Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI ruang rapat panitia khusus Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 9 Januari lalu, anggota Komisi Hukum, Habiburokhman, Supriansa, dan Arteria Dahlan, meriung. Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari dan anggotanya, Mochammad Afifuddin, ikut dalam persamuhan itu. Kepada Tempo, Habiburokhman bercerita bahwa pertemuan itu membicarakan sistem proporsional tertutup dan terbuka.
“Kami membicarakan sikap pemerintah soal gugatan Undang-Undang Pemilu di Mahkamah Konstitusi,” kata Habiburokhman, Kamis, 12 Januari lalu. Habiburokhman mengaku mengingatkan KPU agar tetap netral dan tak berspekulasi soal putusan MK.
Uji materi Undang-Undang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi membicarakan sistem yang akan digunakan dalam Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Sejak 2009, sesuai dengan putusan MK, pemilu legislatif digelar dengan sistem proporsional terbuka. Calon legislator dipilih berdasarkan jumlah kursi untuk partai dan suara terbanyak tanpa mempedulikan nomor urut.
Adapun gugatan ke MK bertujuan mengembalikan sistem proporsional tertutup. Dengan sistem ini, pemilih hanya akan mencoblos partai. Kursi yang didapat partai akan dibagikan berdasarkan nomor urut. Calon dengan nomor buncit nyaris mustahil mendapat kursi meskipun suaranya paling banyak.
Baca: Benarkah Ada Manipulasi Verifikasi Faktual Partai Politik?
Menurut Habiburokhman, perwakilan KPU menyatakan kesiapan untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi. Dimintai konfirmasi pada Jumat,13 Januari lalu, Mochammad Afifuddin menyebutkan sikap lembaganya sudah diputuskan dalam rapat bersama Komisi Pemerintahan pada Rabu, 11 Januari lalu. Dalam forum itu, KPU berkomitmen menyelenggarakan pemilu dengan sistem proporsional terbuka. “Sudah clear,” tuturnya.
Politikus yang mengetahui pertemuan informal antara anggota Komisi Hukum dan KPU menyebutkan forum itu digagas oleh anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan. PDIP merupakan satu-satunya partai yang mendorong sistem proporsional tertutup.
Anggota DPR RI Arteria Dahlan. TEMPO/M Taufan Rengganis
Arteria membantah kabar tersebut. “Kami mengundang semua pihak yang sedang beperkara di MK,” ujarnya. Menurut dia, PDIP ingin memastikan pihak pemerintah siap menghadapi sidang uji materi dengan diskusi bersama. “Saya meminta KPU menyampaikan apa yang mereka yakini soal sistem pemilu.”
DPR telah menyusun paparan tentang sikap partai yang akan dibacakan dalam sidang Mahkamah Konstitusi pada 17 Januari mendatang. Habiburokhman dan Arteria Dahlan menyebutkan dokumen itu memuat dua pandangan mengenai sistem pemilu. Delapan fraksi mendukung proporsional terbuka dan Fraksi PDIP menyokong sistem tertutup.
Seorang politikus yang mengetahui persiapan sidang di MK menyebutkan paparan itu semula hanya akan dibacakan oleh satu anggota Komisi Hukum. Namun pimpinan Fraksi PDIP meminta dokumen itu dibaca bergantian oleh sembilan anggota Komisi Hukum yang ditunjuk beracara di MK. “Ini keputusan kolektif sehingga kami menyilakan semua perwakilan fraksi untuk hadir dan bicara di sidang,” ucap Arteria.
Polemik tentang sistem pemilu bermula dari uji materi yang dilayangkan Demas Brian Wicaksono dan lima koleganya ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 16 November 2022. Ia menggugat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu. Salah satunya pasal 168 ayat 2 tentang pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka.
Kepada Tempo pada Kamis, 12 Januari lalu, Demas mengatakan sistem proporsional terbuka lebih banyak mudaratnya. Ia mencontohkan, calon legislator satu partai akan bersikutan supaya bisa mendapatkan suara terbanyak. Peluang terjadinya politik uang pun sangat besar. “Kader partai yang berpengalaman sering kalah oleh calon yang punya popularitas dan modal besar,” kata Demas.
Demas adalah pengurus Badan Pendidikan dan Pelatihan PDI Perjuangan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dan pernah menjadi anggota staf ahli partai banteng. Tapi ia membantah jika disebut diinstruksikan oleh partai untuk menggugat Undang-Undang Pemilu ke MK. “Saya tak diutus partai,” ujar dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi ini. Demas mengklaim PDIP siap mengikuti pemilu dengan sistem proporsional terbuka ataupun tertutup.
Tiga petinggi partai di DPR meyakini PDIP bakal mendulang suara jauh lebih tinggi, diperkirakan hingga 30 persen, jika pemilu digelar dengan proporsional tertutup. Sebab, PDIP mempunyai identitas yang kuat. Sigi Indikator Politik pada Desember 2022 mencatat keterpilihan PDIP mencapai 25,7 persen. Survei Charta Politika juga menunjukkan elektabilitas partai itu 23,5 persen, tertinggi di antara partai lain.
Baca: Bahu-membahu Mengintimidasi KPU
Arteria Dahlan menyanggah kabar bahwa partainya menginstruksikan Demas Brian Wicaksono mendaftarkan uji materi Undang-Undang Pemilu ke MK. Ia juga menampik jika PDIP disebut akan memanen suara bila bisa mengegolkan sistem proporsional tertutup. Menurut Arteria, partainya malah berpeluang kehilangan kader karena tak mendapatkan nomor topi alias urutan teratas dalam daftar calon anggota legislatif.
Mendorong proporsional tertutup, PDIP merujuk arahan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dalam kongres kelima di Bali, empat tahun lalu. Megawati mencuplik konstitusi yang menyatakan bahwa peserta pemilu adalah partai politik. “Fraksi PDIP lantas meminta kami untuk patuh pada konstitusi dengan memperjuangkan proporsional tertutup,” kata Arteria.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengklaim kajian khusus partainya menunjukkan sistem proporsional terbuka menimbulkan oligarki politik dan kompetisi yang tak sehat. Sebaliknya, sistem tertutup mampu menekan ongkos kampanye.
Menghadapi manuver PDIP, delapan partai lain menggelar rapat di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Ahad, 8 Januari lalu. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Ahmad Syaikhu, yang bukan pendukung pemerintah, turut hadir. Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan pelaksana tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Muhammad Mardiono, absen dan mengirim perwakilan.
Surat suara saat simulasi pemungutan suara di Kantor KPU RI, Jakarta, 22 Maret 2022. TEMPO/Muhammad Hidayat
Gerindra tak mengirim satu pun pengurus, tapi pataka partai bergambar kepala garuda itu ikut terpacak di mimbar. Dua politikus menyebutkan petinggi Gerindra sudah berkomunikasi dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto ihwal dukungan terhadap sistem terbuka. “Pimpinan sedang banyak agenda, tapi kami sudah menyampaikan sikap,” tutur anggota Dewan Pembina Gerindra, Habiburokhman.
Baca: Untuk Apa Sandiaga Uno Pindah ke PPP?
Dua petinggi partai yang hadir dalam acara itu bercerita, inisiator pertemuan di Dharmawangsa adalah para politikus Golkar. Tak lama setelah membuka rapat, Airlangga menyodorkan draf berisi dukungan terhadap sistem proporsional terbuka. Menurut narasumber yang sama, semua pemimpin partai sepakat dengan rancangan sikap yang disusun Golkar.
Hanya ada penambahan satu poin mengenai penegasan sikap delapan partai yang menolak sistem proporsional tertutup. “Ada penyesuaian sedikit dalam diskusi,” ujar Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara, yang datang ke acara itu.
Seusai pertemuan, Airlangga Hartarto membacakan lima butir kesepakatan para pemimpin partai politik. Menyampaikan penolakan terhadap sistem proporsional tertutup, Menteri Koordinator Perekonomian itu berpantun. “Lisa Blackpink pulang naik kopaja, sampai rumah langsung mencuci beras,” kata Airlangga. “Makanya pakai sistem proporsional terbuka, karena pilihan rakyat menjadi prioritas.”
DAVID PRIYASIDHARTA (BANYUWANGI)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo