Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KASUS penjualan ginjal ratusan warga Indonesia ke Kamboja boleh jadi fenomena gunung es. Maraknya transaksi ginjal di pasar gelap terjadi karena tingginya permintaan transplantasi tapi stok organ donor terbatas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya membongkar sindikat perdagangan ginjal ke Kamboja pada pertengahan Juni lalu. Beroperasi sejak 2019, jaringan ini memberangkatkan 122 warga Indonesia ke Kamboja untuk diambil ginjalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para penjual ginjal adalah mereka yang kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Para calo merekrut korban melalui media sosial. Setiap korban mendapatkan Rp 135 juta, sedangkan sindikatnya mengantongi Rp 65 juta untuk satu ginjal.
Konsumen ginjal dari pasar gelap itu adalah mereka yang membutuhkan organ untuk transplantasi, terutama pasien gagal ginjal. Selain lebih efisien ketimbang cuci darah, cangkok ginjal bisa meningkatkan kualitas dan harapan hidup. Polisi menetapkan 15 tersangka, di antara empat petugas imigrasi dan polisi yang menjadi beking.
Total omzet perdagangan ginjal ke Kamboja mencapai Rp 24,4 miliar. Menurut Transnational Crime and the Developing World, setiap tahun ada 12 ribu organ tubuh manusia yang diperdagangkan di pasar gelap dunia dengan nilai transaksi US$ 1,7 miliar. Angka tersebut menunjukkan besarnya perputaran uang di pasar merah—istilah untuk perdagangan gelap organ manusia.
Paceklik donor ginjal terjadi di banyak negara. Pasien umumnya menunggu tiga-lima tahun untuk transplantasi, bahkan tak jarang ada yang meninggal sebelum menerima organ donor. Di Amerika Serikat, menurut Organ Procurement and Transplantation Network, hingga 2022 tak sampai 30 persen pasien gagal ginjal yang mendapat transplantasi. Sisanya masuk daftar tunggu. Di Indonesia, menurut Komite Transplantasi Nasional, kebutuhan ginjal untuk transplantasi mencapai 40 ribu per tahun, sedangkan pasokannya hanya 150.
Tak mengherankan jika pasien melirik pasar gelap. Setelah jaringan Bekasi, polisi menemukan jaringan lain di banyak daerah. Komplotan Ponorogo, Jawa Timur, juga melibatkan jaringan internasional. Pada 2016, polisi juga membongkar perdagangan ginjal di Majalaya, Bandung selatan. Bukan tak mungkin ada kasus perdagangan ginjal lain yang belum terungkap.
Di Indonesia, Undang-Undang Kesehatan melarang penjualan organ tubuh manusia. Peraturan menyebutkan penyembuhan penyakit dapat dilakukan salah satunya dengan transplantasi melalui donor organ tanpa motif komersial. Pemberian organ tubuh untuk keuntungan finansial—dengan atau tanpa persetujuan korban—masuk kategori tindak pidana perdagangan orang (human trafficking). Pelakunya terancam hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Sebelum UU Kesehatan direvisi Dewan Perwakilan Rakyat pada Juli lalu, donor organ diizinkan atas dasar kemanusiaan dan kerelaan tanpa penghargaan apa pun buat donor.
Ketentuan baru mengatur penghargaan untuk donor organ bisa diberikan pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau resipien. Meski demikian, tak ada penjelasan terang mengenai penghargaan seperti apa yang selayaknya diberikan kepada donor.
Undang-Undang Kesehatan baru juga melegalkan transplantasi organ dari donor yang dinyatakan wafat karena “mati batang otak”, yang sudah dipraktikkan pemerintah Jepang. Regulasi ini layak disambut karena bisa meningkatkan jumlah donor.
Baca liputannya:
- Jaringan Perdagangan Ginjal ke Kamboja
- Derita Mereka yang Diambil Ginjalnya
- Cerita Seorang Penjual Ginjal dari Majalaya
- Pengakuan Dia yang Dituduh Makelar Perdagangan Ginjal
- Mengapa Perdagangan Ginjal Secara Ilegal Marak?
Ihwal kompensasi kepada donor ginjal selayaknya masuk aturan turunan UU Kesehatan. Tanggung jawab penghargaan selayaknya diambil pemerintah tanpa perlu melibatkan resipien. Senyampang dengan itu, pemerintah perlu membentuk lembaga donor organ yang membuat sistem daftar tunggu dan skala prioritas pasien penerima donor organ.
Di Iran, sebagai contoh, sejak 1988 pemerintah memberi kompensasi dan jaminan kesehatan kepada donor yang memberikan ginjalnya kepada orang lain. Pengelolaan dilakukan lembaga khusus di bawah Kementerian Kesehatan. Lembaga ini bertugas mendaftarkan donor ginjal dan penerimanya, mencocokkan organ dan mengecek kesehatannya, serta menetapkan besaran kompensasi. Lewat kerja badan ini, dalam 11 tahun, antrean transplantasi tak lagi ada. Dalam beberapa kasus, penjualan organ kepada orang kaya dan resipien luar negeri memang masih terjadi, tapi jumlahnya bisa ditekan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Gunung Es Perdagangan Ginjal"