Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERTEMU dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan pada 30 Mei lalu, para pegiat pendidikan yang tergabung dalam Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) menyampaikan keberatan terhadap Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau RUU Sisdiknas. Mereka membeberkan berbagai persoalan dalam rancangan tersebut. Rancangan regulasi ini bikinan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, lembaga yang dipimpin Nadiem Makarim.
Kepada Presiden, Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Alpha Amirrachman, yang hadir dalam pertemuan itu, menyampaikan
perlunya mendesain peta jalan pendidikan sebelum membuat RUU Sisdiknas. “Bahkan sampai saat ini Kementerian Pendidikan belum membikin peta jalan pendidikan,” kata Alpha kepada Tempo, Rabu, 12 Oktober lalu.
Menurut Alpha, Jokowi terlihat kaget saat mendengar berbagai masalah dalam RUU Sisdiknas. Ia bahkan baru mengetahui bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional akan direvisi. Presiden pun sepakat tentang perlunya peta jalan pendidikan sebagai dasar pembuatan RUU Sisdiknas.
Ketua Dewan Pengarah APPI Doni Koesoema mengatakan keterkejutan Jokowi direspons oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang memberikan secarik catatan. Presiden lantas menyampaikan bahwa RUU Sisdiknas sedang dalam tahap penyelarasan. Ia berjanji akan memanggil Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.
Seusai sesi foto bersama, Doni menambahkan, Presiden mengucapkan terima kasih atas kehadiran tetamunya. “Sehingga kami bisa tahu ada masalah di sini,” tutur Doni mengulang ucapan Jokowi.
Sehari setelah pertemuan itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyampaikan kepada wartawan bahwa Istana belum mengetahui substansi RUU Sisdiknas. “Pembahasan substansi RUU Sisdiknas memang belum waktunya sampai ke Presiden karena revisinya masih masuk daftar panjang Program Legislasi Nasional 2019-2024,” ujar Pratikno.
Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Jumat, 14 Oktober lalu, Nadiem Makarim mengatakan ketidaktahuan Presiden ihwal RUU Sisdiknas disebabkan ia belum memberikan laporan. Co-Founder Gojek ini mengklaim Jokowi mendukung aturan tersebut.
Baca: Di Balik Kisruh Program Organisasi Penggerak dan Lobi Nadiem Makarim ke Wakil Presiden
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
•••
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RANCANGAN Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disusun sejak Januari 2020, tiga bulan setelah Nadiem menjabat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pembahasannya lebih banyak dilakukan secara daring karena bersamaan dengan masa pandemi Covid-19. Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Anindito Aditono didapuk memimpin penyusunan drafnya.
Rencananya, RUU Sisdiknas akan menjadi omnibus law bidang pendidikan. Rancangan itu mengintegrasikan tiga undang-undang sekaligus, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Anindito Aditono mengatakan RUU Sisdiknas akan mensikronkan semua aturan tersebut. Rumitnya proses integrasi tiga aturan itu menyebabkan penyusunan naskah akademik berjalan hingga 15 bulan. Dalam proses penyusunan tersebut, Anindito mengaku Kementerian Pendidikan dibantu oleh sejumlah konsultan pendidikan. “Keputusannya tetap di tangan kami,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo menerima Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 30 Mei 2022. BPMI Setpres/Muchlis Jr
Saat para pegiat pendidikan bertemu dengan Jokowi, proses penyusunan RUU Sisdiknas berada pada tahap uji publik. Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Alpha Amirrachman menjelaskan, koleganya juga diundang untuk memberi tanggapan secara daring pada 8 Februari lalu. Namun ia menilai Kementerian Pendidikan tak serius mendengarkan masukan.
Alpha mencontohkan, Kementerian ogah membuka sosok penyusun draf tersebut. Seharusnya, Alpha menambahkan, uji publik menghadirkan mereka yang membuat rancangan aturan. “Ini jadinya bukan uji publik, tapi sosialisasi,” tuturnya. Ia mensinyalir Nadiem Makarim dan timnya berupaya mengegolkan RUU Sisdiknas selekas mungkin alias kejar tayang.
Buruknya partisipasi publik dalam penyusunan RUU ini juga diungkap Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru Agus Setiawan. Mengikuti uji publik dua hari setelah Alpha, Agus bercerita, pejabat Kementerian Pendidikan hanya memberi waktu lima menit kepada setiap narasumber untuk memberi tanggapan.
“Dengan waktu terbatas, bagaimana masukan kami bisa diserap utuh oleh Kementerian?” ujar Agus.
Baca: Upaya Nadiem Mengegolkan Aturan Antikekerasan Seksual di Kampus
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan Anindito Aditono tak membantah pernyataan Agus. Namun ia mengklaim tiap narasumber dalam uji publik memiliki waktu bicara berbeda-beda. Anindito mencontohkan, dalam forum dengan sepuluh organisasi guru, waktu untuk memberi masukan mencapai 1 jam 23 menit.
Ia mengklaim Kementerian Pendidikan tetap menyimak semua masukan dari 90 lembaga dan organisasi yang diundang. Mereka juga dipersilakan memberi masukan secara tertulis jika waktu berbicara dianggap kurang. “Pelibatan publik dalam penyusunan RUU Sisdiknas sudah cukup memadai,” ucap Anindito mengklaim.
Tak hanya proses penyusunannya, substansi RUU Sisdiknas pun sarat kontroversi. Ketua Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia Doni Koesoema mencontohkan kurikulum pendidikan yang tertuang dalam pasal 79-85 terlalu kaku dan tak menjawab tantangan masa depan pendidikan.
Sejumlah pasal pun tak tercantum lagi dalam RUU Sisdiknas. Misalnya ketentuan tentang Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, tempat pengembangan kompetensi dan mutu guru; hilangnya frasa “madrasah” dan pengaturan yang hanya mencakup pendidikan keagamaan; serta hilangnya tunjangan profesi guru.
Raibnya pasal tunjangan profesi ini menuai protes dari organisasi guru. Saat bertemu dengan Presiden Jokowi pada Selasa, 20 September lalu, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pun mengeluhkan ketiadaan aturan itu. “Guru dan dosen sangat tidak nyaman dengan rencana penghapusan tunjangan,” ujar Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi.
Sehari setelah pertemuan para guru dengan Presiden, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat menyingkirkan RUU Sisdiknas dari Program Legislasi Nasional Prioritas 2023. Badan Legislasi meminta Kementerian Pendidikan membahas lagi draf itu dengan semua pemangku kepentingan. “RUU-nya dianggap belum komprehensif,” kata Wakil Ketua Badan Legislasi Achmad Baidowi.
Nadiem Makarim awalnya cukup yakin akan keberlanjutan RUU Sisdiknas karena ada dukungan dari Presiden. Ia juga merasa DPR menyetujui rencana merevisi aturan pendidikan. Beberapa kali memaparkan isi RUU Sisdiknas di Komisi Pendidikan DPR, Nadiem merasa mendapat angin dari politikus Senayan. “Saya kira RUU Sisdiknas bakal lolos Prolegnas Prioritas, ternyata tidak. Ini kesalahan saya, saya naif,” katanya.
RAYMUNDUS RIKANG, FAJAR PEBRIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo