Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia menentang biaya program Makan Bergizi Gratis diambil dari anggaran pendidikan yang berjumlah 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebabnya, anggaran pendidikan seharusnya diprioritaskan untuk pendidikan saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“JPPI menolak, karena 20 persen itu khusus pendidikan,” ujar Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, Ubaid Matraji, melalui pesan singkat pada Jumat, 13 September.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program gratis yang diusung oleh presiden terpilih Prabowo Subianto sudah masuk ke Rancangan APBN 2025. Biaya untuk program ini diambil dari mandatory spending atau anggaran wajib pendidikan, dengan alokasi mencapai Rp 71 triliun.
Menurut Usbaid, biaya untuk program makan gratis seharusnya diambil dari pos lainnya dan tidak dibebankan ke anggaran pendidikan. “Kalau dipaksakan, pasti akan memperburuk kualitas pendidikan dan memperparah kesenjangan akses,” lanjut Ubaid.
Apalagi, pada praktiknya, anggaran pendidikan selama ini tidak mencapai 20 persen. “Akhirnya pendidikan kita masih terseok-seok,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Syaiful Huda menyebut bahwa biaya program makan gratis berasal dari anggaran wajib atau mandatory spending untuk pendidikan. Hal tersebut ia sampaikan saat rapat kerja bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Mendikbudristek Nadiem Makarim.
"Ada alokasi anggaran yang diambil dari mandatory 20 persen, yaitu makan bergizi gratis senilai Rp 71 triliun," katanya di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat, 6 September 2024.
Pilihan editor: Soal Klaim Kabinet Zaken Prabowo, PDIP: Kami Apresiasi