Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Keadilan untuk Vanessa

Pengadilan perkara Vanessa Angel mengandung banyak kejanggalan dan terkesan dipaksakan. Polisi dituding merekayasa kasus.

11 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengadilan semestinya menjadi tempat terakhir bagi Vanessa Angel untuk mencari keadilan. Semenjak diusut Kepolisian Daerah Jawa Timur, perkara Vanessa yang kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya ditengarai sarat kejanggalan. Sang artis awalnya dituduh terlibat prostitusi online, tapi belakangan menjadi tersangka penyebar konten asusila.

Kejanggalan terbaru menyangkut jejak duit Rp 80 juta dari pemesan Vanessa kepada Tentri Novanta, salah satu muncikari. Polisi sebelumnya menyatakan duit berasal dari Rian Subroto, pengusaha tambang asal Lumajang, Jawa Timur. Tapi, dari rekening koran tabungan Tentri, pengirim duit tercantum atas nama Herlambang Hasea. Sejumlah sumber Tempo di Polda Jawa Timur mengatakan Herlambang adalah pegawai lepas di sana. Tim pengacara Vanessa meyakini Herlambang adalah orang dekat polisi.

Pengirim duit dari lingkaran polisi memunculkan wasangka. Temuan ini akan dipakai pengacara Vanessa untuk melaporkan penyidik kasus tersebut ke Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI. Tuduhannya: polisi merekayasa kasus sang artis. Fakta aliran duit ini membantah klaim polisi tentang sosok Rian, orang yang membayar Vanessa. Apalagi, hingga ujung persidangan tiga muncikari, jaksa tak bisa menghadirkan Rian.

Nama Rian dimunculkan polisi saat mereka mulai mengusut kasus Vanessa. Penyidik mengklaim sudah memeriksa Rian. Belakangan, polisi menyatakan tak bisa melacak jejaknya, lalu memasukkan namanya ke daftar pencarian orang. Penetapan status buron Rian ini janggal karena diumumkan tak lama setelah hakim meminta jaksa menghadirkan paksa pengusaha pasir tersebut di sidang muncikari. Dengan status buron, jaksa dan polisi punya alasan untuk tak menghadirkan Rian.

Sejak awal polisi terkesan memaksakan tuduhan terhadap Vanessa. Perempuan dengan nama asli Vanessa Adzania ini digerebek di sebuah hotel di Surabaya pada awal Januari lalu. Polisi menyebut saat itu ia tengah bersama Rian. Drama penangkapan lalu diumbar sehingga Vanessa menjadi bulan-bulanan masyarakat meski kasus yang menjeratnya masih kabur. Penyidik belakangan menjerat Vanessa dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran konten elektronik yang melanggar kesusilaan.

Polisi menuduh Vanessa kerap mengirimkan foto dan video tidak senonoh kepada orang yang diduga sebagai muncikari melalui telepon seluler. Orang itu lalu menyebarkannya ke pelanggan. Tuduhan ini tampak mengada-ada karena penyebaran foto ke publik baru terungkap justru setelah Vanessa ditangkap. Delik penyebaran konten asusila ini melenceng jauh dari urusan prostitusi.

Keputusan jaksa tetap membawa kasus ini ke persidangan patut disesalkan. Jaksa sesungguhnya bisa menolak karena tuduhan untuk Vanessa terkesan dipaksakan dengan alat bukti ala kadarnya. Begitu juga putusan hakim menolak eksepsi atau keberatan Vanessa. Celah ini sebenarnya kesempatan bagi hakim menghentikan perkara di awal persidangan.

Masih ada waktu bagi jaksa dan hakim untuk mengubah sikap. Jaksa, misalnya, bisa menuntut bebas. Hakim juga bisa menjatuhkan vonis yang sama. Putusan bebas bisa menjadi bahan buat Vanessa untuk menuntut kompensasi kerugian terhadap polisi atas penanganan perkaranya.

Di lingkup internal polisi, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri harus mengusut tudingan ketidakprofesionalan tim penyidik Vanessa tanpa perlu menunggu laporan masuk. Motif dugaan rekayasa harus diungkap. Patut disayangkan jika misalnya diketahui kasus ini dimunculkan untuk mengalihkan perhatian publik pada perkara lain yang jauh lebih penting.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus