Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menggelar seleksi komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
Kinerja pimpinan OJK saat ini belum optimal.
Mencari komisioner OJK yang mampu menjadi pengawas industri keuangan.
TAHUN ini semestinya menjadi momen spesial bagi Otoritas Jasa Keuangan. Juli nanti, genap sepuluh tahun lembaga ini bekerja. Pada saat bersamaan akan terjadi pergantian Dewan Komisioner OJK, yang para kandidatnya tengah disortir panitia seleksi bentukan presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun rasanya dua hajatan besar itu tak pantas dirayakan. Rapor lembaga ini masih merah menyala. Sementara itu, pemilihan calon Dewan Komisioner OJK yang di ujung nanti akan ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat juga penuh tanda tanya. Bisakah seleksi kali ini menghasilkan komisioner yang mampu mencopot label gagal di tubuh OJK?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedekade lalu, OJK dibentuk dengan mimpi besar memperkuat pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Fungsi pengawas perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan lain dilebur dalam satu entitas baru. Harapannya, regulator bisa lebih tanggap merespons perkembangan industri, termasuk mengantisipasi berbagai risikonya.
Wajah OJK sekarang masih jauh dari harapan itu. Kisruh PT Bank Mayapada Tbk, PT Bank KB Bukopin Tbk, dan lima bank bermasalah lain yang mencuat pada 2020 menunjukkan betapa tumpulnya lembaga ini dalam menindak pelanggaran ketentuan pemberian kredit, penyelewengan dana nasabah, dan pemenuhan kecukupan modal di bank-bank tersebut.
Skandal PT Asuransi Jiwasraya juga pantas bikin kita makin waswas. Pengawasan OJK juga luar biasa lembek pada industri keuangan nonbank dan pasar modal. Tumbalnya bukan hanya jutaan nasabah pemegang polis yang dananya amblas, tapi juga anggaran negara yang kini terpaksa harus ikut menanggung ongkos untuk merestrukturisasi utang Jiwasraya.
Itu sebabnya, panitia seleksi Dewan Komisioner OJK periode 2022-2027 harus memastikan daftar nama yang nanti diuji di Senayan hanya diisi oleh para profesional yang memiliki integritas tinggi, rekam jejak bersih, dan bebas dari kepentingan politik kelompok tertentu.
Tantangan yang dihadapi OJK kini makin berat seiring dengan terus berkembangnya sektor finansial. Total aset sistem keuangan Indonesia telah berlipat dibanding sepuluh tahun lalu. Per akhir November 2021, nilainya mencapai Rp 20.994 triliun, delapan kali anggaran belanja negara. Setiap guncangan pada sektor ini bisa amat fatal dampaknya, bukan tak mungkin menyeret ekonomi Indonesia ke lubang resesi.
Risikonya belakangan bahkan meningkat. Pandemi Covid-19 telah membuat kualitas aset tersebut turun. Industri perbankan, penyumbang terbesar aset industri keuangan, terjepit lonjakan kredit bermasalah akibat lesunya ekonomi. Untuk sementara, persoalan ini memang masih tersembunyi dalam program restrukturisasi—yang ketentuannya diperlonggar di sana-sini demi mencegah krisis. Tapi langkah ini sebenarnya juga menyimpan bom waktu, yang ledakannya tak bisa ditahan lagi ketika ekonomi berangsur pulih dan pelonggaran ketentuan restrukturisasi berakhir.
Komisioner baru OJK kelak harus cepat dan tegas membenahi bobroknya kinerja pengawasan lembaga ini. Sejarah kelam ambruknya sektor keuangan pada krisis 1998 semestinya sudah cukup menjadi pelajaran pentingnya pengawasan yang kuat terhadap industri ini. Pada saat yang sama, pimpinan OJK juga harus segera membawa lembaga ini berlari kencang mengatasi ketertinggalan dari derap industri keuangan yang bergerak supercepat di era kemajuan teknologi informasi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo