Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGGELEMBUNGAN data pemilih oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur menunjukkan buruknya pelaksanaan pemungutan suara 2024. Rekayasa data itu hanya satu kecurangan yang telah dinyatakan terbukti secara hukum. Mahkamah Konstitusi berkesempatan membuka kecurangan bentuk lain dalam sidang gugatan sengketa hasil pemilihan umum yang akan segera digelar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski terbukti bersalah, para pelaku penggelembungan mendapat hukuman ringan. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum tujuh terdakwa masing-masing empat bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Dalam persidangan itu, terungkap bahwa pelaksana pemilu bisa dipengaruhi oleh partai politik dan orang-orang yang berusaha merekayasa hasil pemungutan suara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam proses penetapan daftar pemilih di Kuala Lumpur, partai politik mengintervensi jumlah pemilih dalam daftar pemilih. Awalnya, berdasarkan proses yang disebut pencocokan dan penelitian, jumlah pemilih hanyalah 64.148 orang. Dengan intervensi pihak luar, panitia menggelembungkan jumlahnya menjadi 491.152 pemilih. Sekretaris Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur bernama Hendra Purnama Iskandar bahkan disebut secara aktif melobi partai politik untuk perubahan daftar pemilih itu. Pengawas pemilu seharusnya mendalami fakta di persidangan ini untuk mengungkap kejahatan pemilu yang lebih besar.
Indikasi kecurangan pemungutan suara di luar negeri lain telah terungkap sebelumnya. Misalnya ada surat suara pemilihan presiden yang sudah tercoblos. Dua ratus ribu orang yang berhak mengikuti pemungutan suara juga tak tercantum namanya di daftar pemilih tetap Malaysia. Pada hari pemungutan suara, jumlah pemilih membeludak, padahal waktunya sempit. Indikasi lain, banyak pemilih masih memakai paspor lama di Malaysia. Sedangkan di Singapura hanya 28 persen dari total 106.515 pemilih yang menggunakan haknya.
Jumlah pemilih di luar negeri yang tercatat di daftar tak sedikit. Berdasarkan catatan Tempo, ada 1.750.474 pemilih yang tersebar di 128 negara. Dalam pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, nama mereka dimasukkan di daerah pemilihan Jakarta. Jumlah itu memang tidak terlalu signifikan dibanding jumlah total pemilih. Namun kecurangan yang terbukti itu tetap mencatatkan noda dalam Pemilu 2024.
Kecurangan pemungutan suara di luar negeri seperti di Malaysia itu tentu menjadi masalah serius. Penegak hukum seharusnya tak berhenti mengusut tujuh anggota panitia pemilihan yang telah didakwa. Selain itu, kasus di Kuala Lumpur seharusnya bisa menjadi bahan para hakim Mahkamah Konstitusi dalam mengungkap berbagai kecurangan selama pelaksanaan Pemilu 2024.
Pemalsuan data pemilih adalah masalah serius yang bisa menjadi pijakan awal MK untuk menyelidiki berbagai kecurangan di daerah lain. Senyampang itu, pelaksanaan pemungutan suara di luar negeri tak boleh lagi dianggap sebagai pekerjaan rutin lima tahunan. Harus ada evaluasi total terhadap tata kelola pemungutan suara, termasuk pelaksanaannya di luar negeri.
Mahkamah Konstitusi punya kesempatan mengungkap kebusukan sistemik dalam pelaksanaan Pemilu 2024 demi menjaga muruah demokrasi kita. Dengan demikian, hasil pemilihan umum bisa mendapat legitimasi yang kuat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Bukti Kecurangan di Negeri Jiran".