Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jenahara Nasution, 33 tahun, punya kebiasaan sahur dan berbuka yang tak umum. Perancang busana muslim ini menolak kolak, gorengan, juga es teh manis yang biasanya menjadi favorit kebanyakan orang. “Aku lebih banyak makan buah dan sayuran,” katanya, Selasa, 7 Mei lalu.
Dua tahun sudah Jehan—sapaan akrab Jenahara—mengubah pola makannya. Ia ogah menyantap makanan yang terbuat dari tepung terigu, digoreng dengan minyak kelapa sawit, atau mengandung gula pasir. Ia memilih makanan berbahan alami seperti buah, sayuran, dan biji-bijian. Istilahnya makan bersih (eating clean atau clean eating). Pola makan ini juga diterapkan saat puasa.
Perubahan pola makan dengan tambahan olahraga empat kali sepekan itu membuatnya lebih langsing. Berat badannya turun dari 61 kilogram menjadi 49 kilogram. Masalah di ginjal akibat endapan kristal juga tak pernah kumat lagi. Kolesterolnya yang semula tinggi pun turun. “Dulu sering minum obat karena ginjal sering kumat, sekarang sudah lama enggak sakit,” ujarnya.
Dokter yang juga ustad, Zaidul Akbar, kerap mengatakan hal serupa. Ia menyarankan tak mengkonsumsi nasi putih, gula pasir, tepung terigu, susu dan produk turunannya, serta minyak goreng sawit selama berpuasa. Menurut dia, puasa adalah waktu terbaik untuk membersihkan dan menyehatkan badan. Ketimbang mengkonsumsi jenis makanan tersebut, lebih baik memakan buah dan sayuran yang mengandung banyak asam amino untuk membentuk enzim yang diperlukan tubuh.
Zaidul menyodorkan menu buka puasa dan sahur dengan tiga komposisi terbaik. “Porsinya setengah lebih sayur dan buah, sepertiga biji-bijian, sisanya protein hewani atau nabati,” tuturnya di Masjid Al Lathiif, Bandung, Rabu, 1 Mei lalu. Menurut dia, pola makan seperti ini juga mesti dijadikan kebiasaan dan dilanjutkan di luar bulan puasa.
Pola makan dengan memilih bahan alami seperti yang dilakoni Jehan, juga yang disarankan Zaidul, tersebut makin banyak digemari seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat menjalani gaya hidup sehat. Kini banyak orang menjadikan pola makan ini pilihan, seperti aktris Meghan Markle, pembawa acara Oprah Winfrey, dan mantan ibu negara Amerika Serikat, Michelle Obama. Mereka juga mengadopsi pola makan eating clean.
Michelle Obama, misalnya, selalu menekankan kepada anak-anaknya untuk mengkonsumsi sayur dan buah setiap kali makan. Namun sesekali ia masih menyantap kentang goreng favoritnya. “Boleh juga makan pizza atau es krim sesekali. Yang jadi masalah adalah ketika itu menjadi kebiasaan,” ucapnya seperti dikutip Everyday Health.
Pola makan eating clean, menurut praktisi pola makan ini, Inge Tumiwa--Bachrens, adalah cara makan nenek moyang. Manusia pada zaman dulu memakan apa pun ciptaan Tuhan yang tumbuh dengan alami, kaya nutrisi, dan tak banyak diproses. Tumbuhan dibudidayakan tanpa pestisida dan obat penyubur, binatang ternak pun diberi makan rumput atau biji-bijian serta dibiarkan bebas berlarian. “Pola makan ini kembali ke zaman dulu, yang dilakukan semua nenek moyang kita, juga Rasulullah,” kata pelatih bersertifikat dari lembaga pelatihan yang dibentuk pelatih kenamaan, Tony Robbins, itu.
Kembali ke Pola Makan Nenek Moyang/Tempo
Dengan konsumsi makanan paling alami- dan tak banyak diproses, otomatis asupan vitamin, mineral, dan zat-zat penting lain yang dibutuhkan tubuh menjadi lebih tinggi. Selain sebagai sumber energi, makanan digunakan tubuh antara lain untuk mereparasi sel, melawan penyakit, dan menyembuhkan diri sendiri. “Banyak ahli menyebutkan makanan natural tinggi nutrisi bahkan lebih manjur daripada obat-obatan,” ucap Inge, yang mempraktikkan eating clean sejak sepuluh tahun lalu lantaran diberondong banyak penyakit, termasuk kanker tiroid dan adrenal fatigue.
Menurut ahli gizi, Tan Shot Yen, makanan sehat adalah makanan yang sangat minim proses. Ada tiga tahap pemrosesan makanan. Pertama, pengolahan agar makanan bisa dimakan, misalnya mengupas kacang atau memotong ayam. Makanan yang hanya melewati proses ini dianggap sebagai makanan utuh. Kedua, pemrosesan lebih kompleks, seperti memasak, membekukan, dan mengalengkan. Ketiga adalah ultraproses, yakni makanan ditambahi gula, pengawet kimia, rasa, dan sebagainya. “Makan sayur bayam tentu lebih sehat daripada makan mi rasa bayam,” ujarnya.
Cara makan makanan dari sumber alami ini mulai berubah pada masa Revolusi Industri. Pabrik makanan bermunculan, juga teknologi untuk mempercepat pertumbuhan hewan dan tanaman serta memanjangkan umur makanan. Bahan pangan yang diproses dengan bahan kimia menjadi lumrah terhidang di meja.
Yoghurt rasa stroberi yang diklaim sehat, misalnya, kalau kita teliti membaca label kemasan, isinya adalah soya bubuk, bubuk susu, gula, sirop jagung, zat pengental, zat pewarna, zat pengawet, dan zat perasa. Yoghurt tersebut sama sekali tak mengandung buah stroberi. “Susunya pun dari sapi perah yang dicekoki- pakan jagung, hormon, dan antibiotik,” ucap Inge, yang sudah menerbitkan lima seri buku tentang eating clean.
Semua bahan tambahan pangan, seperti penyedap rasa, gula buatan, pengawet, penstabil, pengental, dan pewarna, yang dimasukkan ke makanan akan meracuni tubuh kita dan berbahaya jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Banyak hasil penelitian menyatakan konsumsi makanan yang diolah secara massal bisa menyebabkan penyakit seperti jantung, diabetes, dan kanker. Juga penyakit yang berhubungan dengan kesehatan mental seperti alzheimer dan depresi.
Dengan konsumsi makanan paling alami dan tak banyak diproses, otomatis asupan vitamin, mineral, dan zat-zat penting lain yang dibutuhkan tubuh menjadi lebih tinggi. Selain sebagai sumber energi, makanan digunakan tubuh antara lain untuk mereparasi sel, melawan penyakit, dan menyembuhkan diri sendiri.
“Dengan makan makanan alami dan bernutrisi, kita seperti punya asuransi untuk kesehatan kita,” tutur pelatih kesehatan bersertifikat dari Institute for Integrative Nutrition, Gwendoline Winarno. Sama seperti Inge, Gwen lebih memperhatikan makanan yang diasupnya setelah diserang beberapa penyakit autoimun.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam konsultan kardiovaskular, Kasim Rasjidi, segala macam penyakit yang datang adalah reaksi tubuh terhadap apa yang masuk ke dalamnya, termasuk makanan. Dari sekian banyak obat, obat pencernaan dan darah tinggi adalah dua jenis yang paling banyak dikonsumsi. “Lambung itu salah satu alat pencernaan paling depan yang mengolah makanan. Kalau makanan yang masuk enggak benar, kira-kira dia terima enggak?” tuturnya.
Baik Tan, Kasim, Gwen, maupun Inge menganjurkan pengubahan pola makan agar tubuh tetap sehat atau lebih sehat. Menurut Inge, pola makan bersih ini akan mudah dijalani kalau kita sadar untuk apa kita makan, apa fungsi makanan untuk tubuh, jiwa, otak, saraf, dan pikiran. Dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, tak susah mencari bahan pangan alami saat ini. “Di Instagram banyak yang menjual bahan pangan organik,” katanya.
Adapun Gwen menyarankan agar kita peka dan mulai rajin memperhatikan label makanan dan komposisinya sehingga bisa menentukan apa yang baik untuk tubuh. “Kalau tak baik, sebaiknya sama sekali tidak dikonsumsi.”
NUR ALFIYAH, ANWAR SISWADI (BANDUNG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo