Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
BRIN menyetop program pengembangan PLTN di tengah jalan.
Proyek Drone Male Kombatan disetop, lalu diganti pesawat nirawak untuk kepentingan sipil.
Riset genom sequecing tak lagi terdengar setelah Eijkman bergabung ke BRIN.
JAKARTA – Keputusan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menghentikan program pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir di Kalimantan Barat pada awal 2023 menuai sorotan. Para peneliti BRIN justru mempertanyakan keputusan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti ahli utama pada Pusat Riset Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif, Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Djarot Sulistio Wisnubroto, mengatakan program tersebut semestinya tak disetop. Apalagi pengembangan PLTN ini masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. "Sampai sekarang saya belum tahu alasan penghentian proyek itu," kata Djarot, Kamis, 22 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyebutkan awalnya pemerintah menunjuk Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menjadi koordinator riset teknologi PLTN berskala komersial tersebut pada 2018. Saat itu BRIN belum terbentuk. Selanjutnya Batan memulai studi kelayakan untuk memastikan penggunaan teknologi nuklir aman sesuai dengan ketentuan Badan Pengawas Nuklir (Bapeten).
Program ini sempat berlanjut saat Batan terpaksa melebur ke BRIN, dua tahun lalu. Semuanya bermula ketika Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 tentang BRIN pada 5 Mei 2021. Lewat peraturan presiden, semua lembaga riset, termasuk Batan, dibubarkan. Lalu para penelitinya menyatu di BRIN. Dua tahun setelah terbentuk, BRIN lantas memutuskan untuk menghentikan program pengembangan PLTN di Kalimantan Barat tersebut.
Peneliti melakukan riset di Co-Working Space di BRIN, Bandung, Jawa Barat, 27 Januari 2023. TEMPO/Prima mulia
Seorang peneliti madya BRIN mengatakan saat ini BRIN belum mampu menghasilkan proyek penelitian yang lebih baik dari lembaga penelitian sebelumnya. Di samping menghentikan berbagai program unggulan di berbagai lembaga riset, BRIN justru menjelma menjadi lembaga riset yang ruwet dan anti-kritik. Ia mencontohkan pembentukan Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku pegawai aparatur sipil negara di BRIN. “Kami dilarang berekspresi, meski di media sosial pribadi sekalipun,” kata peneliti BRIN ini.
Selain program pengembangan PLTN, BRIN menghentikan berbagai proyek strategis mereka lainnya, seperti pengembangan Pesawat Udara Nirawak (Puna) Male, yang diberi nama Elang Hitam. BRIN menghentikan program kolaborasi berbagai lembaga ini pada September 2022.
Baca : Proyek Keroyokan Elang Hitam
Pengembangan drone berspesifikasi militer ini awalnya dilakukan oleh konsorsium sejumlah lembaga pemerintah. Konsorsium itu terdiri atas Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Udara, PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri (Persero), serta Institut Teknologi Bandung. Ketika lembaga-lembaga riset ini melebur ke BRIN, proyek drone berspesifikasi militer tersebut mulai tersendat.
Dikutip dari laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun anggaran 2021-2022, rencana, program kerja, dan anggaran BRIN tak mendukung percepatan capaian target pengembangan Drone Male Kombatan tersebut.
Kepala Biro Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan BRIN, Driszal Fryantoni, mengatakan arah pengembangan Puna Male diubah dari kepentingan militer menjadi untuk kepentingan sipil. “Fokusnya ditujukan untuk sipil,” kata Driszal.
Sejumlah peneliti melakukan riset di fasilitas co-working space di BRIN, Bandung, Jawa Barat, 27 Januari 2023. TEMPO/Prima mulia
Teka-teki Genome Sequencing
Pengujung 2021 menjadi kesempatan terakhir Amin Soebandrio melihat alat-alat penelitian genome sequencing milik Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Tapi, sejak Eijkman bergabung ke BRIN, bekas Kepala LBM Eijkman itu tak pernah lagi mendengar kabar mengenai kondisi alat riset data genetik (genom) manusia tersebut.
“Yang kami ketahui, alat penelitiannya sudah dibawa ke Cibinong Science Center oleh BRIN,” kata Amin, kemarin.
Baca : Main-main Data Genetik
Amin juga tak lagi mengetahui perkembangan program riset genome sequencing di BRIN sejak 2021. Sepengetahuan dia, tidak semua peneliti genom Eijkman ikut bergabung ke Pusat Riset Biologi Molekuler di BRIN. Sebagian peneliti itu pindah ke lembaga riset genome sequencing milik swasta ataupun kembali ke kampus. Amin sendiri kembali ke Universitas Indonesia setelah Eijkman bubar.
“Soal apakah alatnya masih beroperasi atau menghasilkan informasi baru, kami tidak tahu karena sudah tidak dilibatkan lagi,” kata pakar mikrobiologi tersebut.
Amin merasa kecewa karena ketidakpastian soal kelanjutan penelitian genom yang dulu dilakukan Eijkman selama belasan tahun. Sebelum melebur ke BRIN, Eijkman memasuki fase produktif. Indikasinya, Eijkman mampu menghasilkan puluhan penelitian yang lolos publikasi di jurnal internasional. “Saat itu, dalam setahun, sebanyak 60 penelitian kami publikasikan di jurnal internasional bereputasi,” kata dia. “Dan sejauh ini saya belum melihat atau mengetahui apakah proyek Eijkman yang diteruskan BRIN menjadi lebih baik.”
Saat dimintai konfirmasi, Driszal justru menyarankan agar Tempo mendatangi langsung laboratorium penelitian genome sequencing milik BRIN di Cibinong Science Center, Bogor, Jawa Barat. “Kami akan agendakan kunjungannya supaya tahu apa jawabannya,” kata dia.
Pembahasan mengenai genome sequencing ini kembali mencuat setelah koalisi masyarakat sipil menyoalkan sejumlah pasal dalam draf final Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang mengizinkan transfer data kesehatan masyarakat Indonesia ke luar negeri. Ketentuan transfer data ini tercantum dalam Pasal 349 ayat 7 RUU Kesehatan. Koalisi masyarakat sipil menganggap data kesehatan yang ditransfer ke luar negeri itu berpeluang disalahgunakan.
Presidium Dokter Indonesia Bersatu, Agung Sapta Adi, mengatakan pengambilan data genom masyarakat tidak menjadi masalah jika betul-betul digunakan untuk kepentingan riset. Namun menjadi persoalan karena berbagai pasal dalam RUU Kesehatan itu tidak mengatur dengan tegas dan jelas mengenai pelindungan data kesehatan, khususnya data medis masyarakat Indonesia yang diambil nantinya.
Adapun Amin Soebandrio berpendapat transfer data kesehatan sah-sah saja asalkan untuk kepentingan riset. “Tapi memang yang dikhawatirkan adalah informasi genetik ini amat rentan diselewengkan karena bisa dipelajari."
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo