Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Eskalasi Hubungan Hamas-Israel

Perang Hamas melawan Israel mengguncang suhu kawasan yang mereda berkat perjanjian damai Iran dan Arab Saudi.

10 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hamas melakukan serangan besar-besaran dan mendadak terhadap Israel.

  • Serangan Hamas tampak diorganisasi dengan baik dan dipersiapkan secara detail.

  • Perang ini akan mengguncang suhu kawasan yang mereda berkat perjanjian damai Iran dan Arab Saudi.

Ibnu Burdah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Guru Besar Kajian Timur Tengah UIN Sunan Kalijaga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mudah diduga, serangan Hamas—kelompok garis keras Palestina—ke wilayah Israel segera memperoleh balasan yang cepat dan sangat keras. Tidak sampai satu hari setelah Hamas menghujani wilayah Israel dengan lebih dari 5.000 moncong rudal dan infiltrasi sukses ke beberapa perbatasan pada Sabtu, 7 Oktober lalu, Israel sudah menghujani Gaza dengan serangan udara yang ganas.

Korban sipil berjatuhan dari kedua pihak. Ini sebuah nestapa. Jumlahnya pun terus bertambah secara signifikan. Korban sipil yang tewas di pihak Israel, yang biasanya sangat sedikit, kini mencapai beberapa ratus orang dan kemungkinan terus bertambah karena jumlah yang terluka sangat besar. Sebaliknya, serangan udara Israel dalam sekejap mengakibatkan ratusan orang Palestina meninggal dan ribuan lain terluka.

Terencana Baik

Serangan Hamas tampak sekali terencana, diorganisasi dengan baik, dan dipersiapkan secara detail dalam jangka panjang. Tak adanya peringatan dari Shin Beit dan Mossad—badan intelijen Israel—menandakan betapa persiapan serangan itu dilakukan secara sangat rahasia sekaligus menunjuk titik lemah pertahanan Israel. Hal ini sekaligus menunjukkan kemampuan Hamas dalam meningkatkan kekuatan operasi militernya secara signifikan kendati dikepung dari darat, laut, dan udara.

Orkestra dari para pemimpin Hamas, terutama yang di Gaza; para pemimpin sayap militer Al-Qassam; dan aksi-aksi pasukan di lapangan menunjukkan koordinasi yang rapi antar-lini pemimpin gerakan perlawanan itu. Hal ini juga sekaligus menunjukkan pentingnya serangan yang disebut Badai al-Aqsha (Thufan al-Aqsha) ini. Dengan serangan tersebut, Hamas setidaknya ingin mengatakan kepada para pemimpin Arab dan dunia bahwa perlawanan terhadap Israel masih ada dan akan terus menyala. Serangan ini juga jelas menampar sikap pengabaian negara-negara Arab terhadap Palestina dalam beberapa tahun terakhir. Isu Palestina tak lagi menjadi isu “penting” di kalangan luas pemimpin negara-negara Arab di tengah menguat dan meluasnya proses normalisasi Arab serta Israel.

Serangan ini bisa juga terkait dengan upaya mengerek popularitas Hamas di Gaza, yang beberapa tahun ini diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan menguatnya sayap militer lain, yaitu Jihad Islami. Demikian pula persaingan mereka dengan Fatah masih belum berakhir, meskipun strategi keduanya sama-sama gagal mendorong capaian perjuangan Palestina.

Perang Total

Pidato kemenangan berapi-api Ismail Haniyah dan para tokoh Hamas mengiringi capaian mereka menghujani wilayah Israel dengan roket serta kemampuan menginfiltrasi wilayah Israel dengan berbagai cara. Seruan "nasrum minallah wa fathun qarib" (pertolongan Allah dan kemenangan yang sudah di depan mata) diiringi teriakan takbir berkali-kali bergema. “Pesta” dan sorak-sorai warga Gaza juga melarutkan mereka dalam euforia kemenangan.

Namun mereka seolah-olah tidak berhitung dengan konsekuensi yang mereka sebenarnya pasti tahu. Israel adalah negara paling sensitif terhadap isu keamanan dan pertahanan. Respons terhadap sumber ancaman biasanya sangat keras, meskipun sumber ancaman itu berada jauh di luar wilayah teritorialnya. Doktrin first strike atau preemptive attack sangat dikenal dalam sejarah pertahanan Israel.

Kemarahan para pemimpin politik, militer, dan suara publik Israel begitu padu merespons serangan Hamas ini. Keputusan perang total untuk menghabisi infrastruktur militer dan pemerintahan Hamas di Gaza diambil pemerintah Israel serta Knesset—parlemen Israel—dengan sangat cepat. Mobilisasi kekuatan militer langsung dilakukan dan dikerahkan ke arah selatan. Seruan beberapa negara, seperti dari pemerintah Indonesia, agar semua pihak menahan diri, jelas tidak didengarkan lagi di tengah luapan kemarahan seperti sekarang. Apalagi dukungan negara-negara besar terhadap apa yang disebut “hak Israel” untuk membela diri semakin kuat. Artinya, eskalasi berbahaya sedang mengancam kawasan ini.

Buyarnya Ketenangan

Aksi saling balas antara Israel dan Hamas sepertinya akan kembali menyulut api konflik di kawasan yang sebenarnya sudah mereda. Timur Tengah sebetulnya akan mencatat sejarah indah dalam beberapa tahun ke depan setelah meredanya suhu kawasan berkat perjanjian damai historis antara Iran dan Arab Saudi, yang disusul penurunan drastis suhu konflik sektarian di berbagai front, seperti di Yaman, Irak, dan Libanon. Perang Suriah juga sudah berhenti karena semua sudah “lelah dan kalah”.

Aksi mengejutkan Hamas itu menggebrak “ketenangan” kawasan. Aksi tersebut disambut dengan sukacita oleh para pemimpin Iran dan kalangan luas dari publik Arab. Kehadiran dan peran Iran diperkirakan  menguat lagi di kawasan ini. Abu Ubaidah, pemimpin Izzuddin al-Qassam, dalam pidatonya menyatakan terima kasihnya yang utama kepada Iran, yang telah memberi dukungan besar, baik persenjataan maupun keuangan. Pilihan serangan militer terhadap Iran sepertinya akan menguat kembali di kalangan pengambil kebijakan di Israel dalam waktu dekat ini.

Negara-negara Arab yang masih “anti-Israel” akan memperkuat sikapnya. Negara-negara Arab yang sudah melakukan hubungan normal dengan Israel diperkirakan terdesak karena opini publik di masyarakat Arab. Sementara itu, negara-negara yang sedang menuju ke arah normalisasi hubungannya dengan Israel ada kemungkinan akan mengendurkan proses menuju ke sana. Yang jelas, serangan Hamas ke Israel dan operasi militer balasan Israel akan mengembalikan sentralitas isu Palestina sekaligus ketegangan di kawasan ini.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus