Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi rencananya dibagi menjadi empat kementerian dalam kabinet Prabowo.
BRIN kemungkinan akan berada di bawah kendali Kementerian Riset.
Proyek riset strategis nasional diharapkan kembali dilanjutkan.
WAKIL Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengatakan pemerintahan Prabowo Subianto akan memisahkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi beberapa kementerian. Tujuannya agar pemerintahan Prabowo berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik di tingkat sekolah dasar dan menengah maupun perguruan tinggi serta di bidang riset.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pak Prabowo sebentar lagi akan mengumumkan, nanti Kementerian Pendidikan dan Ristek dipisah,” kata Hashim di hadapan peserta dialog kebangsaan Forum Masyarakat Indonesia Emas di Universitas Podomoro, Jakarta Barat, pada 11 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hashim mengatakan Kementerian Riset akan berfokus dalam kerja sama antara badan riset dan perguruan tinggi. Sedangkan Kementerian Pendidikan akan berkonsentrasi pada urusan pendidikan dasar dan menengah.
Dua politikus Partai Gerindra mengatakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi rencananya dibagi menjadi empat kementerian dalam kabinet Prabowo. Empat kementerian itu adalah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, serta Kementerian Kebudayaan. Keberadaan Kementerian Riset itu bakal mengambil alih sebagian tugas dan kewenangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Bahkan ada usulan untuk menghapus BRIN setelah Kementerian Riset terbentuk,” kata pengurus pusat Partai Gerindra ini, dua hari lalu.
Politikus Gerindra lainnya mengatakan pemecahan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini dilakukan untuk mencapai program serta visi-misi pemerintahan Prabowo, khususnya dalam bidang pendidikan dan riset. Ia mengatakan Kementerian Riset nantinya makin berfokus pada proyek riset strategis nasional. Kementerian Riset juga bakal ditugaskan untuk melanjutkan berbagai proyek riset nasional sebelumnya yang stagnan pada era BRIN.
Menurut dia, Prabowo ingin pemerintahannya sarat akan kekayaan riset, khususnya pada proyek produk yang jarang dijalankan BRIN. Ia juga berpendapat, peleburan sejumlah lembaga riset ke BRIN mengakibatkan banyak proyek penelitian mandek di tengah jalan. Bahkan ia mendapat informasi bahwa kegiatan riset saat ini hanya berfokus pada pembuatan jurnal ilmiah, bukan prototipe.
Sejumlah peneliti melakukan riset di fasilitas coworking space di BRIN, Bandung, Jawa Barat, Januari 2023. TEMPO/Prima mulia
Seorang anggota Koalisi Indonesia Maju—koalisi partai politik pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden 2024—mengatakan Kementerian Riset akan membenahi sejumlah persoalan di BRIN. Misalnya berbagai kekacauan di lingkup internal peneliti setelah mereka dipaksa berkantor di Cibinong, Bogor, Jawa Barat; fleksibilitas penelitian; efisiensi proses birokrasi bagi para peneliti; serta royalti hasil penelitian.
Ia mengklaim pemerintahan Prabowo akan berusaha menuntaskan berbagai persoalan tersebut untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang kaya akan riset.
Seorang peneliti BRIN menyebutkan, ketika Kementerian Riset betul-betul terbentuk, kemungkinan besar posisi BRIN akan difungsikan sebagai koordinator lembaga-lembaga riset di bawah naungan Kementerian Riset. Ia mengatakan sebagian kewenangan dan fungsi BRIN akan berpindah ke Kementerian Riset. Tujuannya agar proses riset tidak terganjal urusan birokrasi yang rumit seperti saat ini di BRIN.
Selanjutnya, kata dia, sejumlah lembaga riset, antara lain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), serta Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, akan kembali dihidupkan dengan fungsi awal sebelum peleburan ke BRIN. Peneliti itu mengatakan konsep tersebut pernah disampaikan juga oleh Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Satryo Soemantri merupakan akademikus yang masuk daftar calon menteri di kabinet Prabowo. Ia ikut dipanggil oleh Prabowo ke kediamannya, di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 14 Oktober 2024. Satryo juga ikut pembekalan calon anggota kabinet Prabowo di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Rabu dan Kamis lalu.
Saat dimintai konfirmasi, Satryo berdalih tidak mengetahui konsep BRIN ke depan ketika Kementerian Riset betul-betul terbentuk. Ia juga tak dapat memastikan ada atau tidak Kementerian Riset ke depan.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad; Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani; serta politikus Gerindra, Sugiono dan Thomas Djiwandono, belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo soal ini. Keempatnya tergabung dalam tim sinkronisasi pemerintahan Prabowo.
Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Alfian Mallarangeng mengatakan pihaknya belum mengetahui rencana pemerintahan Prabowo memecah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi beberapa kementerian. “Soal nomenklatur atau jumlah kementerian, itu hak prerogatif Pak Prabowo. Kami tidak ikut sampai ke dalam sana,” kata Andi, kemarin.
Suasana kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional di Jakarta, Januari 2022. TEMPO/Tony Hartawan
Perekayasa Ahli Madya pada Pusat Riset Teknologi Penerbangan BRIN, Akhmad Farid Widodo, mengatakan dia sempat mendengar kabar tersebut. Para peneliti di lingkup internal lembaganya mulai membicarakannya. Tapi Farid belum dapat memastikan kebenaran informasi tersebut.
“Informasinya masih simpang siur, belum diketahui benar atau tidaknya,” kata Farid, Jumat, 18 Oktober 2024.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengaku tidak mengetahui rencana penghapusan atau pengurangan kewenangan BRIN setelah Kementerian Riset terbentuk. “Saya belum tahu. Silakan ditanyakan kepada pemberi informasi,” kata Laksana, Jumat kemarin.
Peleburan berbagai lembaga riset ke BRIN terealisasi setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional pada 5 Mei 2021. Peraturan ini mengharuskan semua lembaga riset, baik yang berdiri sendiri maupun di bawah naungan kementerian atau lembaga, melebur ke BRIN. Sebelum terbitnya peraturan presiden tersebut, BRIN menjadi satu kesatuan dengan Kementerian Riset dan Teknologi.
Dua bulan sebelumnya, Presiden Jokowi lebih dulu melebur Kementerian Riset dan Teknologi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada saat yang sama, Jokowi membentuk kementerian baru, yaitu Kementerian Investasi.
Setelah pembentukan BRIN, semua lembaga riset melebur secara bertahap, seperti LIPI, BPPT, Batan, Lapan, dan Eijkman. Namun sederet persoalan bermunculan dalam proses peleburan lembaga riset tersebut. Misalnya para peneliti menilai integrasi itu justru melahirkan lembaga riset yang serba birokratis. Mereka tidak lagi dapat bekerja secara fleksibel karena terkungkung oleh kewajiban birokrasi yang berbelit-belit.
Di samping itu, sejumlah proyek nasional mandek. Salah satunya proyek drone kombatan Elang Hitam alias pesawat udara nirawak tipe Medium Altitude Long Endurance (PUNA MALE). Riset drone ini berhenti di tengah jalan.
Masalah lain, para peneliti diwajibkan pindah bekerja di homebase unit penelitian masing-masing sesuai dengan penempatan dan kepakarannya di pusat riset BRIN pada tahun depan. Pusat riset BRIN itu rata-rata berada di Cibinong, Jawa Barat. Kewajiban ini mengganggu berbagai kegiatan riset yang berjalan di daerah.
Akhmad Farid Widodo berharap pembentukan Kementerian Riset dapat merekonstruksi dan membangun kembali kelembagaan ilmu pengetahuan sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek, Undang-Undang Ketenaganukliran, serta Undang-Undang Keantariksaan.
Ia menilai pelaksanaan amanat ketiga undang-undang tersebut akan kembali menghidupkan semangat lembaga-lembaga riset yang mati suri setelah melebur ke BRIN. “Kami harapkan tidak ada lagi birokratisasi yang kuat dan proses bisnis yang rumit,” kata juru bicara Masyarakat Pemajuan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi (MPI) ini.
Farid berpendapat, proses birokrasi di BRIN yang rumit mengakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi kehilangan efektivitas dalam mendukung pembangunan. Ia menyarankan agar keberadaan BRIN setelah Kementerian Riset terbentuk dapat difungsikan sebagai institusi yang mengintegrasikan dan mengkonsolidasikan lembaga-lembaga riset agar terarah.
Ia melanjutkan, MPI akan siap membantu pemerintahan Prabowo, khususnya dalam memberikan role model kelembagaan riset yang ideal. Role model itu dapat merujuk pada Lembaga Biomolekuler Eijkman yang memiliki bentuk kelembagaan otonom dan tidak terbirokratisasi. Sebab, bentuk lembaga riset seperti itu dapat menguntungkan negara karena reputasinya memiliki peluang besar untuk dikenal secara global.
“Ini yang mesti kita perbanyak. Lembaga seperti Eijkman jangan lagi dimatikan jika riset kita tidak ingin tertinggal,” ujar Farid.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Laksana Tri Handoko di kantor BRIN, Jakarta, 28 Oktober 2022. TEMPO/Subekti
Laksana Tri Handoko membantah tudingan adanya berbagai kekacauan di lingkup internal BRIN. Ia mengatakan BRIN sesungguhnya menerapkan sistem kerja work from anywhere atau bekerja dari mana saja. Sistem kerja itu membuat periset dapat bekerja di tempat domisilinya meski penempatannya di Cibinong.
Adapun mengenai keharusan semua peneliti BRIN pindah ke kantor pusat di Cibinong, Laksana berdalih setiap aparatur sipil negara wajib mengikuti penempatan kerja yang sudah ditentukan. “Karena sejak awal, ASN telah menandatangani kesediaan untuk ditempatkan di mana saja,” katanya. “Kalau keberatan, mereka memiliki opsi mutasi ke pemda atau kementerian/lembaga lain.”
Ia juga menjelaskan, pendanaan riset di BRIN terbuka untuk semua periset, bukan hanya peneliti BRIN. Kegiatan riset itu berbasis proposal yang diseleksi secara kompetitif.
“Ini terbuka untuk semua periset Tanah Air, tidak hanya BRIN. Bisa dicek di https://pendanaan-risnov.brin.go.id,” tuturnya.
Setiap periset, kata Laksana, harus bekerja keras dan berjuang untuk membuat kegiatan penelitian terbaik atau berkolaborasi agar mampu membuat usulan yang lebih baik. Adapun urusan royalti bagi periset, kata dia, merupakan terobosan di BRIN. Sebab, sebelum BRIN terbentuk, periset justru tidak mendapat royalti dari hasil karyanya. Kini mereka mendapat royalti hingga maksimal 30 persen. “Sisanya disetor ke negara melalui BRIN dalam bentuk PNBP (penerimaan negara bukan pajak).”
Ia menjelaskan, kepemilikan atau hak paten atas kekayaan intelektual terbagi antara institusi dan periset. Sebab, institusi membiayai periset dalam bentuk gaji serta menyediakan fasilitas dan dana riset dalam berbagai bentuk, termasuk infrastruktur. “Ini sesuai dengan standar global,” ujar Laksana.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Anastasya Lavenia dan Shinta Maharani (Yogyakarta) berkontribusi dalam penulisan artikel ini.