Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Amat Sangat

Kombinasi amat sangat ditabukan dalam tata bahasa Indonesia karena amat dan sangat bersinonim. Setara agar supaya, seperti misalnya, dan demi untuk.

23 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemakaian kata bersinonim dalam kalimat.

  • Kombinasi amat sangat ditabukan karena amat dan sangat bersinonim.

  • Setara dengan agar supaya, seperti misalnya, dan demi untuk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah desingan bom dan rudal Rusia, sembilan warga negara Indonesia akhirnya dapat dievakuasi dari Chernihiv, Ukraina, melalui Kyiv, Hostomel, dan Lviv menuju Polandia. Tidaklah mengherankan jika Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, “Evakuasi ini sangat, sangat, sangat tidak mudah” (Kompas, 19 Maret 2022).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perhatikan! Retno Marsudi menggunakan kata sangat tiga kali. Jadi, tidak cukup satu kali sangat dipakai, tapi perlu tiga kali untuk menekankan betapa sulitnya evakuasi itu.

Jauh sebelumnya, ternyata Taufiq Ismail menggunakan cara serupa.

Dalam makalah yang berjudul “Pengajaran Sastra: Pengalaman Indonesia” yang disajikan pada Pertemuan Sastrawan Nusantara IX dan Pertemuan Sastrawan Indonesia 1997 di Sumatera Barat, 6-11 Desember 1997, Taufiq membicarakan kekurangan pengajaran sastra di sekolah menengah atas di Indonesia. Salah satu di antara kekurangan itu ialah “Bimbingan mengarang sangat-sangat-sangat terlantar” (Panorama Sastra Indonesia, 1997, halaman 404).

Seperti Retno Marsudi, Taufiq Ismail merasa tidak cukup dengan satu sangat, tapi perlu tiga kali sangat guna menekankan betapa telantarnya bimbingan mengarang itu di SMA di Indonesia.

Kita tentu masih ingat, ketika kita belajar bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama atau SMA, guru bahasa Indonesia akan menyalahkan kalimat Rumah itu amat sangat mahal. Kalimat itu akan diperbaiki guru menjadi seperti ini:

(a) Rumah itu amat mahal atau

(b) Rumah itu sangat mahal.

Kombinasi amat sangat ditabukan dalam tata bahasa karena amat dan sangat bersinonim. Setara dengan agar supaya, seperti misalnya, dan demi untuk.

Begitu pula kalimat Rumah itu sangat mahal sekali; akan disalahkan oleh guru bahasa Indonesia dengan alasan serupa: sangat dan sekali maknanya sama. Berlebihan kalau kedua kata itu dipakai sekaligus. Cukup sekali saja disebut:

(a) Rumah itu sangat mahal atau

(b) Rumah itu mahal sekali.

Bagaimana dengan kalimat Rumah itu amat sangat mahal sekali? Kita tidak tahu apa kata guru bahasa Indonesia mengenai kalimat ini. Kemungkinan besar kalimat semacam ini akan ditolak guru bahasa Indonesia karena dalam satu kalimat ada tiga kata yang bersinonim.

Namun dapatkah Anda bayangkan jika kalimat seperti ini justru digunakan seorang guru? Persisnya kalimat sang guru seperti ini: Cerita ini dapat dikatakan amat sangat sederhana sekali. Perhatikan pemakaian amat sangat … sekali. Ketiga kata itu bersinonim, bukan?

Kalimat ini kita jumpai dalam tulisan sang guru ketika membicarakan cerita pendek Sapardi Djoko Damono dalam esai “Membaca Sapardi: Teks-teks yang Bersilangan” (Membaca Sapardi, editor Riris K. Toha Sarumpaet & Melani Budianta, 2010, halaman 88).

Guru kita ini bukanlah sembarang guru, melainkan guru besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, bernama Bakdi Soemanto (1941-2014).

Apa kata kamus mengenai amat sangat dan amat sangat … sekali? Dari tiga kamus yang kita periksa, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia V (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2017), Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (W.J.S. Poerwadarminta, 2007), dan Kamus Umum Bahasa Indonesia (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, 1994), tidak ada yang memuat lema atau sublema amat sangat … sekali. Hanya kamus terakhir yang mencantumkan amat sangat sebagai sublema. Menurut kamus Badudu-Zain ini, amat sangat bermakna (1) “luar biasa”, (2) “sangat sungguh-sungguh”, dan (3) “sangat-sangat” (1994, halaman 1217).

Jadi kalimat Bakdi Soemanto Cerita ini dapat dikatakan amat sangat sederhana—tanpa kata sekali di ujungmasih berterima. Namun bagaimana dengan kata sekali pada akhir kalimat asli?

Barangkali inilah “kreativitas” Bakdi Soemanto. Boleh jadi ini pula yang disebut licentia poetica (kebebasan pengarang) mengingat Bakdi Soemanto adalah seorang sastrawan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus