Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Berkembangnya teknologi kecerdasan buatan memaksa industri media di seluruh dunia menelan pil pahit efisiensi.
AI Overviews berpotensi mengancam pemasukan media penerbit.
Bagi media penerbit, penggunaan AI Genesis justru bisa menjadi cara untuk menggantikan peran jurnalis.
SEJAK teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan ChatGPT diluncurkan oleh OpenAI pada November 2022, jurnalis dan media massa dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah. Di satu sisi, penggunaan kecerdasan buatan dapat membantu proses produksi berita menjadi lebih cepat dan efisien. Namun, di sisi lain, penggunaan kecerdasan buatan dalam ruang berita masih menyisakan banyak persoalan, utamanya berkaitan dengan etika dan akurasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Potensi kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses produksi berita adalah alasan utama yang melatarbelakangi perusahaan media massa mengadopsi teknologi tersebut. Dalam laporan yang ditulis oleh Felix M. Simon (2024) bertajuk "Artificial Intelligence in the News", peningkatan efisiensi dan produktivitas organisasi berita yang mengaplikasikan bantuan kecerdasan buatan telah tercapai. Capaian efisiensi ini terutama terpantau pada akses berbayar (paywall), transkripsi otomatis, dan alat analisis data dalam produksi berita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun berkembangnya teknologi kecerdasan buatan juga memaksa industri media di seluruh dunia menelan pil pahit efisiensi. Berdasarkan laporan The New York Times, pada 2023, media daring Buzzfeed memberhentikan 180 karyawan dan menutup divisi Buzzfeed News. Pada periode 2023 hingga awal 2024, ratusan karyawan Vice Media juga diberhentikan. Pemberitaan di Vice.com juga dinyatakan berhenti beroperasi. Selain karena ketidakpastian ekonomi, industri media di seluruh dunia diguncang pertumbuhan alat-alat kecerdasan buatan yang menggantikan manusia.
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan di ruang berita menimbulkan kekhawatiran tentang bias atau kesalahan dalam produk berita, terutama yang diproduksi oleh AI generatif, yaitu jenis kecerdasan buatan yang mempelajari pola dan struktur data yang digunakan untuk melatihnya, kemudian menggunakannya untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Studi Longoni et. al. (2022) berjudul "News from Generative Artificial Intelligence Is Believed Less" yang mengambil sampel 3.000 partisipan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa judul berita yang diproduksi oleh AI generatif kurang dipercaya dibanding judul yang ditulis manusia. Jurnalis dan media penerbit masih memandang kontrol manusia masih sangat diperlukan untuk menghasilkan produk berita yang akurat dan dipercaya publik.
Ancaman atau Peluang bagi Media
Pada 14 Mei 2024, CEO Google Sundar Pichai dan timnya memperkenalkan AI Overviews (AIO). AI Overviews dikembangkan pada Google Gemini AI Language Model, teknologi yang sama yang digunakan untuk pencarian Google.
Dengan AI Overviews pada hasil pencarian Google, pengguna bisa mendapat cuplikan informasi utama dan tautan yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan. AI Overview didesain untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kompleks, bahkan hingga 10 pertanyaan dalam satu klik. Nantinya pengguna juga bisa bertanya ke Google dengan menggunakan video.
Saat ini AI Overviews baru diuji coba pada pengguna di Amerika Serikat yang cukup usia untuk menggunakan akun Google serta pada pengguna di Indonesia, Inggris Raya, India, Meksiko, Brasil, dan Jepang yang berusia minimal 18 tahun.
Alih-alih bisa mendatangkan efisiensi pada pekerjaan jurnalistik, AI Overviews justru berpotensi mengancam pemasukan media penerbit, terutama perusahaan media yang masih menggantungkan pemasukan dari jumlah tayangan pada laman (pageviews) dan pemasukan dari program iklan Google (adsense).
Ketua Komisi Pendidikan Pelatihan dan Pengembangan Dewan Pers Paulus Tri Agung Kristanto dalam seminar di Bandung, Jawa Barat, 26 September 2024, memprediksi, jika AI Overviews sudah beroperasi penuh, media di Indonesia yang berbasis pageviews bakal kehilangan pendapatannya sebesar 40-90 persen.
Meskipun AI Overviews bisa memberikan tautan yang merujuk pada media asal, bukan tidak mungkin pengguna Google tidak meneruskan membaca informasi yang utuh di media yang memproduksi konten tersebut. Hal ini bisa saja terjadi jika pengguna sudah merasa cukup mendapat informasi dari rangkuman yang diberikan oleh Google.
Ini merupakan pukulan telak kesekian kalinya bagi media massa arus utama. Pada dua dekade sebelumnya, perkembangan media sosial membuat para pembaca memilih mendapatkan informasi dari media sosial ketimbang dari situs web media arus utama.
Sebelum Google merilis AI Overview pada November 2023, perusahaan teknologi Google merilis sebuah alat kecerdasan buatan yang diberi nama Genesis. Alat yang dirancang untuk menandingi ChatGPT ini dapat membuat artikel berita dari data mentah berupa perkembangan peristiwa terkini. Google menawarkan teknologi ini kepada perusahaan media sebagai alat untuk membantu jurnalis memproduksi berita. Namun, bagi media penerbit, hal ini justru bisa menjadi cara untuk menggantikan peran jurnalis.
Dalam wawancaranya dengan majalah Time untuk edisi khusus “Artificial Intelligence”, pengusaha media asal Amerika Serikat sekaligus pendiri Fox Media Company, Barry Diller, menyatakan ingin bekerja sama dengan para pengusaha media lain dalam bernegosiasi dengan perusahaan teknologi mengenai penggunaan konten mereka.
Menurut Barry, model kecerdasan buatan yang dapat mengenali dan menghasilkan teks alias large language model (LLM), yang dikembangkan perusahaan teknologi, bisa mengambil konten dari media penerbit serta mengolahnya untuk kepentingan pengguna perusahaan tersebut. Diller ingin mendapatkan kesepakatan struktur pembayaran dari perusahaan teknologi karena mereka telah mengambil konten berita yang diproduksi oleh perusahaan media penerbit.
Pertanggungjawaban Platform Digital
Pada 20 Februari 2024, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau yang lebih dikenal dengan Perpres Publishers Rights. Regulasi ini mewajibkan platform digital memberi nilai ekonomi pada konten berita yang diambil dari media lokal dan nasional di Indonesia.
Sebagai tindak lanjut dari perpres ini, Dewan Pers membentuk Komite Publisher Rights yang beranggotakan 11 orang dari unsur Dewan Pers, pakar, dan pemerintah. Komite yang diumumkan pada Agustus 2024 ini akan bertugas mengawasi komersialisasi berita di kalangan perusahaan platform digital, menyelesaikan sengketa media dengan perusahaan platform digital, mengawasi penyebaran berita, dan mengawasi dinamika perkembangan peraturan.
Berdasarkan keterangan dari Ketua Komisi Hubungan Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers Totok Suryanto, perusahaan platform digital Google dan Meta sempat menyampaikan harapan agar mereka tidak termasuk pihak yang akan dikenai ketentuan untuk memberikan bagi hasil kepada media penerbit di Indonesia. Alasannya, kedua perusahaan tersebut mengaku sudah menjalin kerja sama bisnis dengan sejumlah perusahaan pers di Indonesia, yang juga bertujuan untuk mendukung jurnalisme berkualitas.
Namun benarkah kerja sama bisnis dan skema kompensasi tersebut sudah adil serta merata? Kini bola panas ada pada Komite Publisher Rights yang diharapkan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan amanah Perpres.
Aturan publisher rights ini bertujuan mencapai sinergi yang saling menguntungkan antara perusahaan pers dan platform digital global. Perusahaan pers pun diharapkan dapat terus memproduksi konten jurnalisme berkualitas yang nantinya bisa didistribusikan di platform digital. Sebagai bentuk penghargaan, perusahaan pers juga bisa mendapatkan pemasukan sebagai publisher di platform digital tersebut.
Dialektika Digital merupakan kolaborasi Tempo bersama KONDISI (Kelompok Kerja Anti Disinformasi Digital di Indonesia). KONDISI beranggotakan para akademikus, praktisi, dan jurnalis yang mendalami dan mengkaji fenomena disinformasi di Indonesia. Dialektika Digital terbit setiap pekan.
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.