Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KATA jurnal kini menjadi populer tapi bermakna negatif karena dikaitkan dengan plagiarisme, artikel penelitian bermasalah, dan jurnal ilmiah abal-abal. Fenomena ini sudah lama terjadi, terutama sejak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mewajibkan dosen, peneliti, dan mahasiswa menulis di jurnal yang terindeks di Scopus, basis data pengutipan internasional milik Elsevier, penerbit Belanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di perguruan tinggi, mahasiswa membaca jurnal sebagai bahan referensi karya tulis ilmiah yang mereka buat. Dosen juga wajib melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan hasilnya ditulis di jurnal. Jurnal memang penting bagi para cerdik cendekia dan kehidupan intelektual bangsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun makna jurnal di dunia akademik tak seiring sejalan dengan makna jurnal di kamus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI VI Daring, kata jurnal bermakna antara lain catatan harian, buku untuk mencatat transaksi berdasarkan urutan waktu, majalah khusus di bidang ilmu tertentu, dan catatan transaksi berbasis komputer.
Kamus daring Oxford Learner’s Dictionaries menyatakan hal serupa dengan ruang lingkup yang lebih sempit. Kamus bahasa Inggris itu menyebut journal sebagai koran atau majalah dengan subyek atau untuk profesi tertentu dan catatan tertulis tentang hal-hal yang kita lakukan, lihat, dan semacamnya setiap hari. Kamus Merriam-Webster tak jauh berbeda.
Dari tiga kamus itu, kita belum menemukan makna jurnal yang sesuai dengan makna jurnal ilmiah yang dikenal di perguruan tinggi. Maknanya malah terkesan sangat pribadi, bukan untuk konsumsi publik luas. Ini dapat dimaklumi jika kita tilik dari awal kemunculan kata tersebut.
Pada mulanya kata journal digunakan dalam bahasa Inggris Pertengahan. Kata itu berasal dari bahasa Anglo-Prancis jurnal yang berarti harian, dari bahasa Latin diurnalis yang berarti dari hari. Jadi tak mengherankan bila jurnal disematkan pada buku catatan harian atau diari.
Makna baru jurnal sebagai kumpulan artikel ilmiah tampaknya hadir ketika jurnal ilmiah (scholarly journal) mulai muncul di abad ke-17 yang bertujuan sebagai media komunikasi dan evaluasi antarsarjana serta menyebarkan gagasan. Michael A. Mabe, dalam artikelnya di jurnal European Review pada 2009, memperkirakan ada 250 ribu jurnal aktif yang dikelola 10 ribu lebih lembaga yang menerbitkan 1,5 juta artikel setiap tahun di dunia. Jumlah artikel tumbuh 3 persen setiap tahun—relatif konsisten dalam dua abad terakhir.
Perkembangan mutakhir adalah merebaknya jurnal daring dan jurnal yang menerapkan syarat tinjauan sejawat (peer review), proses penilaian kualitas artikel ilmiah oleh pakar di bidang tersebut. Ada pula gerakan open access atau akses terbuka, ketika jurnal membuka akses untuk semua atau sebagian artikelnya secara gratis kepada siapa saja.
KBBI belum memasukkan lema jurnal ilmiah. Namun Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (2009) sudah mencantumkan kata turunan seperti jurnal ilmiah dan jurnal tahunan. Selain itu, Leipzig Corpora Collection, koleksi korpus bahasa dari berbagai sumber yang dikelola Leipzig University, Jerman, merangkum kata-kata yang bertautan dengan kata jurnal dalam bahasa Indonesia yang “kontekstual” dengan dunia akademik, seperti buku, ilmiah, penelitian, artikel, publikasi, terakreditasi, dan peneliti. Setidaknya hal ini makin mendekatkan istilah jurnal di dunia akademik ke dalam kamus, meskipun belum diakomodasi dalam lema kamus-kamus populer seperti KBBI.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jurnal"