Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Peta Jalan Hampa Kontrak

Prabowo menyisir ulang sejumlah kontrak pengadaan alutsista. Dinilai belum berpihak kepada industri lokal.

 

7 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Prabowo Subianto mengeluhkan kondisi alutsista yang dimiliki TNI.

  • Prabowo menganggap kemampuan alutsista Indonesia kalah dari negara tetangga.

  • Prabowo disebut memiliki pilihan alutsista baru yang berbeda dari peta jalan atau road map pengadaan alutsista.

DI hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan keinginannya memperkuat pertahanan Indonesia. Dalam pertemuan yang digelar di Kementerian Pertahanan pada awal Juni lalu itu, Prabowo mengatakan akan memodernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) Tentara Nasional Indonesia serta meninjau ulang kontrak pembelian senjata yang sudah berjalan. “Pak Prabowo juga menjelaskan berbagai masalah pertahanan,” ujar Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad menceritakan isi pertemuan tersebut kepada Tempo, Jumat, 6 November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Fadel, salah satu yang dibahas Prabowo adalah kontrak pembelian kapal selam diesel electric attack (SSK) tipe 209/1400 Chang Bogo dengan Korea Selatan. Kerja sama pembelian tiga kapal selam untuk TNI Angkatan Laut senilai US$ 1,1 miliar itu diteken antara Kementerian Pertahanan dan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan pada April 2019. Kesepakatan tersebut merupakan kelanjutan dari kerja sama pembuatan kapal selam bersama antara PT Penataran Angkatan Laut (PAL) Indonesia dan DSME sejak 2017. Dua tahun kemudian, kapal selam bernama KRI Aluguro-405 itu diluncurkan di Surabaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua pejabat yang mengikuti pertemuan itu bercerita, Prabowo menilai kontrak pembelian kapal selam tersebut terlalu mahal. Selain itu, pembelian tersebut tidak meliputi sejumlah peralatan, seperti torpedo kapal selam. Akibatnya, Prabowo harus mencari dan membeli rudal secara terpisah.

Wakil Ketua MPR dari Fraksi Demokrat, Sjarifuddin Hasan, yang ikut dalam pertemuan itu, mengatakan Prabowo juga pernah mengutarakan keinginan untuk memperkuat alutsista dalam rapat perdana bersama Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat pada 11 November 2019. “Beliau ingin Indonesia punya efek gentar di bidang pertahanan dan tak kalah dengan negeri tetangga,” kata anggota Komisi Pertahanan DPR ini.

Anggota Komisi Pertahanan DPR, Syaifullah Tamliha, menuturkan, dalam pertemuan di Kementerian Pertahanan pada November 2019, Prabowo menyatakan akan membeli sejumlah pesawat tempur dan mengirim pilot tempur Indonesia berlatih di luar negeri. Prabowo juga menilai kekuatan Indonesia di angkasa tak sebanding dengan negara tetangga. Misalnya daya serang roket pesawat yang dimiliki Angkatan Udara kalah jauh dibanding negara sekitar. “Banyak pilot tempur tak bisa terbang karena keterbatasan pesawat,” ucap politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.

Kondisi itu dibenarkan oleh mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal (Purnawirawan) Agus Supriatna. Agus menilai kondisi sebagian jet tempur Indonesia sangat memprihatinkan. “Sudah tua dan banyak perbaikan sana-sini,” katanya. Agus juga menyoroti pilot yang harus bergantian berlatih menerbangkan pesawat karena keterbatasan unit.

Hingga Sabtu, 7 November lalu, Prabowo tak menjawab permohonan wawancara yang dilayangkan Tempo ke Kementerian Pertahanan dan asisten pribadinya. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Djoko Purwanto meminta Tempo menanyakan informasi ini kepada juru bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak. Dahnil belum memberikan jawaban atas sejumlah pertanyaan tertulis yang diajukan Tempo. “Saya di luar kota sampai pekan depan,” ucap Dahnil.

Ketua Harian Perhimpunan Industri Pertahanan Nasional, Mayor Jenderal Purnawirawan Jan Pieter Ate. TEMPO/Husein Abri

Pada 20 Januari lalu, Prabowo mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertahanan tentang Kebijakan Pertahanan Negara 2020. Dalam bagian sasaran kebijakan, Prabowo menuliskan akan memperkuat air defense identification zone dan air defense identification system untuk seluruh wilayah udara. Prabowo juga akan memperkuat satelit untuk memantau wilayah perbatasan, terutama di pulau-pulau kecil.

Prabowo pun berniat meningkatkan kekuatan pesawat tempur Angkatan Udara dengan melengkapi rudal udara berjarak jangkau lebih dari 100 kilometer. “Serta pembangunan peluru kendali darat ke udara untuk pertahanan ibu kota negara,” tulis Prabowo. Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu juga berencana meningkatkan kekuatan kapal-kapal perang Angkatan Laut dengan peluru kendali minimal berjarak 150 kilometer. Sedangkan untuk pertahanan darat, Prabowo misalnya akan menempatkan peluru kendali pertahanan udara di Kepulauan Natuna, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa.

•••

RENCANA modernisasi alutsita Indonesia dilakukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sejak tahun lalu. Tak lama setelah dilantik, ia langsung berkunjung ke luar negeri dan bertemu dengan sejumlah menteri pertahanan untuk menjajaki pembelian alutsista. “Concern beliau dari dua sampai enam bulan pertama adalah modernisasi alutsista dan diplomasi ke berbagai negara,” ujar juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, pada Januari lalu.

Menurut tiga pejabat di Kementerian Pertahanan, Prabowo memerintahkan penyisiran ulang kontrak pertahanan yang sudah dibuat sebelum dia menjabat. Prabowo pun memulai penjajakan ulang dan menegosiasi kontrak yang sudah ada agar bisa mendapatkan kerja sama investasi ataupun harga yang lebih murah. Pejabat yang sama menyebutkan, Prabowo memiliki pilihan alutsista baru yang berbeda dari peta jalan atau road map rencana strategis pengadaan yang diputuskan sebelumnya.

Karena keinginannya itu, kata pejabat tersebut, Prabowo belum meneken kontrak pembelian alutsita tahun ini. Pun pengadaan sejumlah alutsista menjadi tertunda. Sejumlah pejabat Kementerian Pertahanan dan anggota Komisi Pertahanan DPR mengatakan salah satu yang tertunda adalah Sukhoi Su-35. Menurut mereka, kontrak senilai US$ 1.154 miliar itu tengah ditinjau ulang. Begitu pula pembuatan pesawat KFX/IFX dengan Korea Selatan, yang nilai kontraknya US$ 8 miliar. Kementerian Pertahanan ingin mengubah skema pembiayaan dari 80 persen oleh Korea Selatan dan 20 persen oleh Indonesia menjadi 85-15 persen.

Dalam wawancara yang disiarkan oleh Partai Gerindra pada 10 Oktober lalu, Prabowo mengklaim sedang memitigasi kebocoran anggaran. “Jangan sampai kebocoran berlanjut, melebar, dan bertambah,” katanya. Prabowo pun menyatakan akan mendorong pengembangan industri pertahanan dalam negeri.

Ketua Harian Perhimpunan Industri Pertahanan Swasta Nasional Mayor Jenderal (Purnawirawan) Jan Pieter Ate menilai Prabowo belum menepati janjinya untuk berpihak kepada industri pertahanan dalam negeri. Pieter mengingat, ketika asosiasinya bertemu dengan Prabowo pada akhir tahun lalu, Prabowo berjanji menyiapkan pekerjaan bagi industri pertahanan swasta senilai Rp 10 triliun tiap tahun. “Sampai sekarang belum ada realisasi,” tuturnya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus