Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Debat cawapres pada Jumat lalu mencuatkan wacana pengembangan 40 kota setara dengan Jakarta.
Sudah ada sepuluh wilayah yang pemerintah siapkan, dari Cekungan Bandung di Jawa Barat sampai Mamminasata di Sulawesi Selatan.
Pertambahan jumlah penduduk suatu kota juga menuntut peningkatan sarana dan prasarana yang harus disediakan pemerintah serta tentu saja anggarannya.
Nirwono Joga
Pusat Studi Perkotaan
Debat calon wakil presiden pada Jumat, 22 Desember lalu, mengusung tema besar ekonomi, yang meliputi ekonomi kerakyatan dan ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur, serta perkotaan. Dari debat perdana cawapres ini, infrastruktur dapat dikerucutkan menjadi empat kelompok, yakni fisik, regulasi, sosial, dan digital.
Seperti yang sudah diduga, isu infrastruktur fisik memperdebatkan penting atau tidaknya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur dan kemanfaatan pembangunan jalan tol bagi masyarakat berpenghasilan rendah. IKN Nusantara sebagai simbol pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa, pembiayaan pembangunan IKN Nusantara yang masih mengandalkan APBN, serta pemerataan dan keadilan pembangunan kota menjadi pekerjaan rumah (PR) setiap capres-cawapres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagasan cawapres nomor urut 1 untuk mengembangkan 40 kota baru setara dengan Kota Jakarta memancing diskusi luas di media massa dan media sosial. Jika hal itu diimplementasikan, setidaknya rerata ada delapan kota baru yang harus dibangun dalam lima tahun pemerintahannya. Itu pun ternyata bukan kota yang benar-benar baru dibangun dari nol, seperti IKN Nusantara, tapi lebih kepada peningkatan status dan kualitas 93 kota (di luar lima kota administrasi DKI Jakarta) yang sudah ada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020, klasifikasi 98 kota berdasarkan jumlah penduduk adalah 1 kota kecil (20-50 ribu jiwa), 8 kota sedang (50-100 ribu jiwa), 58 kota besar A (100-500 ribu jiwa) dan 13 kota besar B (500 ribu-1 juta jiwa), 13 kota metropolitan (1-5 juta jiwa), serta 1 kota megapolitan (> 5 juta jiwa).
Jumlah penduduk yang membesar akan berpengaruh pada sarana dan prasarana infrastruktur kota/kawasan perkotaan yang harus disediakan pemerintah. Dari infrastruktur fisik (jalan, saluran air, jaringan utilitas listrik/air/gas, dan rumah/hunian vertikal), infrastruktur regulasi yang kuat (rencana tata ruang wilayah, rencana detail tata ruang kota, dan APBD), infrastruktur sosial yang merata dan berkeadilan (akses air bersih dan sanitasi higienis untuk mencegah stunting serta permukiman dan hunian layak serta sehat), dan infrastruktur digital yang andal (jaringan listrik energi terbarukan dan Internet untuk menunjang kegiatan sekolah/kerja serta usaha warga/UMKM/ekonomi kreatif).
Sederhananya, kota terlihat rapi (semua infrastruktur kota tertata dan teratur, masyarakat tertib, serta transportasi publik memadai), bersih (sampah terolah dan bebas dari polusi udara/suara/air), serta sehat dan bahagia (warga riang berjalan kaki di trotoar dan bermain ke taman serta berolahraga). Pembangunan permukiman dan pusat kegiatan kota (perkantoran, perniagaan, sekolah, pasar/pusat belanja, dan taman) dekat atau terintegrasi dengan jaringan sistem transportasi publik. Warga cukup berjalan kaki atau bersepeda ke berbagai tempat tujuan aktivitas harian (warung/toko/pasar, sekolah, working space/virtual office, dan taman) dalam 10-15 menit atau menggunakan transportasi publik ke luar permukiman.
Pembangunan infrastruktur perkotaan bisa menjadi sarana bagi pemerintah untuk melakukan pemerataan pembangunan kota di Jawa dan luar Jawa. Pemerintah harus melakukan penguatan kota metropolitan berdaya saing global serta pengembangan kota besar, sedang, kecil, dan metropolitan di luar Jawa yang terkoneksi baik. Selain itu, pengembangan keterkaitan desa-kota yang tidak eksploitatif dan saling menguntungkan, penerapan sempadan pertumbuhan perkotaan secara tegas.
Sebenarnya sudah ada sepuluh wilayah perkotaan yang disiapkan pemerintah, yakni Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi); Cekungan Bandung (Bandung, Bandung Barat, Sumedang, dan Cimahi); Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, dan Purwodadi); Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan); Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo); Patungraya Agung (Palembang, Betung Banyuasin, Indralaya/Ogan Ilir, dan Kayuagung/Ogan Komering Ilir); Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan); Banjarbakula (Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala, dan Tanah Laut); Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar); serta Bimindo (Bitung, Minahasa, Minahasa Utara, Manado, dan Tomohon). Demikian tertera pada Visi Perkotaan 2045 yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2020.
Terakhir, tapi terpenting, yakni soal pembiayaan pembangunan infrastruktur perkotaan. Pada Hari Kota-kota Dunia, 31 Oktober 2023, UN Habitat mengangkat tema Financing Sustainable Urban Future for All yang menekankan pentingnya pembiayaan berkelanjutan bagi masa depan kota. Pemerintah didorong mengeksplorasi cara membuka transformasi investasi dalam perencanaan kota dan mendesentralisasi pembiayaan pembangunan ke 514 kota/kabupaten.
Inisiatif pembiayaan kota berkelanjutan bertujuan untuk mendukung perkembangan ekosistem masyarakat sebagai upaya mengurangi emisi karbon dan meningkatkan kualitas hidup warga kota. Ini membuat aliran pendanaan konsisten dengan jalur menuju emisi gas rumah kaca yang rendah dan pembangunan kota yang berketahanan iklim.
___________________________________________________________________________
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo