Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
YOSPINA Nauwe, ibu Sonya Elly, selalu mendorong putrinya menjadi guru. Dorongan itu menjadi bekal Sonya untuk mengabdikan diri sebagai guru. Dia cukup punya pengalaman mengajar sebelum dikukuhkan menjadi guru di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Ambon pada 2011. Sebelumnya Sonya menjadi guru praktik pengalaman lapangan di SMA Xaverius—salah satu SMA Katolik di Kota Ambon—pada 2004. Dia menjadi andalan di sekolahnya saat ini. Cara mengajarnya tak sama dengan kebanyakan guru lain. Ia memakai pendekatan kreatif dengan mengenali bakat murid-muridnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sonya, setiap murid memiliki pengalaman berbeda. Ada yang dengan mudah memahami pelajaran dan ada yang tidak. Mereka pun dengan sendirinya punya keinginan belajar tanpa beban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sonya mencontohkan, saat dia mengajar mata pelajaran fisika, murid-murid yang menyenangi olahraga bola basket ia minta belajar di lapangan, mengamati luas dan lebar lapangan itu dan menghitungnya. Adapun bagi murid-murid yang menyukai seni ia memakai metode visual melalui media gambar dan video.
Ia terus berinovasi setelah mendapat ilmu dan pengalaman saat mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak di Jakarta. Dia satu dari sembilan guru di Maluku yang lulus menjadi guru penggerak angkatan pertama.
Sebagai perwakilan dari timur, dia mengaku jenuh bila ditanyai mengenai kondisi pendidikan Maluku. Ia tak ingin pendidikan Maluku tertinggal dibanding daerah lain di Indonesia. Melalui program Guru Penggerak, dia punya banyak ruang untuk mengeksplorasi dan menggerakkan rekan-rekan seprofesinya dalam menaikkan mutu pendidikan. “Setiap selesai kegiatan, kami selalu kumpul. Apa yang bisa kita lakukan untuk Maluku, ayo kita bikin,” kata Sonya.
Sonya saat ini dipercaya menjadi Ketua Komunitas Guru Penggerak Provinsi Maluku. Dia punya semangat dan setia terhadap pendidikan di daerah itu. Tak hanya di Ambon sebagai ibu kota provinsi, dia menjelajah seluruh pelosok Maluku. Dia sering berkeliling dari satu pulau ke pulau lain, dari Kepulauan Banda, Buru Selatan, hingga Kepulauan Aru.
Memberikan pelatihan bagi tenaga pendidik, dia mengajarkan inovasi dengan cara dan bahan mengajar yang mengikuti kebutuhan dan perkembangan zaman. “Saya pikir saya ini sudah jadi pendidik yang baik, tapi setelah ikut Guru Penggerak saya merasa masih banyak yang kurang. Saya juga ingin guru-guru lain jadi lebih kompeten,” tuturnya.
Kepala SMA Negeri 2 Ambon Ferdinan Philipps Soumokil mengatakan pengaruh Guru Penggerak memberi dampak yang besar bagi layanan pendidikan, khususnya di sekolah yang ia pimpin. Salah satunya pikiran positif yang dapat ditularkan ke anak didik agar mudah mencerna materi pelajaran. “Guru penggerak di sekolah ini menanamkan di dalam dirinya bahwa setiap anak perlu dituntun, apalagi di era sekarang,” ucap Ferdinan pada Selasa, 29 November lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo