Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DERETAN piala dan piagam penghargaan tertata rapi di ruang guru Sekolah Dasar Negeri 023 Dara, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Prestasi itu merupakan hasil program Pendidikan Guru Penggerak yang diterapkan Erniwati yang pernah menjadi Kepala SDN 023 Dara pada Oktober 2020- Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Erniwati menuturkan, sederet prestasi itu bermula dari keikutsertaan siswanya dalam Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 2021. “Saya waktu itu menangkap peluang FLS2N menjadi kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan kegiatan pembelajaran yang didapatkan di sekolah,” kata Erniwati ketika ditemui Tempo di Polewali Mandar, Rabu, 30 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, menurut dia, jajaran guru sempat ragu terlibat karena SDN 023 Dara tidak terbiasa mengikutkan siswa dalam perlombaan. Ia berusaha meyakinkan rekan-rekannya agar siswa diikutkan saja sambil mempersiapkan calon peserta yang berpotensi menjadi juara. "Ketika bersepakat, kami mulai melakukan seleksi dengan setiap wali kelas menyodorkan nama siswa yang memiliki bakat seni," ujarnya.
Hasilnya, dua siswa binaan Erniwati lolos sebagai finalis tingkat nasional. Mereka adalah Eklesya Junita, finalis lomba menyanyi solo putri; dan Muhammad Nur Azizi, finalis lomba kriya anyam.
Erniwati mengaku memiliki prinsip, ketika mengikuti suatu perlombaan, penampilan harus total. Apa pun hasilnya, diperlukan persiapan yang matang. Untuk melatih kualitas vokal Eklesya, misalnya, sekolah mendatangkan pelatih profesional.
Konsep serupa ia terapkan ketika meminta salah seorang guru sekolah menengah kejuruan di Polewali Mandar mengajari siswa SDN 023 Dara seni pantomim. "Hasilnya, dua siswa kami, Aswar dan Sahril, jadi juara II FLS2N tingkat provinsi kategori pantomim," katanya.
Selain itu, prestasi SDN 023 Dara tidak terlepas dari penerapan program Guru Penggerak. Modul pelatihan yang Erniwati dapatkan selama sembilan bulan mengikuti lokakarya ia tuangkan dalam program bernama Gerakan Serentak Budaya Literasi (Geser Buli). "Programnya itu rancangan bersama guru dan atas persetujuan komite sekolah," ucapnya.
Program ini, Erniwati menambahkan, bertolak dari keresahannya ketika awal menjadi kepala sekolah di sana. Dia melihat banyak buku bacaan dan buku pelajaran yang masih tersegel. Ia pun mencari gagasan agar buku itu dibaca sehingga transformasi pengetahuan anak didik lebih optimal.
Ia mulai membiasakan sekitar 170 siswa SDN 023 Dara membaca buku. Setiap siswa diberi akses agar dapat mulai meminjam buku sekolah. Siswa juga diminta meluangkan waktu minimal 10 menit untuk membaca di rumah.
Setelah siswa mulai rutin mengganti buku yang dipinjam, Erniwati mengajak guru-guru melakukan refleksi atas program Geser Buli yang telah dijalankan. Ia bersama guru bersepakat siswa kelas IV, V, dan VI wajib menuliskan ulang bacaan mereka. “Hasilnya ada yang menulis beberapa halaman, ada yang cuma satu paragraf, ada satu kalimat saja, ada malah yang tidak menulis sama sekali.”
Untuk memudahkan siswa menuliskan ulang gagasan dari bacaan, Erniwati menggunakan metode apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana alias 5W+1H sehingga alur tulisan lebih terstruktur. "Ternyata ada kendala lagi dalam penerapan. Anak yang mendapat pendampingan orang tuanya di rumah bisa membuat tulisan yang lebih bagus dan panjang, sedangkan anak yang tidak mendapat pendampingan tulisannya lebih pendek," katanya.
Namun Erniwati tak bisa memaksa setiap orang tua siswa mendampingi anak masing-masing ketika belajar di rumah. Menurut dia, pekerjaan orang tua murid yang mayoritas petani penggarap tidak memungkinkan pendampingan itu. "Bahkan ada orang tua murid yang tidak bisa baca-tulis," ujarnya.
Karena itu, ia bersama para guru mencari solusi lain, yakni membuat kelompok belajar bagi siswa yang tak mendapat pendampingan orang tua ketika mendapat tugas membaca di rumah. Kelompok itu berisi lima-enam siswa. Program ini membuahkan hasil. Salah satu siswanya, Annisa Azzahra Nurul Syifa, menjadi juara lomba puisi dan cerita tingkat kabupaten.
Erniwati juga berupaya meningkatkan kapasitas para guru. Upaya perdananya adalah memberikan pengetahuan digital kepada guru. Awalnya ia membiasakan guru mengajar dengan proyektor liquid-crystal display atau LCD. Kemudian mereka mulai dikenalkan dengan aplikasi pembuat materi ajar seperti PowerPoint, Canva, serta Excel. "Guru belajar itu ketika jam pulang sekolah sampai sore."
Guru kelas VI SDN 023 Dara, Fadillah, mengatakan, selama di bawah kepemimpinan Erniwati, terjadi perubahan luar biasa di sekolahnya. “Salah satunya dengan peningkatan kapasitas penggunaan laptop sehingga bisa membuat format penilaian secara digital,” ucap guru yang telah mengajar selama 15 tahun di SDN 023 Dara tersebut.
IRSYAN HASYIM
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo