Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK), Fitroh Rohcahyanto, menilai revisi Undang-Undang KPK tidak menghambat penanganan perkara yang selama ini menjadi tugas kerja KPK. Ia memandang, perubahan substansi yang ada dalam revisi UU KPK tidak memberikan dampak yang cukup signifikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sesungguhnya secara norma, saya melihat tidak ada hal yang substansi yang kemudian memengaruhi terhambatnya penanganan perkara,” kata Fitroh dalam agenda uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test Capim KPK di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 18 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fitroh menyebut, ada beberapa dampak yang terjadi pasca perubahan UU KPK pada tahun 2019. Namun, ia menilai, dampak yang timbul dari perubahan tersebut tidak terlalu signifikan. Menurut Fitroh, sepanjang integritas pegawai KPK dapat dijaga dan tidak terpengaruh dengan beragam kepentingan, penanganan perkara akan tetap dapat dilakukan secara objektif.
“Ada pengaruh, tapi saya melihat tidak signifikan. Yang terpenting adalah bagaimana kemudian pimpinan dan seluruh anggota insan KPK menjaga integritasnya,” ucapnya.
Ia bahkan menilai, revisi UU KPK malah membawa kebaruan yang baik. Ia mencontohkan dengan dibuatnya Dewan Pengawas (Dewas) yang diletakkan di luar tubuh KPK dan tidak bersatu di dalam internal KPK. Menurut Fitroh, ini adalah hal yang baik mengingat sebelumnya KPK baru memiliki sistem pengawasan yang berjalan secara internal dan bukan dari eksternal.
“Justru kemudian saya melihat ada pengawasan di sana, meski sesungguhnya sebelum ada UU yang baru ada pengawasan internal. Tapi sekarang ada Dewas yang terpisah dari tubuh (KPK),” ujar Fitroh.
Meskipun begitu, Fitroh mengatakan bahwa revisi UU KPK tetap memiliki titik lemahnya. Ia menyebutkan, revisi UU KPK berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dijunjung di KPK, yaitu nilai egaliter atau sama rata sama rasa.
“Meskipun (Revisi UU KPK) bukan menjadi faktor penentu kemudian melemahnya KPK. Tapi memang ada rasa yang kemudian budaya yang tadi sempat disinggung, egaliter segala macem itu memang berpengaruh,” kata Fitroh kembali.
Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK atau revisi UU KPK sendiri resmi disahkan lewat rapat paripurna DPR pada Selasa, 17 September 2019. Undang-undang ini tetap disahkan kendati banyak menuai penolakan dari publik.
Penolakan terhadap revisi UU KPK bahkan datang dari internal KPK sendiri. Kala itu, sejumlah pegawai KPK menutupi lambang KPK yang ada di Gedung Merah Putih sebagai simbolisasi gelapnya masa depan pemberantasan korupsi bilamana revisi UU KPK jadi disahkan. Ketua KPK saat itu, Agus Rahardjo, bahkan menyebut KPK sudah di ujung tanduk.
Nandito Putra ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Jokowi Bertemu Ridwan Kamil di Jakarta Pusat