesuburan," jelasnya.
Ia mengatakan di sebuah jurnal internasional diketahui di 190 negara terjadi peningkatan gangguan kesuburan pada wanita hingga 0,37 persen sedangkan laki-laki 0,29 persen. "Perempuan ternyata lebih tinggi masalahnya karena banyak organ kompleks yang jadi penyebab infertilitas," ujarnya.
Perhatikan empat hal
Sementara itu, data dari RSIA Ferina menunjukkan cukup banyak pasien dari Jawa Tengah, yakni 12.800 orang, dalam kurun waktu 2016-2023. Dari total tersebut, untuk wilayah Solo Raya ada sekitar 4.500 pasien.
"Dari data inilah kenapa Solo kami jadikan salah satu tujuan untuk memberikan informasi," katanya.
Ashon mengatakan hingga saat ini ada sekitar 4 persen warga Jawa Tengah yang memerlukan reproduksi terbantu, baik inseminasi maupun bayi tabung. "Itu baru di Ferina, ini kan daerah maju. Artinya, kasus yang butuh reproduksi buatan cukup tinggi," tuturnya.
Terkait hal itu, ada empat hal yang harus diperhatikan ketika ingin mencari pengobatan pada kasus ini. Salah satunya pasien harus memperoleh informasi yang akurat.
"Selain itu, identifikasi memperbaiki penyebab. Jadi, kalau enggak periksa enggak tahu penyebabnya apa. Kalau periksa sedini mungkin maka treatment lebih tepat dan teratasi," paparnya.
Hal lain yang juga harus diperhatikan yakni pengobatan harus dievaluasi sehingga pentingnya pasien melakukan kontrol dan perlunya orang sekitar memberikan dukungan emosional.
"Mengenai fertilitas ini jangan pakai patokan baru menikah 1-2 tahun. Kalau dapat jodoh 41 tahun, harus segera. Pertama menikah harus evaluasi cepat, apalagi untuk wanita berusia di atas 35 tahun maka kemampuan kehamilan akan menurun," jelasnya.
Sementara itu, dr. Aucky Hinting Sp.OG mengatakan kasus infertilitas tidak hanya bisa terjadi pada perempuan tetapi juga laki-laki. "Oleh karena itu, sehari-hari kami selalu menanyakan ke pasien terkait riwayat penyakit, apakah pernah gondongan, testis ada varises, konsistensi testis bagaimana, kelainan seperti hernia," katanya.
Selanjutnya, meminta pasien untuk melakukan tes sperma. Ia mengatakan apabila hasilnya normal dan jumlahnya cukup maka tidak perlu ada pemeriksaan yang lain. Sedangkan jika jumlahnya sedikit, yakni di bawah 5-10 juta, maka harus periksa hormon.
Menurutnya, laki-laki yang terlalu banyak bekerja dan kurang beristirahat akan menghasilkan sperma dengan kualitas jelek. Sedangkan jika waktu istirahat bisa 6-7 jam per hari akan mampu memperbaiki kualitas sperma. Karena itu, untuk menghindari masalah kesuburan perlu dilakukan perbaikan gaya hidup serta menghentikan kebiasaan merokok dan minum alkohol.
"Termasuk juga melakukan pengobatan konvensional untuk memperbaiki sperma dengan harapan bisa hamil secara alami. Dengan cara ini, 30 persen pasien bisa hamil secara normal tanpa inseminasi atau bayi tabung," tegasnya.
Pilihan Editor: 6 Faktor Pemicu Risiko Gangguan Kesuburan