Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Ahasveros

Kata-kata itu ternyata kutukan. Ahasveros tak bisa mati. Ia dikatakan akan hidup terus sampai akhir zaman, ketika, dalam keyakinan Kristen, Yesus kembali sebagai Juru Selamat.

3 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA satu nama misterius—nama seorang tokoh dongeng asing—yang disebut dalam sebuah karya sastra Indonesia yang terkenal, tapi tak pernah jelas siapa dia sebenarnya, dan kenapa. Kita menemukannya dalam sajak Chairil Anwar yang dibaca ribuan orang selama setengah abad:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aku kira
Beginilah nanti jadinya
kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros
Dikutuk-disumpahi Eros

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aku merangkaki dinding buta
Tak satu jua pintu terbuka
...

Saya membacanya sebagai sajak patah hati yang mencoba menelan kesedihan dengan gagah, meskipun terasa mengasihani diri. Tapi memukau.

Para kritikus, termasuk H.B. Jassin yang terkenal itu, seperti terpesona. Tak ada yang mempersoalkan baris ke-4 dan ke-5 dalam bait pertama: “…aku mengembara serupa Ahasveros/Dikutuk-disumpahi Eros”. Tak ada yang bertanya apa hubungan antara “Ahasveros” dan “Eros”—kecuali bunyi rima yang sama. Di tahun-tahun 1940-1950-an di Indonesia umumnya para pembaca sastra tahu Eros adalah dewa cinta Yunani Kuno; tapi siapa gerangan Ahasveros? 

Ketika saya masih di SMA, di lemari tua Ayah saya temukan sebuah buku dua jilid. Kulitnya karton yang kuat, berwarna biru tua, judulnya The Prince of India. Ada gambar salib merah yang terpaut untaian kembang dengan gambar bulan bintang. Pengarangnya Lee Wallace (kemudian saya ketahui ia penulis kisah termasyhur Ben Hur). Tebal total hampir 1.000 halaman. 

Agak lama saya ingin tahu apa isi buku itu, tapi gentar. Bahasa Inggris saya masih berantakan. Ketika akhirnya saya membacanya, dengan terengah-engah, saya juga tak mudah memahami inti ceritanya; perlu pengetahuan sejarah dunia yang cukup untuk mengikuti seluk-beluk novel ini. Yang saya tangkap hanya kisah perjalanan seorang tua yang penuh teka-teki. Ia disebut “Pangeran India”. Jungnya mendarat tengah malam di sebuah teluk tak bernama di wilayah Suriah, di abad ke-14, dan kisahnya berakhir di perang besar yang membuat Konstantinopel jatuh ke tangan Turki. 

Dalam narasinya yang pelan, novel ini hanya berdikit-dikit mengungkapkan tokoh sentralnya yang aneh: di abad itu pangeran tua itu ternyata telah hidup lebih dari 1.000 tahun; ia mengembara ke pelbagai sudut bumi. Ia tak bisa mati. Di akhir cerita, ia terbunuh pasukan Kaisar Konstantin, tapi segera muncul kembali dari timbunan mayat sebagai seorang anak muda. Namanya tak disebut. Tapi ditegaskan: ia seorang Yahudi. 

Saya kemudian tahu, dialah Ahasveros. Orang ini dikutuk Yesus untuk hidup selama-lamanya. Wallace tentu mengadaptasinya dari dongeng yang beredar di Eropa sejak abad ke-17. 

Alkisah, di hari Yesus disalibkan, Ahasveros, penduduk Yerusalem pembuat sepatu, hadir di antara orang-orang yang menonton hukuman yang sadistis itu—menonton dan bersorak-sorai “Salibkan dia!”. Ketika sehabis disiksa, Yesus dengan susah-payah mendaki bukit Golgotha, sambil memanggul kayu berat yang akan jadi salibnya, Ahasveros mendekat dan mengejeknya: “Ayo, jalan lebih cepat!” Yesus menjawab: “Baiklah. Tapi kau akan menunggu sampai aku kembali!” 

Kata-kata itu ternyata kutukan. Ahasveros tak bisa mati. Ia dikatakan akan hidup terus sampai akhir zaman, ketika, dalam keyakinan Kristen, Yesus kembali sebagai Juru Selamat. 

Dongeng itu pertama kali muncul di sebuah pamflet berbahasa Jerman yang dicetak di Leiden di tahun 1602. Cerita yang tak ada dalam Injil itu dengan cepat beredar. Agama-agama, yang hidup dengan kekuatan naratif perumpamaan dan alegori, selalu gampang berkelindan dengan imajinasi yang ekspansif. Ada delapan versi Ahasveros yang berbeda-beda yang ditemukan di Jerman di tahun yang sama. Di akhir abad ke-18, sudah ada 40. Sosok “Yahudi pengembara” pun merasuk dalam imajinasi orang Eropa, dalam pelbagai bentuk. 

Mungkin bayangan tentang Ahasveros terkait dengan pandangan tentang “Yahudi” di kalangan orang Kristen: Yahudi adalah orang-lain yang ganjil, mungkin menyimpan sesuatu yang magis dan mengisyaratkan malapetaka. 

Tokoh ini diyakini muncul di pelbagai zaman di pelbagai tempat, khususnya ketika kehidupan beragama dirundung konflik dan kesengsaraan. Tapi tak selamanya Yahudi ini digambarkan negatif. Dalam The Prince of India, ia, beberapa tahun sebelum Konstantinopel dikepung pasukan Turki, datang ke Mekah. Ia ikut perjalanan haji, dengan tekad menjadi “wasit agama-agama”. Ia kecewa terhadap persengketaan yang tak habis-habis antara Kristen dan Islam; ia melihat dalam kedua agama itu terjadi pemujaan yang bak benalu (“parasitical worship”) terhadap Yesus dan Muhammad, bukan kepada Tuhan. 

Tapi, di Mekah, ia merasa sia-sia. Ia pun berangkat ke Konstantinopel. Di pusat agama Kristen Ortodoks itu, ia juga tak bahagia: Kaisar Konstantin ternyata tak mau melindungi anak perempuan Yahudi yang diculik; dalam perang dengan Turki, Pangeran India pun memihak Sultan Mehmet. 

Semua cerita Ahasveros bertolak dari pandangan yang tak lazim: hidup abadi adalah kutukan. Yahudi malang ini harus menyaksikan zaman berganti zaman, yang tiap kali mengandung kekejaman. Selama itu, dialah unsur yang terus-menerus hadir—bersama dosa yang tak diampuni. 

Itu sebuah thema yang menarik, sebenarnya, yang tak dipahami Chairil. Dalam umur 25, ia menulis sajak itu; dua tahun kemudian ia mati muda.

GOENAWAN MOHAMAD
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus