Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Ade Armando menjadi korban pengeroyokan usai aksi unjuk rasa menolak perpanjangan masa jabatan presiden pada Senin sore, 11 April 2022. Kejadian yang berlangsung di depan Gedung MPR/DPR RI ini menjadi salah satu peristiwa yang menjadi sorotan publik pada 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengeroyokan Ade Armando berawal saat ia ikut hadir di depan Kompleks Parlemen untuk memantau aksi yang dilakukan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI itu. Setelah massa membubarkan diri, Ade Armando beradu mulut dengan seorang ibu dan diteriaki sebagai provokator karena pernyataannya sering bernada kontroversial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cekcok itu semakin panas dan membuat Ade Armando dikerumuni sejumlah orang. Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat di kepala Ade Armando. Pukulan itu memancing reaksi orang-orang di sekitar untuk ikut mengeroyok Ade Armando.
Secara bergantian, Ade mendapatkan berbagai pukulan yang berbeda ke tubuhnya. Pakaiannya pun dilucuti. Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa dan menyelamatkan Ade Armando.
Polisi mengevakuasi Ade Armando dan melarikannya ke rumah sakit. Ade Armando menderita luka di wajah dan sekujur tubuhnya.
Pihak BEM SI membantah para pengeroyok Ade Armando bagian dari mereka. Pasalnya peristiwa itu terjadi setelah demonstrasi yang berlangsung secara tertib selesai.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran memerintahkan personelnya untuk menangkap para pelaku pengeroyokan tersebut. Beberapa hari kemudian, enam pelaku ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Para pelaku adalah Marcos Iswan, Komar, Abdul Latip, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, Muhammad Bagja.
Enam terdakwa kasus penganiayaan terhadap pegiat media sosial yang juga dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando yakni (dari kiri-kanan) Komar, Al Fikri Hidayatullah, Muhannad Bagja, Abdul Latif, Marcos Iswan, dan Dhia Ul Haq meneriakkan takbir usai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 1 September 2022. Majelis hakim memvonis keenam terdakwa dengan hukuman delapan bulan penajra dalam kasus penganiayaan terhadap Ade Armando saat aksi demonstrasi mahasiswa menolak penundaan Pemilu di depan Gedung DPR pada 11 April 2022 lalu. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Alasan para pelaku ikut membuat babak belur Ade Armando karena terprovokasi dan kesal dengan pernyataan dosen tersebut selama ini.
Polisi mengenakan Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Para pelaku lalu disidang ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan divonis delapan bulan penjara oleh majelis hakim.
Dalam putusan tersebut, beberapa barang bukti milik para terdakwa dan Ade Armando dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing. Barang bukti terdakwa berjumlah 25, sedangkan milik Ade sebanyak tiga buah. Para terdakwa masing-masing dibebankan biaya perkara sebesar Rp 2 ribu dalam putusan persidangan pada Kamis, 9 September 2022.
Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding atas vonis tersebut karena dakwaan dinilai terlalu lemah. Dalam upaya banding, jaksa tetap mengajukan tuntutan selama dua tahun penjara. Para pengeroyok Ade Armando juga mengajukan pledoi dalam sidang yang menyatakan mereka menyesali perbuatannya dan meminta keringanan hukuman karena harus menghidupi keluarga, serta berjanji tidak mengulangi perbuatannya.