Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK), Hengki, membeberkan aset yang dimiliki salah satu ‘lurah’ atau koordinator jatah bulanan tahanan dari hasil pungutan liar atau pungli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hengki, yang kini berstatus terdakwa perkara pungli di lingkungan rutan, mengungkapkan praktik pungli yang dijalankan oleh terdakwa lainnya, Muhammad Abduh, sehingga mampu membeli sawah dan membangun barbershop atau tempat pangkas rambut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa penuntut umum mulanya meminta Hengki untuk merincikan soal praktik pungli yang dilakukan oleh Abduh selaku mantan petugas Rutan KPK yang juga bertindak sebagai lurah.
“Muhammad Abduh, apa yang Saudara ketahui yang dilakukan permainannya?” tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 15 November 2024.
Hengki menjawab bahwa Abduh menyediakan alkom (alat komunikasi) telepon genggam hingga makanan dari luar untuk para tahanan. “Abduh memasukkan alkom, makanan, lalu keperluan-keperluan lain untuk tahanan.”
“Lalu dari hasil, yang saya duga, dari hasil kegiatan tersebut, yang bersangkutan pernah ber-statement ke saya beliau membeli sawah,” ucap Hengki lagi. “Kemudian beliau mempunyai tiga barbershop.”
Hengki menjelaskan pegawai di barbershop milik Abduh sempat dipanggil untuk memangkas rambut terdakwa lainnya selama mereka mendekam di Rutan Polda Metro Jaya. “Kenapa saya tahu barbershop? Karena selama di Rutan Polda, barbershop dia lah yang datang ke Polda untuk memangkas rambut bapak-bapak ini.”
“Teknis mendatangkannya nanti Pak Jaksa bisa tanyakan,” kata Hengki.
Sementara itu di akhir persidangan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Abduh untuk memberikan komentarnya soal kesaksian Hengki. Muhammad Abduh pun membantah tudingan tentang aset yang dimilikinya.
“Saya ingin membantah keterangan Saksi Hengki terkait aset yang saya miliki,” ucap Muhammad Abduh pada Jumat malam.
Menurutnya, ia sudah pernah memberikan klarifikasi ihwal sumber dana untuk aset yang ia peroleh. Hal itu juga sudah tertuang dalam berita acara pemeriksaan pemeriksaan (BAP). “Sawah dan tiga barbershop itu sudah saya jelaskan dalam BAP dan itu murni hasil dari pinjaman saya dari bank,” kata Abduh.
Sebanyak 15 terdakwa kasus dugaan korupsi berupa pungli di Rutan KPK masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Mereka diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada tahanan di Rutan Cabang KPK senilai Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023. Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Para terdakwa dalam perkara ini meliputi Kepala Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi; Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK periode 2018 Deden Rochendi; Plt Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta; dan Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022 Hengki.
Selain itu, ada pula petugas Rutan KPK, yakni Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, serta Ramadhan Ubaidillah, yang menjadi terdakwa.
Praktik pungli itu dilakukan dengan tujuan memperkaya 15 orang terdakwa tersebut, yakni memperkaya Deden senilai Rp 399,5 juta, Hengki Rp 692,8 juta, Ristanta Rp 137 juta, Eri Angga Rp 100,3 juta, Sopian Rp 322 juta, Fauzi Rp 19 juta, Agung Rp 91 juta, serta Ari Rp 29 juta.
Selanjutnya, memperkaya Ridwan sebesar Rp 160,5 juta, Mahdi Rp 96,6 juta, Suharlan Rp 103,7 juta, Ricky Rp 116,95 juta, Wardoyo Rp 72,6 juta, Abduh Rp 94,5 juta, serta Ubaidillah Rp 135,5 juta.
Jaksa KPK mendakwa para pegawai rutan itu dengan berkas perkara yang berbeda. Tujuh terdakwa yakni Ridwan, Mahdi, Suharlan, Ricky, Wardoyo, Abduh, dan Ubaidillah teregister dengan nomor 68/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Sedangkan berkas perkara delapan terdakwa lainnya, yakni Deden, Hengki, Ristanta, Eri Angga, Sopian, Fauzi, Agung, dan Ari Rahman, teregister dengan nomor perkara 69/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.