Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Jangan Takut Dokter Asing

Asalkan diatur dengan ketat, kehadiran dokter asing dapat memberi manfaat untuk orang ramai. Dokter lokal dan organisasi profesi kedokteran harus berbenah.

14 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IKATAN Dokter Indonesia (IDI) semestinya tidak cemas terhadap rencana pemerintah membuka pintu bagi dokter asing. Kehadiran dokter dari negeri seberang tak hanya dapat meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, tapi juga mengembangkan dunia kedokteran dalam negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehadiran dokter asing tak mungkin ditolak karena Indonesia telah menandatangani perjanjian multilateral dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang melonggarkan pintu masuk barang dan jasa mulai 2025. Undang-Undang Cipta Kerja juga telah melonggarkan persyaratan tenaga kerja asing, termasuk dokter, untuk bekerja di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski sebarannya tak merata, IDI menyatakan 180 ribu dokter yang ada saat ini sudahlah cukup. Sebaliknya, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)—lembaga yang menerbitkan surat tanda registrasi praktik dokter—mendukung rencana pemerintah itu.

Jika menggunakan Undang-Undang Praktik Kedokteran, dokter lulusan luar negeri harus menempuh jalur berliku untuk dapat bekerja di rumah sakit domestik. Untuk mendapatkan izin praktik, seorang dokter membutuhkan waktu lebih dari satu tahun. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat secepatnya perlu merevisi aturan itu.

Klaim IDI soal cukupnya jumlah dokter bisa diperdebatkan. Berdasarkan data KKI, rasio dokter di Indonesia adalah 4,27 per 10 ribu penduduk. Adapun dokter spesialis 1,46 per 10 ribu penduduk. Kondisi itu jauh tertinggal dibanding Singapura, yang memiliki 22,94 dokter per 10 ribu penduduk. KKI pun menyatakan Indonesia menghadapi ancaman kekurangan 100 ribu dokter pada 2030. Di tengah ancaman pandemi, penambahan dokter, termasuk dokter spesialis, sangat dibutuhkan.

Penolakan IDI bisa dibaca sebagai upaya organisasi itu melindungi dokter lokal agar tak tergilas oleh dokter asing. Anggota IDI seharusnya tak perlu khawatir berkompetisi dengan dokter asing. Tak ada jalan menghadapi kompetisi itu selain meningkatkan pengetahuan dan pelayanan.

Persepsi negatif terhadap kualitas dokter Indonesia telah membuat sejumlah orang memilih berobat ke luar negeri. Menurut riset Indonesia Services Dialogue, lebih dari Rp 100 triliun setiap tahun dihabiskan orang Indonesia untuk berobat ke mancanegara. IDI tak perlu menjadi bunker bagi sebagian dokter yang inkompeten atau yang telah melakukan malapraktik.

Pemerintah harus menjamin kualitas dokter asing yang membuka praktik di sini. Konsil Kedokteran bisa menelusuri rekam jejak mereka sebelum menerbitkan izin. Pemerintah harus memastikan dokter asing tak hanya bekerja untuk kalangan berduit, tapi juga melayani masyarakat bawah. Mereka pun harus diwajibkan mentransfer pengetahuannya kepada dokter lokal, termasuk dengan memaksa mereka melakukan pelayanan sosial atau mengajar di kampus-kampus dalam negeri.

Pemerintah harus segera membenahi karut-marut pendidikan kedokteran, termasuk persoalan biaya kuliah yang mahal. Dengan biaya yang tinggi, lulusan kedokteran didorong hanya akan mencari keuntungan setelah lulus. Yang kerap terjadi: mereka berkongkalikong dengan perusahaan farmasi dalam menuliskan resep.

Kehadiran dokter asing dapat memaksa dunia kedokteran memperbaiki diri. Analoginya seperti Pertamina yang memperbaiki tempat penjualan bahan bakar minyak setelah perusahaan asing diizinkan masuk. Pompa-pompa bensin yang dulu busuk kini nyaman dan memberi pelayanan yang baik.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus