Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai merupakan tokoh militer Indonesia kelahiran 30 Januari 1917 atau hari ini 107 tahun silam. Dia merupakan salah satu pendiri dan panglima pertama satuan angkatan bersenjata Republik Indonesia di Kepulauan Sunda Kecil. Serta memimpin langsung perlawanan bersenjata anti-Belanda di Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
I Gusti Ngurah Rai gugur pada bulan November 1946 dalam pertempuran melawan pasukan Belanda di Desa Marga, Bali Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sosoknya dianugerahi salah satu penghargaan militer tertinggi negara Indonesia dan dipromosikan menjadi brigadir jenderal (meninggal dalam pangkat letnan kolonel). Nama I Gusti Ngurah Rai diabadikan sebagai nama Bandara Internasional Denpasar, universitas dan stadion di pulau Bali, kapal Angkatan Laut Indonesia, jalan-jalan di banyak pemukiman Bali, serta di sejumlah kota di bagian lain Indonesia.
Profil Kehidupan Awal I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ngurah Rai dikenal sebagai Pahlawan Nasional dari Pulau Bali. Dia terkenal dengan gagasan perang Puputan Margarana, yang berarti perang secara habis-habisan di daerah Margarana (Kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali).
Ngurah Rai menempuh pendidikan di Holands Inlandsche School (HIS) atau sekolah pribumi zaman kolonial Belanda di Denpasar. Kemudian melanjutkan sekolah di MULO atau sekolah menengah pertama di Malang, Jawa Timur. Namun, Ngurah Rai tidak sempat meyelesaikan sekolahnya, karena pada 1935 ayahnya meninggal dunia, sehingga dia kembali ke Bali.
Di Bali, Ngurah Rai kembali ketengah-tengah masyarakat sambil mengajarkan pencak silat yang diperolehnya di Jawa. Murid-muridnya bukan saja dari Carangsari, tetapi ada juga yang berasal dari luar desanya.
Saat menginjak remaja, Ngurah Rai memutuskan berpartisipasi dalam pendidikan militer. Dia mengikuti pendidikan sejak 1 Desember 1936.
Saat itu, sekolah calon perwira kemiliteran yang diikuti Ngurah Rai adalah lembaga pendidikan di bawah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang ada di Gianyar.
Pendidikan militer yang dijalani Ngurah Rai merupakan tahapan pendidikan istimewa. Seba tidak semua orang bisa masuk dan ikut serta dalam pendidikan calon perwira militer tersebut. Ngurah Rai yang tergabung dalam Korps Prajoda, merupakan satu dari beberapa orang yang berasal dari kalangan bangsawan dan orang lokal terpandang yang bisa mengikuti pendidikan.
Pada 1940 I Gusti Ngurah Rai lulus dari pendidikan perwira militer. Dia menyandang pangkat letnan dua, kemudian melanjutkan pendidikan kemiliterannya ke Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO), Magelang. Serta mengikuti Akademi Pendidikan Arteri yang ada di Malang.