Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Langkah Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo memutasi sejumlah perwira tinggi tentara dinilai tidak etis. Direktur Imparsial, Al Araf, mengatakan sebaiknya Gatot tidak melakukan mutasi perwira tinggi TNI menjelang akhir masa jabatannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gatot bakal pensiun pada Maret tahun depan. Presiden Joko Widodo pun telah mengajukan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon Panglima TNI menggantikan Gatot.
Baca: Gatot Nurmantyo Lakukan Mutasi Sebelum Pensiun, Ini Tanggapan DPR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sepantasnya Panglima TNI Jenderal Gatot tidak membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya strategis, karena proses pemberhentiannya sedang berlangsung,” kata Al Araf saat dihubungi, Rabu, 6 Desember 2017.
Gatot disarankan mengumpulkan bahan-bahan dan program yang belum selesai untuk nantinya diserahkan kepada panglima yang baru. Langkah mutasi yang diambil Gatot, dia melanjutkan, hanya akan menimbulkan kontroversi baru dan spekulasi di lingkup internal tentara.
Menurut Al Araf, keputusan Gatot itu juga memicu kecurigaan publik. Apalagi akhir-akhir ini Gatot menjadi sorotan dan dianggap berminat maju dalam bursa pemilihan calon presiden-wakil presiden pada Pemilihan Umum 2019. Al Araf curiga Gatot berupaya mengkonsolidasikan dukungan tentara terhadap dirinya. “Dengan menempatkan orang-orang tertentu,” ucap dia.
Baca: Ini Alasan Gatot Nurmantyo Rotasi 85 Perwira TNI Sebelum Pensiun
Perintah mutasi Gatot tersebut termaktub dalam surat keputusan Panglima TNI bertanggal 4 Desember 2017. Sebanyak 85 perwira tinggi (pati) TNI tercatat dipindahtugaskan. Mereka terdiri atas 46 pati Angkatan Darat, 28 pati Angkatan Laut, dan 11 pati Angkatan Udara.
Pengamat militer dari Universitas Padjadjaran, Muradi, menilai kebijakan mutasi terhadap puluhan perwira tinggi TNI pada akhir masa jabatan Gatot itu tidak etis. “Ini soal etika, untuk menjaga kondusifitas di kubu internal TNI,” ujar Muradi. Selain itu, timbul kesan bahwa Gatot sedang mencoba menyelamatkan pendukungnya di bawah pimpinan Panglima TNI yang baru. “Yang dapat promosi dianggap orangnya Gatot,” Muradi menjelaskan. Hal itu bisa mengganggu kondisi internal TNI.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR, Tb. Hasanuddin, juga mempersoalkan keputusan Gatot. “Mutasi para perwira tinggi sebaiknya dilakukan oleh panglima baru, agar suasana kondusif lebih tercipta,” ujar dia.
Gatot mengaku tak tahu bahwa Presiden sudah memiliki calon penggantinya ketika surat keputusan itu ia tanda tangani. "Saya tidak diberi tahu oleh Presiden," katanya.
Ia mengaku mulai merotasi sejumlah perwira tinggi secara bertahap pada 30 November lalu. “Saya sama sekali tidak tahu. Saya tahunya setelah ditelepon oleh Mensesneg (Pratikno), setelah beliau menyerahkan surat ke DPR,” ucap Gatot, Rabu, 6 Desember 2017.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyerahkan surat Presiden Joko Widodo tentang permohonan persetujuan pemberhentian dengan hormat Gatot sekaligus pengangkatan Hadi menjadi Panglima TNI kepada Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, pada Senin, 4 Desember 2017.
CHITRA P, DEWI NURITA, YUSUF MANURUNG