Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah murid di berbagai daerah tertular Covid-19 setelah mengikuti pembelajaran tatap muka.
Pemerintah khawatir skor PISA Indonesia merosot jika pendidikan jarak jauh diteruskan.
Sejumlah kepala daerah mengoreksi kebijakan pembelajaran tatap muka.
RATUSAN siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berbaris di aula sekolah pada Jumat, 4 Februari lalu. Hari itu mereka antre mengikuti tes usap setelah belasan murid terjangkit Covid-19 selama pembelajaran tatap muka di tengah merebaknya varian Omicron. Belasan tenaga kesehatan berbaju hazmat bersiap menyeka hidung dan tenggorokan para murid dan guru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala SMA Negeri 2 Bantul, Ngadiya, mengungkapkan lembaganya menggelar tes reaksi berantai polimerase (PCR) karena 17 siswa dinyatakan positif Covid-19. Sebanyak 895 murid dan guru mengikuti tes yang diadakan selama dua hari pada 4-5 Februari lalu. “Siswa dan guru diimbau tidak bepergian sebelum hasil tes keluar,” kata Ngadiya di Bantul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang siswa yang positif terkena virus corona, Rafi Satriyo Aji, merasakan gejala pusing, sakit tenggorokan, batuk, dan pilek mulai 28 Januari lalu. Ayah Rafi, Suryawan Raharjo, lalu mengisolasi anaknya di kamar praktik yang digunakan istrinya, dokter di Bantul.
Siswa dan guru SMA Negeri 2 Bantul menjalani swab PCR massal setelah 17 siswa terkonfirmasi positif Covid-19 di aula sekolah, Yogyakarta, 4 Februari 202. TEMPO/Shinta Maharani
Hasil tes antigen pada 30 Januari lalu menunjukkan Rafi positif terjangkit Covid-19. Adapun Suryawan, istri, dan adik Rafi dinyatakan negatif. Rafi langsung menghubungi wali kelas untuk memberi kabar bahwa dia terinfeksi virus corona. “Kami curiga Rafi terkena varian Omicron,” ujar Suryawan, yang menilai putranya bergejala ringan.
Kepala SMA Negeri 2 langsung memerintahkan 34 siswa dan guru yang sekelas dengan Rafi menjalani tes PCR pada 31 Januari lalu. Dua hari kemudian, 16 siswa lain dinyatakan positif. Suryawan juga menerima informasi melalui grup WhatsApp komite sekolah bahwa ada dua orang tua murid positif Covid-19 setelah hasil tes anak mereka keluar.
Rafi dan belasan temannya kini menjalani karantina di Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 di Kecamatan Bambanglipuro, Bantul. “Anak-anak kami bergejala ringan,” kata Ngadiya, Kepala SMA Negeri 2 Bantul. Ngadiya telah menyetop pembelajaran tatap muka di sekolahnya sampai 11 Februari 2022.
Di Yogyakarta, kluster sekolah tak hanya terjadi di SMA Negeri 2 Bantul. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta Didik Wardaya menyebutkan ada 43 murid dan guru di Sekolah Al Azhar, Kabupaten Sleman, yang positif Covid-19. Mereka diisolasi di Asrama Haji Yogyakarta sejak 31 Januari lalu.
Kasus di Al Azhar bermula dari seorang siswa sekolah menengah pertama yang meriang sejak pekan terakhir Januari lalu. Hasil tes PCR murid itu positif. “Penularan masif karena siswa tersebut tinggal di asrama,” ujar Didik.
Dinas Kesehatan Kota Semarang juga mendeteksi penularan virus corona di sekolah. Kepala Dinas Kesehatan Abdul Hakam menyatakan ada kasus positif yang ditemukan di sekolah selama pembelajaran tatap muka pada Januari 2022. Tapi Hakam menolak menyebutkan nama sekolah dan daerah penyebarannya.
Hakam menjelaskan, timnya mengambil sampel tes usap terhadap lebih dari 27 ribu siswa di Semarang sejak September 2021. Dinas menemukan perbandingan kasus positif dan sampel atau positivity rate mencapai 0,6 persen. Artinya, sedikitnya ada 160 kasus positif di sekolah. “Data itu menjadi pertimbangan memperketat pembelajaran di kelas,” tuturnya.
Virus corona pun merebak di sekolah yang berada di Ibu Kota dan sekitarnya. Aliya, siswa Sekolah Menengah Kejuruan Tamansiswa 1, Jakarta Pusat, dinyatakan positif Covid-19 setelah menjalani tes usap pada 21 Januari lalu. Ia merasakan flu dan batuk ketika masuk sekolah sepekan sebelumnya.
Setelah tahu terkena corona, Aliya memberi tahu guru dan teman sekelasnya. Mereka disebut sudah menjalani tes dan hasilnya negatif. Sedangkan Aliya menjalani karantina di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat, mulai 22 Januari lalu.
Ketika Aliya mendaftar di lantai dasar Tower 6, puluhan pasien antre. Tak ada bangku yang lowong di sana sehingga calon pasien karantina ada yang duduk di tenda. “Ruangannya penuh,” ujar perempuan 16 tahun ini.
Sehari menginap di Wisma Atlet, Aliya menerima kabar ibunya tak enak badan. Menjalani tes pada 24 Januari lalu di Pusat Kesehatan Masyarakat Kemayoran, ibu Aliya baru mengetahui hasilnya positif tiga hari kemudian. Aliya masih tinggal di rumah ketika badannya mulai meriang. Ibu Aliya akhirnya ikut diisolasi di Wisma Atlet mulai 28 Januari lalu.
Pada 2 Februari lalu, Aliya pulang dari Wisma Atlet walau hasil tes PCR belum negatif. Dia mempertanyakan pemberian izin keluar dari dokter karena ia masih batuk. Namun perawat menyebutkan indikator CT Value Aliya sudah baik sehingga virus tak menular jika dia pulang.
Dila, siswa sekolah menengah atas negeri di Kota Bogor, Jawa Barat, positif Covid-19 sejak 30 Januari lalu. Dua hari sebelumnya, napas Dila terasa sesak sepulang dari sekolah. Melaporkan keadaan itu kepada orang tua, Dila disarankan mengikuti tes usap yang diadakan sekolah. “Ternyata benar aku positif padahal sudah divaksin dua kali,” kata Dila, 18 tahun.
Sejumlah siswa saat mengikuti Pembelajaran Tatap Muka 50 persen di SDN Cilangkap 01 Pagi, Jakarta, 4 Februari 2022. TEMPO/Subekti.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno menyebutkan terdapat 85 guru dan murid yang terjangkit virus corona di sekolah. Kasus itu berasal dari 19 sekolah. Rinciannya tiga sekolah dasar, lima sekolah menengah pertama, dan sebelas sekolah menengah atas.
Menurut Sri, kluster sekolah pertama kali ditemukan di Kota Bogor pada 26 Januari lalu. Waktu itu Dinas baru menemukan 19 kasus positif yang berasal dari lima sekolah. Melacak kontak erat pasien, tim Dinas menemukan puluhan kasus lain. “Semua pasien bergejala ringan dan sekarang menjalani isolasi mandiri di rumah,” ucapnya.
•••
MEMIMPIN rapat terbatas secara virtual dari Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 31 Januari lalu, Presiden Joko Widodo meminta anak buahnya mengevaluasi sistem pembelajaran tatap muka di sekolah. “Saya minta evaluasi untuk pembelajaran tatap muka, khususnya di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten,” kata Jokowi.
Presiden meminta para menteri berhati-hati menyikapi penyebaran virus corona varian Omicron. Mencuplik data kenaikan angka kasus, Presiden menyebutkan jumlah kasus aktif melonjak 910 persen dalam tiga pekan. Pemerintah mencatat baru ada 6.108 kasus pada 9 Januari, lantas naik drastis menjadi 61.718 kasus pada 30 Januari lalu.
Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto, yang hadir dalam rapat itu, mengatakan Presiden berulang kali mengingatkan menterinya agar berhati-hati memutuskan soal sekolah tatap muka. Jokowi tak mau sekolah tatap muka memicu penyebaran varian Omicron.
Menurut Agus, Presiden berpatokan pada surat keputusan bersama (SKB) empat menteri tentang kegiatan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19. Salah satu isinya: menghentikan aktivitas sekolah selama 14 hari jika ditemukan kluster penularan corona. “Provinsi yang laju penularannya tinggi harus waspada, jangan sampai kasusnya bertambah parah.” ujar Agus menirukan pesan Presiden.
Seorang peserta lain dalam rapat itu bercerita, Jokowi menyebutkan sejumlah lokasi di sekolah yang berpotensi menjadi titik penularan, seperti halaman parkir dan kantin. Presiden memerintahkan pihak sekolah agar menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan mewaspadai aktivitas para murid di tempat kerumunan.
Kegiatan pembelajaran tatap muka diputuskan dimulai pada semester genap 2022. Menurut seorang pejabat yang terlibat dalam penanganan pagebluk corona, pemerintah mencermati penilaian kualitas pendidikan versi Programme for International Student Assessment (PISA), yang dirilis Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) di Prancis.
Petugas kesehatan mendata murid-murid SMP Bandung sebelum swab ditengah meningkatnya penularan Covuid-19 di Bandung, Jawa Barat, 25 Januari 2022. TEMPO/Prima Mulia
Menurut pejabat ini, mengutip studi OECD, pandemi Covid-19 berpotensi menurunkan skor PISA milik Indonesia. Pada 2018, skor PISA Indonesia adalah 371 dan diprediksi melorot menjadi 335 setelah masa pagebluk corona. (Baca: Alasan Utama Pemerintah Membuka Pembelajaran Tatap Muka)
Pemerintah juga mencermati studi Bank Dunia yang menyebutkan proyeksi pendapatan tahunan seorang murid di Indonesia pada masa depan akan berkurang dari US$ 5.783 menjadi US$ 5.205. Pemerintah, kata pejabat ini, khawatir dampak tersebut terwujud apabila sekolah terus ditutup.
Dua hari setelah rapat terbatas, sejumlah kepala daerah mengoreksi kebijakan pembelajaran tatap muka. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengizinkan sekolah di Kota Bogor menghentikan aktivitas di kelas. Sedangkan Gubernur Banten Wahidin Halim memutuskan kegiatan belajar di sekolah menengah atas dan kejuruan hanya berlaku 25 persen.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengusulkan kepada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menyetop pembelajaran tatap muka selama sebulan. “Kami usul seratus persen pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah saja,” ucap Anies. Pemerintah DKI tak bisa menghentikan kegiatan itu karena kebijakannya diatur dalam SKB empat menteri.
Menurut dua orang dekatnya, Anies menerima masukan dari berbagai pihak sebelum mengusulkan pembelajaran jarak jauh, antara lain dari para orang tua murid dan perkumpulan dokter anak di Jakarta. Mereka khawatir laju penularan virus pada anak-anak makin tinggi jika pertemuan tatap muka di kelas tetap dilanjutkan.
Anies juga mendengar prediksi penambahan jumlah kasus positif dari Dinas Kesehatan. Kasus harian disebut-sebut bisa menembus 200 ribu jika tak dilakukan pembatasan. Menurut data Dinas Kesehatan, potensi lonjakan angka kasus positif paling besar terjadi pada kelompok umur 11-20 tahun.
Kepada Menteri Luhut, Anies menjelaskan sejumlah indikator kenaikan angka kasus Covid-19 di Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta, misalnya, telah mengkonfirmasi 222 kasus varian Omicron dan 1.567 kasus lain masih berstatus probable varian Omicron. “Kita harus mengurangi risiko penularan virus yang dihadapi oleh para siswa,” tutur Anies.
Kepala Bidang Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taga Radja Gah menyebutkan sudah ada 99 sekolah ditutup dan ditemukan 222 kasus positif Covid-19 di kelas. Temuan paling banyak terjadi di tingkat pendidikan dasar dengan jumlah 37 sekolah. Data itu diperoleh dari pengambilan sampel tes PCR terhadap 30.550 peserta didik di 507 sekolah di Jakarta.
Menjawab usul Anies, Luhut meminta pemerintah daerah memperlakukan sektor pendidikan seperti halnya sektor lain. “Kami berharap sektor pendidikan mendapat perlakuan yang sama jika sektor lain tetap dibuka karena pendidikan juga memiliki urgensi yang sama,” kata juru bicara Luhut, Jodi Mahardi.
Menurut Jodi, surat keputusan bersama empat menteri sudah memuat aturan main yang ketat dan detail mengenai aktivitas belajar di kelas saat masa pandemi. Salah satunya para orang tua siswa dapat menentukan anaknya untuk mengikuti pelajaran di kelas atau pembelajaran jarak jauh.
Pembelajaran secara daring di SMA Negeri 7 Denpasar, usai temuan 20 siswa positif Covid 19, di Denpasar, Bali, 31 Januari 2022. ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi lantas menerbitkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2022 tentang diskresi terhadap pelaksanaan SKB empat menteri pada 2 Februari 2022. Warkat itu menyatakan sekolah di wilayah yang menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 2 dapat menggelar pembelajaran dengan kapasitas maksimal 50 persen.
“Penekanan ada pada kata ‘dapat’. Artinya, sekolah yang berada di wilayah yang pandeminya terkendali bisa melaksanakan aktivitas belajar di kelas dengan kapasitas siswa hingga seratus persen,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Suharti.
Surat edaran itu menerangkan perubahan aturan jumlah siswa di kelas hanya berlaku pada wilayah PPKM berstatus level 2. Sekolah di daerah PPKM dengan level 1, 3, dan 4 tetap mengacu pada surat keputusan bersama empat menteri. Para orang tua atau wali siswa diberi pilihan untuk mengizinkan anaknya mengikuti pembelajaran di kelas atau jarak jauh.
Suharti mengatakan lembaganya terus memantau perkembangan lonjakan angka kasus Covid-19 yang terjadi di sejumlah daerah, termasuk DKI Jakarta. Ia meminta kepala daerah dan pihak sekolah menyelenggarakan kegiatan belajar dengan protokol kesehatan yang ketat. “Pemerintah daerah berperan mengawasi aktivitas pembelajaran di kelas,” ucapnya.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah Yanuarso mengatakan pemerintah seharusnya menghentikan pembelajaran tatap muka di sekolah ketika positivity rate melebihi 8 persen. Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 4 Februari lalu menunjukkan angka positivity rate 10,29 persen. “Pemerintah sudah waktunya menarik rem darurat,” kata Piprim.
JULNIS FIRMANSYAH (JAKARTA), SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA), ADE RIDWAN (DEPOK), M.A. MURTADHO (BOGOR), JAMAL A. NASHR (SEMARANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo