Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelidiki jabatan guru besar sejumlah pejabat publik yang diduga bermasalah. Mereka menemukan kejanggalan pada proses yang dilewati untuk mendapat gelar guru besar atau profesor. Dari deretan nama itu, ada golongan politikus hingga jaksa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu ketentuan untuk menjadi guru besar adalah publikasi karya ilmiah di jurnal internasional bereputasi sebagai penulis pertama. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 46 Tahun 2013.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu bagaimana ketentuan untuk mempublikasikan jurnal ilmiah internasional?
Anggota Dewan Pengarah Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Idhamsyah Eka Putra mengungkap jurnal-jurnal ternama (top) biasanya bebas biaya. Dengan kata lain, penulis atau dosen yang ingin menerbitkan artikel di jurnal internasional atau bereputasi tidak perlu membayar.
Idhamsyah bercerita, ia pernah mempublikasikan karya ilmiah berjudul “A The Theoretical Model of Victimization, Perpetration, and Denial in Mass Atrocities”. Karya itu dipublikasikan di jurnal Personality and Social Psychology Review dengan penerbit Sage. Sebuah perusahaan penerbit yang cukup terkenal di dunia pendidikan.
“Saya di sini sama sekali tidak mengeluarkan uang,” kata Idhamsyah kepada Tempo, Ahad, 7 Juli 2024.
Ia menjelaskan meski tidak membayar, perusahaan penerbit biasanya menawarkan dua opsi bagi penulis. Pertama, artikel dapat terbuka aksesnya atau open access. Jika diatur untuk akses terbuka maka penulis yang akan ditarik biaya.
Menurut Idhamsyah, harganya bisa lebih dari 2 ribu US dolar. Opsi selanjutnya, pembaca harus membayar terlebih dahulu untuk mengakses artikel.
Berdasarkan pengalaman Idhamsyah sebagai editor di Jurnal Psikologi Sosial dan Politik (JSPP) tahun 2017, jurnal dinilai dengan proses yang cukup ketat sebelum diterbitkan. Oleh karena itu, bisa memakan waktu sampai enam bulan bahkan tiga tahun.
Ia berujar waktunya bisa lebih singkat dari itu. Namun, kasus tersebut jarang terjadi. “Untuk penulis pemula, mungkin rata-ratanya akan memakan waktu dua tahun. Ini belum dihitung proses rejection dari jurnal lain,” ujar Idhamsyah.
Jurnal sendiri tak terbatas dibuat oleh perguruan tinggi, tetapi juga lemabaga-lembaga penelitian. Untuk menerbitkannya, dibutuhkan syarat International Standar Serial Number atau ISSN. Ketentuan itu dapat dilihat lebih rinci melalui link issn.brin.go.id.
Prosedur Pengajuan ISSN
Seluruh proses pengajuan dan penerbitan ISSN dilakukan secara online melalui aplikasi ISSN. ISSN memudahkan masyarakat untuk mengidentifikasi beberapa terbitan yang memiliki judul sama, karena satu ISSN hanya diberikan untuk satu judul terbitan berkala.
- Login ke dalam aplikasi ISSN menggunakan email yang sudah didaftarkan.
- Melengkapi profil pengelola dan penerbit.
- Membuat pengajuan terbitan yang ingin didaftarkan dengan menekan tombol “tambah” pada menu “Terbitan” - dibagian “Draft Pendaftaran”.
- Melengkapi informasi terbitan.
- Mengunggah seluruh berkas digital yang dipersyaratkan untuk pengajuan ISSN melalui sarana yang tersedia.
- Menyetujui ketentuan dan perjanjian.
- Checklist konfirmasi kelengkapan persyaratan.
- Submit permohonan.
- Komunikasi selama proses pengajuan dilakukan melalui fasilitas “Pesan” pada aplikasi.
- Lakukan perbaikan bila permohonan dikembalikan untuk diperbaiki atau dilengkapi.
- ISSN dan SK ISSN akan dikirimkan melalui email untuk ajuan yang sudah terverifikasi.
- ISSN dan kodebar ISSN dapat dilihat dan diunduh langsung dari halaman aplikasi setelah permohonan disetujui dan ISSN serta SK ISSN ditetapkan.
- Perubahan kodebar akibat variasi terbitan (nomor terbitan, perubahan harga, dsb) bisa dilakukan sendiri oleh pemohon dengan mengganti 2 angka terakhir sesuai dengan aturan ISSN.