Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEMANFAATKAN momentum pengusutan perkara Ferdy Sambo, Kepolisian Republik Indonesia harus habis-habisan berbenah diri dan tidak membiarkan kesempatan baik ini berlalu begitu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memimpin Divisi Profesi dan Pengamanan Polri sejak November 2021, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo dituduh terlibat pembunuhan ajudannya, Brigadir Yosua Hutabarat, pada awal Juli 2022. Ia pun ditengarai melibatkan kolega-koleganya buat menutupi keterlibatannya dalam kejahatan itu. Perkara pidana ini jelas tak hanya melibatkan “oknum”, melainkan 97 anggota kepolisian berbagai pangkat. Ferdy telah dicopot dari jabatannya dan dipecat dari kepolisian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ferdy tentu saja bukan perwira kepolisian dengan pangkat tertinggi yang pernah terjerat hukum. Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Susno Duadji divonis tiga setengah tahun penjara dalam perkara korupsi pada 2012. Gubernur Akademi Kepolisian Inspektur Jenderal Djoko Susilo dihukum 10 tahun bui, juga untuk perkara korupsi, pada 2013. Sejumlah perwira tinggi belakangan juga terlibat dalam kasus suap oleh pengusaha Joko Tjandra.
Sayangnya, perkara-perkara itu lewat begitu saja, tanpa dibarengi pembenahan di kepolisian. Mereka sering kali saling melindungi dan bahkan melakukan perlawanan. Satu di antaranya adalah ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Wakil Kepala Polri saat itu, sebagai tersangka kasus rekening gendut pada 2015. Perlawanan ini membuat kasus dugaan gratifikasi dihentikan, karier Budi berlanjut hingga kini menduduki kursi Kepala Badan Intelijen Negara. Walhasil, setiap kesempatan pembenahan menguap tak berbekas.
Skandal Ferdy Sambo semestinya tak lagi dibiarkan berlalu. Keterlibatan masif personel kepolisian dalam upaya penyelamatan perwira 48 tahun itu jelas menunjukkan problem akut. Apalagi sebagian di antaranya merupakan petinggi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri yang seharusnya bertugas menegakkan disiplin, etik, dan profesionalisme anggota Polri. Tindakan itu jelas mempengaruhi kredibilitas penanganan perkara oleh kepolisian, termasuk perkara besar semacam penembakan anggota Front Pembela Islam di kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek pada akhir 2020.
Langkah awal perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mengusut pembunuhan Yosua. Para penyidik harus menjauhkan spirit korps, memastikan semua yang terlibat penembakan bintara itu mendapat hukuman. Proses hukum terhadap mereka yang mengganggu penyelidikan—seperti merusak dan menghilangkan barang bukti, merekayasa cerita kejadian, dan menggalang dukungan buat Ferdy Sambo—pun harus dijalankan dengan serius.
Publik mengikuti secara rinci perkembangan kasus ini. Presiden Joko Widodo pun telah memerintahkan Kepala Kepolisian Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar mengusut kejahatan ini secara transparan. Tak ada cara lain dan tak ada jalan mundur: Kepolisian harus mengikuti perintah itu, memastikan mereka yang terlibat memperoleh sanksi sesuai dengan derajat kesalahan masing-masing.
Secara simultan, pemerintah juga Dewan Perwakilan Rakyat perlu merancang reformasi Polri secara sistematis. Meski, banyak orang mungkin pesimistis: benarkah DPR memiliki kemauan (dan kemampuan) soal ini. Terutama setelah melihat pernyataan kosong mayoritas politikus Senayan ketika Jenderal Listyo menjelaskan penanganan hukum perkara ini pada pertengahan Agustus lalu.
Kelompok masyarakat sipil perlu diajak memperbaiki kepolisian. Pelibatan tokoh-tokoh kredibel dalam reformasi Tentara Nasional Indonesia pada awal 2000-an bisa menjadi preseden. Dulu, mereka diikutkan antara lain dalam penertiban bisnis tentara yang telah merusak mental petinggi militer selama Orde Baru. Kini, masyarakat sipil bisa ikut menyusun peta jalan reformasi kepolisian, yang akan memastikan pengisian jabatan-jabatan institusi dilakukan dengan menganut meritokrasi.
Perbaikan kepolisian akan membawa manfaat besar bagi demokrasi. Sebab, selain “presisi” dalam menjalankan tugas-tugas pengamanan, kepolisian yang baik akan menegakkan hukum secara tanpa pandang bulu. Di situlah skandal Ferdy Sambo dan jaringannya bisa memberi “manfaat” buat negara.
Artikel:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo