Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sumber utama gizi masyarakat dalam skala umum dapat berasal dari ikan, daging, dan ayam.
Untuk memenuhi jumlah kebutuhan protein itu, kebutuhan semua jenis daging diperkirakan mencapai 18,17 juta ton.
Stok bahan pangan untuk pemenuhan gizi nasional tidak dalam kondisi baik-baik saja.
RENCANA pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menjalankan program makan bergizi gratis oleh pemerintahan Prabowo Subianto harus disikapi dengan cermat. Dua hal yang perlu dijadikan perhatian khusus oleh pemerintah bukanlah soal penyalurannya, melainkan sumber bahan baku makan bergizi tersebut dan tingkat kecukupannya.
Titik awal ini penting untuk memastikan tidak terjadi kebocoran anggaran karena proses impor bahan makanan yang diperlukan. Sebaliknya, rencana ini berpotensi menumbuhkan rantai ekonomi dalam masyarakat melalui peningkatan bahan baku berbasis usaha masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber utama gizi masyarakat dalam skala umum dapat berasal dari ikan, daging, dan ayam. Ketiga kelompok bahan baku dasar ini bisa dihasilkan masyarakat tanpa harus melakukan impor. Artinya, pemenuhan dapat dilakukan secara lokal, terutama ikan.
Baca Juga:
Jika melihat angka kecukupan gizi yang sekitar 57 gram protein dari 100 gram asupan makanan per hari, sesungguhnya kita memerlukan sekitar 4,4 juta ton protein agar pemenuhan gizi nasional per tahun dapat dilakukan. Angka ini tentu akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebutuhan 4,4 juta ton protein ini diasumsikan untuk memenuhi kebutuhan 278 juta penduduk Indonesia, dengan perbedaan kebutuhan gizi penduduk dewasa sebanyak 45-55 gram per kapita protein per hari. Untuk memenuhi jumlah kebutuhan protein itu, kebutuhan semua jenis daging diperkirakan mencapai 18,17 juta ton. Kebutuhan ini bisa dipenuhi melalui produksi dalam negeri, terutama dari sektor perikanan.
Stok Protein Nasional
Berdasarkan data statistik perikanan 2022, ketersediaan ikan dari penangkapan dan budi daya mencapai 14,42 juta ton di luar rumput laut. Jika produksi udang, tuna, tongkol, dan cakalang didorong untuk ekspor atau dikelompokkan sebagai komoditas premium karena harga rata-rata yang tinggi serta tidak dihitung sebagai alokasi stok bahan baku protein, ketersediaannya mencapai 13,2 juta ton ikan.
Kandungan protein setiap 100 gram ikan adalah 19-28 gram, dengan rata-rata 23,5 gram per ikan. Jika dikalikan dengan ketersediaan ikan yang mencapai 13,3 juta ton, pasokan protein yang diproduksi dari sektor perikanan mencapai 3,1 juta ton. Jumlah ini setara dengan 70,45 persen total kebutuhan protein yang diperlukan oleh 278 juta penduduk.
Adapun, dari sektor peternakan, pada 2022, produksi daging ayam mencapai 3,9 juta ton. Jumlah ini menghasilkan protein sebanyak 1,07 juta ton. Angka itu setara dengan 24 persen kebutuhan protein tahunan setiap penduduk. Sementara itu, untuk daging sapi dengan produksi sebanyak 788 ribu ton daging per tahun, ketersediaan proteinnya sekitar 204 ribu ton protein per tahun. Nilai ini setara dengan 5 persen kebutuhan protein nasional.
Baca Juga:
Dengan asumsi-asumsi tersebut, ketersediaan bahan baku ketiga komoditas itu mencapai 17,9 juta ton. Jumlah ini setara dengan 4,37 juta ton protein. Dengan demikian, sesungguhnya defisit kebutuhan protein nasional yang jumlahnya 4,4 juta ton, hanya sekitar 1 persen. Namun perlu dicatat, hitung-hitungan itu baru asumsi ketersediaan bahan baku dan kebutuhan per tahun.
Indonesia sendiri belum punya sumber bahan baku lain untuk menyangga kebutuhan pangan yang sangat penting jika kemudian terjadi disrupsi dan guncangan. Hal ini menunjukkan bahwa stok bahan pangan untuk pemenuhan gizi nasional tidak dalam kondisi baik-baik saja, bahkan bisa dikatakan mendekati kritis. Pasalnya, potensi bahan baku protein hewani hanya tersedia untuk satu tahun. Dengan asumsi setiap orang makan sekitar 100 gram bahan baku protein, perolehan protein rata-ratanya sebesar 44,87 gram.
Kebutuhan itu dapat berkurang jika asupan bahan baku proteinnya dipangkas menjadi sekitar 50 gram. Namun, konsekuensinya, jumlah masyarakat yang mengalami kekurangan gizi akan bertambah. Jika hal ini terjadi, masyarakat terancam mengalami kondisi kerawanan pangan dan stunting. Realitas ini harus menjadi perhatian semua pihak untuk merancang skema pemenuhan gizi nasional yang terpadu dan tidak parsial. Sebab, pemenuhan gizi sangat menentukan kualitas anak bangsa sebagai generasi penerus.
Untuk mengantisipasi terbatasnya pasokan bahan baku protein, pemerintahan Prabowo perlu mendorong program kemandirian ikan. Setidaknya ada empat langkah penting yang bisa dilakukan. Pertama, mendorong produktivitas budi daya pada tingkat maju. Artinya, tingkat produksi harus dipacu sampai level usaha maksimum, sekitar 18 juta ton per tahun.
Baca Juga:
Kekurangan ketersediaan ikan dari jumlah produksi saat ini bisa didorong melalui pengembangan sejumlah komoditas, seperti ikan mas, bandeng, patin, gurami, dan ikan-ikan lokal lainnya, seperti baung serta sepat. Komoditas lain, seperti udang, lobster, tuna, serta kelompok kerapu dan kakap, bisa diarahkan menjadi komoditas premium karena nilai ekonominya tinggi.
Kedua, menyiapkan aneka asupan dari beberapa varian produk olahan ikan. Pemerintah dapat berfokus pada program penghiliran di sektor perikanan untuk menyangga kebutuhan pangan. Produk yang bisa dihasilkan dari program ini, misalnya, olahan daging ikan. Langkah ketiga adalah memperkuat sistem gudang dan resi pengolahan ikan sebagai langkah penguatan stok bahan baku.
Adapun langkah keempat, yang tak kalah penting, adalah membangun budaya makan ikan sehat dan bergizi. Dengan empat langkah tersebut, pemenuhan gizi masyarakat dapat dipenuhi tanpa khawatir dibayangi oleh kekurangan bahan baku.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.