Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Dari Mana Asal Wakanda dan Konoha

Wakanda dan Konoha merupakan ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan stigma buruk di Tanah Air.

 

2 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemakaian bahasa di media sosial selalu menarik untuk diteliti.

  • Istilah-istilah unik kerap digunakan netizen dan kemudian menjadi viral.

  • Wakanda dan Konoha belakangan ini acap digunakan di media sosial yang merujuk pada Indonesia.

PERKEMBANGAN pemakaian bahasa di media sosial memang selalu menarik untuk diteliti, terutama istilah-istilah unik yang kerap digunakan netizen dan kemudian menjadi viral. Wakanda dan Konoha merupakan contoh dua kata yang belakangan ini acap digunakan di media sosial, terutama untuk merujuk pada Indonesia. Berdasarkan data dari Google Trends, dalam satu tahun terakhir, kedua kata ini dapat muncul 20-100 kali hit dalam satu hari. Penggunaan kedua kata ini pun terus bersaing. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa kedua kata ini sudah cukup sering digunakan, terutama di media sosial, dan banyak netizen yang juga sudah memahami penggunaannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelum membahas fungsi kedua kata ini, kita perlu tahu dulu asal-usul keduanya. Wakanda merupakan nama wilayah fiktif yang pertama kali muncul dalam komik Marvel pada 1966. Nama wilayah ini kemudian menjadi makin terkenal ketika diangkat dalam film Black Panther. Sementara itu, Konoha juga merupakan nama wilayah fiktif yang muncul dalam manga dan anime Jepang, Naruto. Kesamaan kedua wilayah tersebut adalah nama wilayah fiktif yang diambil dari cerita fiksi. Ada beberapa hal menarik yang bisa diangkat dari pemilihan kedua kata ini. Misalnya, wilayah Konoha dalam anime Naruto dianggap memiliki kesamaan kondisi dengan Indonesia, terutama dalam struktur pemerintahannya. Lantas, bagaimana fungsi kedua kata ini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakanda dan Konoha merupakan ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan stigma buruk di Tanah Air. Misalnya, “Mencurilah yg banyak maka kamu akan ditangkap terhormat #HanyaDiWakanda.” Senada dengan penggunaan tersebut, kata Konoha juga digunakan dengan makna yang mirip, misalnya, “Katanya dari rakyat untuk rakyat, tapi ternyata dari rakyat untuk pejabat #negarakonoha.” Tak hanya digunakan di dalam bentuk tagar, kedua kata ini juga digunakan dalam isi kalimat utama yang dimuat di lini masa media sosial, seperti Twitter dan Instagram.

Hal yang menarik pada penggunaan Wakanda dan Konoha, kedua kata ini seakan-akan dapat digunakan bergantian tanpa peduli bahwa kedua wilayah tersebut berbeda asalnya. Hal itu terlihat dari cuitan akun @twitdariKang yang menulis, “Dikasih sarana malah disalahgunakan, emang paling bener kades di wakanda itu diganti hokage kelima beserta kagebunshin-nya.” Dalam kalimat tersebut ada dua hal yang bertentangan, yaitu “hokage” dan “kagebunshin”. Dua kata ini merupakan istilah dalam cerita Naruto. Berdasarkan beberapa sumber, kata Konoha berasal dari Konohagakure yang berarti “Desa yang Tersembunyi” dan dijadikan sebagai salah satu latar cerita Naruto. Pemimpin desa ini bergelar hokage, sementara kagebunshin yang muncul dalam kalimat itu merupakan salah satu jurus yang digunakan oleh tokoh dalam cerita tersebut.

Wakanda dan Konoha merupakan bentuk metafora yang muncul dari kreativitas penutur bahasa Indonesia yang juga pengguna aktif media sosial. Dua kata ini agak sulit dimasukkan ke tataran teori hubungan makna karena kasusnya sedikit berbeda dengan eufemisme dan disfemisme. Eufemisme adalah bahasa kiasan yang digunakan untuk memperhalus makna. Sementara itu, Abdul Chaer menyatakan bahwa disfemisme adalah usaha mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Penggunaan Wakanda dan Konoha ini agak berbeda karena terdapat ironi dan juga disfemisme dalam penggunaannya. Namun, yang jelas, kedua kata tersebut merupakan metafora yang digunakan untuk merepresentasikan Indonesia.

Metafora dapat menambah warna dan makna pada kata-kata yang kita pilih serta membantu kita dalam berkomunikasi dengan cara yang kreatif dan terkadang memprovokasi. Kemudian metafora juga menyampaikan lebih banyak informasi daripada kata-kata yang digunakannya sekaligus menunjukkan perbandingan di luar lingkup verbal. Demikian juga dengan Konoha dan Wakanda dalam kasus ini. Kedua kata itu menjadi satu kreativitas berbahasa yang menjadi strategi bagi generasi milenial dan generasi Z untuk menyampaikan kritik mereka terhadap keburukan yang ditemukan di Indonesia.

Keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga ditengarai sebagai salah satu hal yang memotivasi meningkatnya penggunaan kedua kata itu untuk menyimbolkan Indonesia. Keberadaan Undang-Undang ITE kemudian mulai membentuk budaya bermedia sosial dengan kreativitas bahasa yang lebih banyak menggunakan metafora.

Dulu kita sering mendengar sebutan “Negeri antah berantah” dan “Astina” untuk merepresentasikan Indonesia dan berbagai persoalan yang sering dimunculkan dalam teks dan karya sastra di Indonesia. Sekarang Wakanda dan Konoha lazim dijadikan simbol berbagai persoalan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan demokrasi di Indonesia. Wakanda dan Konoha menjadi dua wilayah fiktif yang digunakan sebagai simbol ketidakpuasan masyarakat, khususnya generasi Z dan milenial, terhadap situasi karut-marut di negara ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Hanya di Wakanda dan Konoha"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus