Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Prabowo Subianto mengajak masyarakat Jawa Tengah memilih pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen dalam pilkada Jawa Tengah 2024.
Cawe-cawe Prabowo melanggar pelbagai aturan netralitas penguasa dalam pemilihan umum.
Dalih sebagai Ketua Umum Gerindra makin menunjukkan Prabowo dan aparaturnya tak paham konflik kepentingan.
MELALUI video yang diunggah di akun Instagram @luthfiyasinofficial, Presiden Prabowo Subianto mengajak masyarakat Jawa Tengah memilih pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen dalam pemilihan kepala daerah Jawa Tengah pada 27 November 2024. Video itu menunjukkan Prabowo, Luthfi, dan Taj Yasin berada dalam satu frame. Ketiganya kompak mengenakan baju berwarna biru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya mohon warga Jawa Tengah berikan suaramu untuk Ahmad Luthfi-Taj Yasin," kata Prabowo di video tersebut, Sabtu, 9 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo mengklaim Luthfi-Taj Yasin yang diusung partai politik di Koalisi Indonesia Maju merupakan duet yang cocok untuk membantu pemerintah pusat dalam memajukan Indonesia.
Pengajar hukum tata negara di Universitas Andalas Feri Amsari menyayangkan tindakan Prabowo yang mendukung pasangan Luthfi-Taj Yasin. Menurut Feri, sebagai presiden, Prabowo semestinya memberikan contoh menjaga demokrasi, konstitusi, dan muruah pilkada yang bersih. “Seharusnya presiden bertindak netral untuk menjauhi asumsi liar di kemudian hari,” katanya saat dihubungi, Selasa, 12 November 2024.
Asumsi yang dimaksudkan itu ialah, apabila duet Luthfi-Taj Yasin menang, hal tersebut tidak menimbulkan persepsi bahwa kemenangan mereka tak terlepas dari andil Prabowo yang memberikan dukungan. Feri mengatakan tindakan cawe-cawe Prabowo yang menyatakan dukungan kepada Luthfi-Taj Yasin berpotensi melanggar Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
“Ini menjadi contoh tidak sehat bagi demokrasi kita. Presiden tidak mampu merangkul semua kalangan, tak mampu berkomitmen dalam netralitas,” ujarnya.
Pekerja membawa kotak suara pilkada 2024 setelah dirakit di gudang KPU, Solo, Jawa Tengah, 28 Oktober 2024. ANTARA/Mohammad Ayudha
Menurut Feri, Prabowo tak semestinya meniru perilaku presiden Joko Widodo, yang pada pemilihan presiden 2024 cawe-cawe dalam pencalonan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden. Saat itu Jokowi dianggap berperan dalam memuluskan pencalonan Gibran melalui uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu di Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu berkaitan dengan syarat usia calon presiden-wakil presiden minimal 40 tahun. Kala itu Gibran baru berusia 35 tahun. Putusan Mahkamah Konstitusi menambah ketentuan alternatif pada pasal tersebut, yang membuat Gibran memenuhi syarat pencalonan.
Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menyoal dugaan cawe-cawe Jokowi dalam gugatannya ke Mahkamah Konstitusi. Anies-Muhaimin adalah rival Prabowo-Gibran dalam pilpres 2024, selain pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Namun, dalam putusannya, MK menyatakan tudingan pemohon tidak dapat dibuktikan lebih lanjut kebenarannya.
Sebelum pilpres 2024, Jokowi lebih dulu disebut cawe-cawe dalam pencalonan Gibran pada pemilihan Wali Kota Solo 2020. Meski tak diusung DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Solo, Gibran memotong jalur lewat pengurus Jawa Tengah dan pengurus pusat PDIP. Gibran akhirnya diusung oleh koalisi semua partai menjadi calon Wali Kota Solo berpasangan dengan Teguh Prakosa.
Mereka melawan pasangan calon perseorangan, Bagyo Wahyono-F.X. Supardjo. Saat itu berbagai pihak menyebutkan paket calon ini hanya pasangan boneka yang sengaja dimajukan untuk dikalahkan Gibran. Profesi dan popularitas keduanya yang sangat minim menjadi indikasi. Bagyo berprofesi sebagai tukang jahit, sementara Supardjo menjabat Ketua Rukun Warga 007, Kelurahan Pajang, Laweyan, Solo.
Jokowi juga diduga cawe-cawe dalam pemilihan Wali Kota Medan pada 2020. Menantunya, Bobby Nasution, maju menjadi calon wali kota berpasangan dengan Aulia Rachman. Bobby-Aulia memenangi pilkada ini dengan mengalahkan Akhyar Nasution-Salman Alfarisi, kandidat inkumben.
Cawe-cawe Jokowi berlanjut dalam pilkada Sumatera Utara 2024, ketika Bobby Nasution naik kelas menjadi calon Gubernur Sumatera Utara. Bobby berpasangan dengan politikus Partai Golkar, Surya, sebagai calon wakilnya. Duet Bobby-Surya, yang diusung partai politik di Koalisi Indonesia Maju, melawan pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala, yang diusung PDIP dan sejumlah partai politik nonparlemen.
Narasumber Tempo di Medan bercerita bahwa cawe-cawe Jokowi dilakukan dengan menggerakkan personel kepolisian. Menurut narasumber ini, pimpinan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara diminta membantu pemenangan Bobby-Surya di setiap tempat pemungutan suara di desa dengan memperoleh minimal 60 persen suara. Kepolisian juga disebut mengancam kepala desa atau lurah yang tak mau membantu pemenangan Bobby-Surya dengan jerat kasus hukum.
Seorang politikus di kubu Prabowo-Gibran bercerita, cawe-cawe Jokowi dimulai dengan menempatkan orang-orang dekatnya di sejumlah jabatan strategis, misalnya Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara yang saat ini dipimpin Inspektur Jenderal Whisnu Hermawan Februanto. Dua kolega Bobby mengatakan Whisnu terpilih menjadi Kapolda Sumatera Utara karena permintaan suami Kahiyang Ayu, putri Jokowi.
Dua narasumber di partai pendukung Bobby yang mengetahui strategi pemenangan itu mengatakan banyak kantor polisi di kabupaten/kota di Sumatera Utara yang ikut menggalang dukungan. Polisi menyiapkan alat peraga kampanye dan duit Rp 500 juta. Logistik itu kemudian dibagikan hingga ke tingkat kecamatan dan desa.
Whisnu Hermawan belum menjawab pesan permintaan konfirmasi dan panggilan telepon Tempo ihwal dugaan gerakan kepolisian memenangkan Bobby-Surya dalam pilkada Sumatera Utara. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Utara Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan tidak ada cawe-cawe kepolisian dalam pilkada Sumatera Utara. “Netralitas kami diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah, dan diperkuat oleh surat telegram Kepala Polri,” kata Hadi.
Ketua tim pemenangan Bobby-Surya, Hinca Panjaitan, menyangkal tudingan bahwa ada mobilisasi polisi, aparat desa, dan perangkat pemerintah untuk memenangkan jagoannya. “Kami berkampanye sesuai dengan mekanisme dan aturan,” ujar politikus Partai Demokrat tersebut.
Feri Amsari mengatakan tindakan buruk yang dilakukan Jokowi di pemerintahan sebelumnya tidak semestinya ditiru Prabowo saat ini. Feri menyarankan Prabowo berfokus menjalankan pemerintahan untuk mengetahui hal apa saja yang semestinya dapat dievaluasi menjelang 100 hari kerja Kabinet Merah Putih. “Prabowo tidak harus menjatuhkan diri dari tensi keberpihakan dalam kontestasi seperti pendahulunya,” ucapnya.
Pengajar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menyatakan, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-XXI/2024, warga negara yang menjabat presiden tetap bisa ikut berkampanye serta mendukung pasangan calon tertentu dalam pilkada selama memenuhi sejumlah ketentuan, seperti mengajukan permohonan izin kampanye, tidak menggunakan fasilitas negara, dan mematuhi aturan yang tertuang dalam Undang-Undang Pilkada.
Namun, kata Titi, mengingat presiden adalah kepala pemerintahan yang memiliki otoritas terhadap birokrasi dan anggaran negara, sebaiknya kampanye tidak dilakukan langsung. Hal ini untuk mengantisipasi serta mencegah politisasi aparatur sipil negara dan perangkat birokrasi, juga memastikan agar tidak ada penyalahgunaan keuangan negara untuk kepentingan partisan elektoral kandidat tertentu dalam pilkada.
“Dikhawatirkan terjadi mobilisasi dan salah kaprah dalam memahami dukungan presiden terhadap salah satu kontestan,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Alfitria Neti, Advist Khoirunikmah, dan Jamal Abdun Nashr dari Semarang berkontribusi dalam penulisan artikel ini