Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Aksesibilitas Rokok Ketengan di Sekitar Sekolah

Jumlah warung yang menjual rokok ketengan di sekitar sekolah meningkat. Aturan kawasan tanpa rokok harus ditegakkan.

17 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penjualan rokok secara ketengan meningkat di berbagai kota.

  • Anak dan remaja semakin mudah menjangkau produk tersebut.

  • Ada tren peningkatan jumlah warung rokok yang dekat dengan sekolah.

Risky Kusuma Hartono dan Isranalita Madelif Sihombing
Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penjualan rokok eceran per batang atau rokok ketengan sekarang makin marak serta membuat anak dan remaja lebih mudah menjangkau produk tersebut. Ini didukung pula oleh sebagian warung yang masih menampilkan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang memperlihatkan rokok dijual batangan dengan harga murah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sisi lain, data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 menunjukkan tren peningkatan pengguna rokok elektrik di kalangan usia 15 tahun ke atas sebanyak 10 kali lipat, dari 480 ribu orang (0,3 persen) pada 2011 menjadi 6,6 juta orang (3,0 persen) pada 2021. Berbagai studi sudah membuktikan bahwa sebagian pengguna rokok elektrik menjadi pemakai ganda (dual user). Mereka mengkonsumsi rokok konvensional sekaligus menggunakan rokok elektrik. Perilaku ini meningkatkan risiko penyakit komplikasi yang lebih besar dibanding pemakai rokok satu jenis (single user) atau bukan perokok (non-user).

Studi Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) pada 2021 menemukan bahwa di DKI Jakarta terdapat sekitar 15 warung rokok batangan setiap 1 kilometer persegi. Bahkan ada sekitar delapan warung rokok batangan di setiap area sekitar sekolah, yang 61,2 persen di antaranya berlokasi 100 meter dari area sekolah. Peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok dan reklame adalah dua peraturan yang seharusnya menjadi tameng dalam menyikapi masalah ini.

Untuk melacak tren peningkatan densitas atau kepadatan penyedia rokok di daerah lain, PKJS UI melakukan studi pada 2023 di Kota Medan, Bogor, dan Malang. Determinan densitas penyedia rokok dilihat dari luas wilayah dan jumlah sekolah pada tingkat kelurahan.

Penelitian ini menemukan bahwa densitas warung penjual rokok batangan di tiga kota itu mengalami kenaikan. Di Medan naik 25,6 persen, Bogor 5 persen, dan Malang 3,5 persen dari 2015 hingga 2022. Adapun tren kenaikan densitas rokok elektrik di Medan naik 79 persen, Bogor 16 persen, dan Malang 93 persen dari 2015 hingga 2022.

Menurut dinas kesehatan kota-kota tersebut, wilayah yang menjadi titik penyebaran penyedia rokok tertinggi merupakan wilayah yang padat penduduk, kawasan perkantoran, dan perbatasan. Temuan lainnya adalah lokasi sekolah berpengaruh cukup signifikan dalam mendorong peningkatan densitas warung dan toko penyedia rokok. Kehadiran satu tempat penyedia rokok ternyata akan memicu pembukaan lokasi penyedia rokok lain di wilayah sekitarnya. Selain itu, semakin luas wilayah dan semakin padat penduduk di suatu kelurahan akan memicu peningkatan densitas tersebut.

Tren peningkatan penyedia rokok yang dekat dengan sekolah ini seharusnya mendorong pemerintah daerah mengambil langkah tegas dalam menyesuaikan peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok serta reklame rokok, dengan memasukkan larangan penjualan rokok batangan dan rokok elektrik kepada anak. Meskipun sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan serta amanat Presiden mengenai larangan penjualan rokok secara batangan dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 sebagai bentuk upaya menjaga kesehatan masyarakat, daerah tetap perlu menyambut regulasi di tingkat pusat ini dengan memberikan perhatian lebih berupa pembatasan penjualan, iklan, promosi, dan sponsor rokok yang lebih teknis.

Implementasi peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok juga dapat dioptimalkan melalui pajak rokok daerah (PRD), pembelian rokok dengan menunjukkan KTP, dan kewajiban mencantumkan tulisan peringatan bahwa toko atau warung tersebut tidak menjual rokok kepada anak. Prospek kebijakan ini tentu tidak merugikan warung. Sebab, berdasarkan studi kami, sebagian warung tidak sepenuhnya bergantung pada penjualan rokok. Jiwa kewirausahaan dapat dibina agar penjual lebih memilih menyediakan kebutuhan yang lebih berguna bagi masyarakat.

Pemerintah pusat juga perlu memperbarui regulasi pengendalian produk tembakau di tingkat nasional dengan membatasi aksesibilitas rokok, khususnya di sekitar sekolah, dan mendorong target peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok hingga tahap implementasi. Upaya ini penting dilakukan agar Indonesia semakin memiliki harapan untuk melahirkan sumber daya manusia yang sehat dan mencapai visi Indonesia Emas pada 2045.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan nomor kontak, foto profil, dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus