Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nizam mengatakan penurunan kuota Kartu Indonesia Pintar Kuliah atau KIP Kuliah terjadi karena imbas dari anggaran pendidikan yang terbatas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Karena kemampuan anggaran pendidikan tinggi yang terbatas, kami harus gotong-royong. Prinsip pembiayaan pendidikan tinggi kami adalah berkeadilan dan inklusif," ujar Nizam kepada Tempo, pada Jumat pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alokasi kuota penerima Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP Kuliah) di berbagai kampus pada tahun ini anjlok hampir 50 persen. Hal ini membuat sejumlah mahasiswa yang tidak mampu kesulitan untuk membayar kuliah. Di Universitas Padjadjaran atau Unpad misalnya, Kementerian Pendidikan hanya mengalokasikan kuota untuk 602 orang.
Padahal pada tahun lalu, kuota KIP Kuliah di Unpad sebanyak 1.100 orang. “Turun drastis hanya hampir setengahnya,” kata Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Padjadjaran (Unpad) Arief Sjamsulaksan Kartasasmita pada Kamis, 6 Juli lalu.
Di Universitas Pendidikan Indonesia atau UPI, kuota KIP Kuliah pada 2023 juga turun. Pada tahun ini kuotanya cuma 786 orang, sedangkan 2022 mencapai 1.400-1.500 mahasiswa.
Kampus lain seperti Universitas Airlangga atau Unair, kuota KIP Kuliah juga susut sekitar 50 persen. Pada 2023, kuota KIP Kuliah hanya 660 orang. Jumlahnya turun dibanding tahun lalu yang mencapai 1.200 kuota.
Nizam mengatakan para rektor kampus negeri berupaya keras untuk mengatasi hal ini melalui penggalangan beasiswa, pembebasan UKT, dan cara lainnya. Nizam menegaskan tak boleh ada anak yang tak bisa sekolah karena persoalaan biaya.
"Calon mahasiswa dari keluarga tidak mampu dibantu dengan KIP Kuliah dari pemerintah dan berbagai beasiswa yang digalang PTN, kalau tidak mampu bayar uang kuliah dibebaskan UKT-nya," ujar Nizam.
Di sisi lain, Nizam mengatakan, cara untuk membantu mereka yang tak mampu adalah dengan subsidi silang dari mahasiswa yang keluarganya mampu.
"Mahasiswa dari keluarga yang mampu turut membiayai pendidikan secara proporsional sesuai kemampuan orang tua. Sehingga, bisa untuk subsidi silang bagi mahasiswa yang kurang mampu," ujanya.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan menerima Rp 80,22 triliun atau sekitar 13 persen dari alokasi anggaran pendidikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Menurut Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, dari total Rp612,2 triliun anggaran pendidikan, yang diberikan kepada Kementeriannya hanya Rp80,22 triliun. Hal itu disampaikan Nadiem dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI pada awal Januari lalu.
Meskipun secara nominal ada peningkatan terhadap APBN yang dialokasikan ke anggaran pendidikan, namun jika dihitung berdasarkan persentase, porsi Kementerian Pendidikan dalam anggaran pendidikan 2023 turun sebesar 0,4 persen dari tahun sebelumnya.
Pada 2022, Kementerian Pendidikan memperoleh sekitar 13,4 persen atau Rp72,99 triliun dari total anggaran pendidikan yang digelontorkan pada 2022 lalu.