Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kesemrawutan jaringan kabel di Jakarta telah memakan banyak korban.
Baru 30 persen jaringan utilitas yang dibenahi pemerintah DKI Jakarta.
Rencana pembangunan jaringan utilitas di bawah tanah harus disegerakan.
Nirwono Joga
Pusat Studi Perkotaan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesemrawutan jaringan utilitas di Jakarta telah memakan korban. Salah satunya menimpa Sultan Rifat Alfatih, yang kini tidak bisa berbicara lagi karena lehernya terjerat kabel optik di sekitar Jalan Antasari, Jakarta Selatan. Peristiwa nahas ini dapat menimpa siapa saja. Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, serta jajaran pemerintah DKI Jakarta harus menyadari tanggung jawab mereka atas keamanan dan keselamatan masyarakat terhadap seluruh fasilitas umum di ruang publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi kabel listrik, telepon, ataupun serat optik yang tumpang-tindih bergelantungan sembarangan jelas sangat membahayakan siapa pun. Ironisnya, pemandangan ini dengan mudah kita temukan di sekitar lingkungan rumah hingga jalanan menuju sekolah, pasar, kantor, dan taman. Masyarakat harus berhati-hati saat melintasi kawasan atau jalanan tersebut, apalagi bila ada kegiatan pembangunan jaringan utilitas.
Pemerintah DKI sudah harus segera memindahkan seluruh sarana jaringan utilitas ke bawah tanah. Jaringan itu terdiri atas jaringan kabel listrik, telepon, dan serat optik, serta jaringan perpipaan air bersih, gas, dan saluran limbah. Pemindahan dilakukan secara bertahap selama 10-20 tahun, tergantung tingkat kesulitan pemindahan. Hingga kini, revitalisasi trotoar dan pembenahan jaringan utilitas baru 30 persen dari target 2.600 kilometer pada 2030 (Dinas Bina Marga DKI, 2023).
Dinas Bina Marga DKI telah menyusun revisi Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas sejak 2019, tapi hingga kini belum disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Dinas hanya punya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 106 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas, yang mendorong pemindahan jaringan utilitas ke bawah tanah, tapi belum mewajibkannya.
Dinas Bina Marga perlu segera menyusun Rencana Induk Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) yang meliputi perencanaan, penyelenggaraan, dan penempatan SJUT di bawah tanah atau trotoar. Mereka harus mendokumentasikan serta memetakan jaringan utilitas yang ada dengan teknologi baru tanpa membongkar trotoar atau jalan sebagai peta dasar pembangunan dan pengembangan SJUT.
Rencana Induk SJUT haruslah selaras dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah, rencana tata ruang wilayah, rencana detail tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan. Selanjutnya, disusun Rencana Induk Penyelenggaraan Jaringan Utilitas yang memuat rencana SJUT dalam jangka waktu lima tahun yang ditetapkan dengan peraturan gubernur.
Selanjutnya, pemerintah perlu menyusun Rencana Keterpaduan Penempatan SJUT yang ditetapkan setiap satu tahun sekali paling lambat pada akhir November setiap tahun anggaran. Rencana ini memuat lokasi rencana jaringan utilitas yang akan dipasang, kebutuhan kapasitas penggunaan, dimensi ruang dan utilitas yang diperlukan, serta jadwal pelaksanaan konstruksi. Penempatan jaringan utilitas wajib dilakukan pada SJUT di bawah tanah dan pemilik utilitas juga wajib membongkar jaringan utilitasnya yang sudah tidak digunakan lagi dengan biaya sendiri.
Pemerintah DKI dapat mengenakan retribusi daerah atau tarif layanan/pemanfaatan barang milik daerah atas penempatan SJUT sesuai dengan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Hasil retribusi ini diperlukan untuk biaya pemeliharaan, perawatan, dan pengembangan SJUT secara mandiri sehingga nantinya tidak membebani APBD.
Pembangunan SJUT dapat menggunakan teknologi trenchless yang mampu menggarap pekerjaan di bawah permukaan tanah tanpa galian terbuka (Direktorat Keberlanjutan Konstruksi, 2023). Teknologi ini membuat pekerjaan konstruksi bawah tanah SJUT lebih efisien, memiliki risiko kecelakaan kerja konstruksi lebih rendah, dan tidak mengganggu lalu lintas kendaraan.
Revitalisasi trotoar yang tengah dikerjakan Dinas Bina Marga adalah kesempatan terbaik untuk merehabilitasi saluran air dan membangun SJUT di bawahnya. Dengan pembangunan SJUT di bawah tanah, masyarakat dapat menikmati trotoar dan jalanan kota yang aman serta bebas dari kabel yang bergelantung atau kegiatan bongkar-pasang jaringan utilitas.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo