Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEUSAI senam rutin setiap Sabtu pagi, Ermayati langsung berkutat dengan laptopnya di ruang kepala sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pulau Burung. Ia tidak sendirian, Kepala Sekolah Khaidir Rahman juga melakukan hal yang sama di hadapannya. Mereka berdiskusi perihal literasi. “Saya masih meninjau naskah cerita pendek yang mau kita terbitkan,” kata Ermayati, yang juga mengajar bahasa Inggris di sekolah itu, kepada Khaidir.
Ermayati menjadi kurator sekaligus penyunting naskah cerita pendek untuk buku antologi cerita pendek kolaborasi antara guru dan siswa SMPN 1 Pulau Burung di Kabupaten Indragiri Hilir. Rencananya buku itu akan diterbitkan pada akhir Desember 2022. Hasil diskusi Ermayati dan Khaidir akan dipresentasikan di hadapan majelis guru selepas jam sekolah. Persamuhan yang mereka sebut Kelompok Belajar Sahabat itu tidak pula formal. Di dalamnya hanya ada guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut.
Ermayati juga menjabat Ketua Komunitas Belajar Sahabat. Dia juga yang memberi nama komunitas itu. “Sahabat itu kan orang yang selalu mengingatkan kita. Tidak selalu meluruskan hal yang kita mau, tapi juga mengingatkan kesalahan kita,” ucap Ermayati menjelaskan arti nama komunitasnya. Gagasan pembentukan komunitas ini datang dari Khaidir. Ide ini muncul ketika Khaidir mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak angkatan 1.
“Prinsip terbentuknya Komunitas Belajar Sahabat adalah kesetaraan,” ucap Khaidir. Menurut Khaidir, Komunitas Belajar Sahabat juga merupakan ruang aman guru untuk bersambat mengenai semua yang berhubungan dengan kegiatan mengajar. Ia merasa setiap guru perlu terbuka ihwal perasaannya. Sebab, setiap guru memiliki kendala yang berbeda ketika mengajar.
Contohnya Ahmad Baedowi. Ia mengampu mata pelajaran matematika di sekolah itu. Sudah dua tahun ia bertugas sebagai guru di sana. Ketika mengajar, Ahmad pernah mendapatkan kesulitan dalam menangani muridnya. “Biasanya banyak murid yang bolos sekolah,” ujarnya menceritakan masalah yang ia alami. Ketika murid tidak masuk sekolah, Ahmad melanjutkan, mereka akan tertinggal pelajaran. “Kadang bingung mau bagaimana menindaknya,” kata pria asal Banyuwangi, Jawa Timur, ini.
“Saya sering kali menunggu datangnya Sabtu. Tidak sabar berjumpa dengan teman-teman guru di Komunitas Belajar Sahabat,” tutur Ahmad. Dia acap menyampaikan kendalanya selama mengajar di komunitas itu dan meminta berbagai saran dari para koleganya. Ahmad juga beberapa kali meminta saran Khaidir perihal kendala-kendala yang ia rasakan. Khaidir selalu menyarankan untuk melakukan pendekatan emosional kepada murid guna menanyakan kendalanya.
Khaidir juga meminta setiap guru sowan ke rumah wali murid. “Kalau anaknya memiliki masalah akademis di sekolah, orang tua susah dimintai untuk datang ke sekolah,” katanya. Bukan tanpa alasan, hal itu disebabkan mayoritas wali murid bekerja sebagai buruh di pabrik pengolahan kelapa. Jam kerja para buruh ini terbagi dalam tiga gelombang. “Orang tua terkadang tak sempat untuk menanyakan keseharian anaknya di sekolah,” tutur Khaidir.
Suryani, guru bimbingan konseling di sekolah itu, mengatakan setiap murid hanya butuh teman bicara dan didengarkan. Ketiadaan hal itu berimbas pada minat belajar murid. “Mereka sering bolos sekolah,” tuturnya. Perempuan kelahiran Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, itu kerap menemui tingkah murid yang seperti itu. Ia juga kerap menanyakan alasan murid melakukannya. “Untuk apa belajar, Bu? Orang tua kami juga tidak peduli,” Suryani meniru ucapan muridnya.
Setelah Khaidir mengikuti program Guru Penggerak, SMPN 1 Pulau Burung juga tergabung di Program Sekolah Penggerak yang menuntut semua elemen di dalamnya mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian. Para siswa, misalnya, mulai mengikuti Kurikulum Merdeka. Selain itu, guru dituntut memiliki paradigma baru dalam pembelajaran. Hal tersebut menuntut guru untuk lebih kreatif. “Saya juga mengajak guru untuk mengikuti pelatihan online terkait dengan pembelajaran,” kata Khaidir.
Hasil pelatihan yang didapat oleh guru yang mengikuti program nanti akan dibagikan kepada koleganya di Komunitas Belajar Sahabat. “Kami menyebutnya semacam team teaching,” Khaidir menjelaskan. Seperti pada Sabtu, 3 Desember lalu, setelah semua murid pulang ke rumah, semua guru berkumpul di ruangan laboratorium komputer. Mereka sudah menyepakati persamuhan hari itu bertema literasi. “Di sinilah komunitas berkumpul. Ruangan yang paling layak,” ujar Khaidir, menunjukkan satu-satunya ruangan yang dibangun dengan fondasi dari batu dan memiliki ubin.
GERIN FRIO PRANATA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo