Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Pokok Pidato Megawati di HUT PDIP ke-51, Partai Besar Bukan karena Presiden

Pokok pidato Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Sukarnoputri mencakup sejumlah hal. PDIP besar karena rakyat, bukan presiden.

11 Januari 2024 | 01.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Sukarnoputri kembali menyampaikan pidato politik di perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-51 PDIP di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Jakarta Selatan pada Rabu, 10 Januari 2024. Dalam pidato di hadapan kader dan tamu undangan, Mega menggarisbawahi sejumlah hal. Mulai dari penegasan bahwa PDIP merupakan partai wong cilik, PDIP besar karena rakyat dan bukan karena presiden, pemilu bukan alat kekuasaan elite politik, hingga rakyat merasa terintimidasi di Pemilu 2024 kali ini. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PDIP Partai Wong Cilik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden ke-5 RI itu mengatakan PDI Perjuangan mengambil saripati dari pengalaman ketertindasan. Megawati kembali menegaskan pesan moral terpenting tentang jati diri PDIP sebagai partai wong cilik.

"Partai yang seutuhnya menyatu dengan rakyat," katanya di Sekolah Partai PDI Perjuangan, kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada Rabu, 10 Januari 2024.

Megawati berkata bahwa dirinya selalu mengajarkan kepada anak-anaknya dan seluruh kader PDIP untuk tidak meninggalkan rakyat. Sebab, kata dia, sikap tersebut merupakan muara, komitmen ideologi, dan realita sejarah partai.

Megawati yang merupakan putri Presiden ke-1 Sukarno, mengungkapkan PDIP dapat bertahan hingga 51 tahun berkat kekuatan dari rakyat Indonesia, bukan presiden ataupun para menteri. Atas dasar inilah, dia mengajak seluruh kader PDIP mendekatkan diri kepada rakyat karena rakyat Indonesia sebagai inti kekuatan partai.

"51 tahun kita bisa jadi begini bukan karena elite, bukan karena presiden, bukan karena menteri tapi karena rakyat yang mendukung kita," kata Megawati.

Ketua Umum PDIP itu menyebut rakyat sebagai akar rumput karena memiliki filosofi bahwa rumput memiliki kemampuan bertahan hidup yang tinggi. Rumput selalu bisa tumbuh meskipun dibakar, dipotong, dimatikan, dan dicabut karena akarnya kuat. Tidak hanya itu, rumput juga bisa hidup dan tumbuh di mana pun.

"Karena itulah betapa pentingnya turun ke bawah, ke akar rumput, ke rakyat," ucapnya.

Sosok Pemimpin Indonesia
Dalam pidatonya, Megawati turut menyebut kriteria sosok pemimpin yang seharusnya dipilih rakyat Indonesia pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Menurutnya, rakyat tidak boleh terlena dalam menentukan pilihan.

"Ini saya bicara sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia. Jangan tergiur, jangan hanya melihat sosoknya, tetapi pikiran dan hatinya harus menjadi satu," kata dia.

Menurutnya, rakyat harus mencermati rekam jejak, moral, etika, tanggung jawab, dan kemampuan memahami harapan yang dimiliki seorang pemimpin. Sebab, seorang pemimpin harus dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik sambil tetap menaungi rakyat. Megawati meyakini jika pemimpin tidak berhasil mencapai hal tersebut, maka negara akan amburadul.

Pemilu Bukan Alat Kekuasaan Elite Politik

Pada perayaan HUT PDIP ke-51, Megawati menekankan kepada seluruh kadernya bahwa pemilu bukan alat elite politik untuk melanggengkan kekuasaan.

"Saudara-saudara sekalian, pemilu bukanlah alat elite politik untuk melambungkan kekuasaan, dengan segala cara," ucapnya.

Pemilu, kata dia, memiliki moral dan etika yang harus dijunjung tinggi. Tidak hanya itu, pemilu seharusnya berjalan dengan damai dan tidak memunculkan perpecahan. Megawati pun mengingatkan bahwa pemilu merupakan pesta demokrasi rakyat Indonesia.

"Setelah pemilu, enggak ribut saya. Ya sudah, kalau memang betul rakyat itu memilih, ya sudah," katanya.

Rakyat Pemilik Kekuasaan

Megawati menegaskan rakyat adalah pemilik kekuasaan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dia meminta kelompok-kelompok tertentu untuk tidak merasa paling berkuasa. Menurutnya, kekuasaan dan jabatan seorang pemimpin bukanlah sesuatu yang abadi.

"Ini adalah negara merdeka dan berdaulat, tidak ada yang sebagian merasa berkuasa. Kekuasaan berada di tangan rakyat," ucapnya.

Megawati menyoroti pelaksanaan hukum di Indonesia yang belakangan ini sering dipermainkan oleh pihak yang merasa paling berkuasa. Namun, dia tidak menyebutkan contoh kejadian tersebut.

"Sekarang hukum itu dipermainkan, bahwa kekuasaan itu dapat dijalankan, semau-maunya saja. No, no, and no," katanya.

Rakyat Terintimidasi di Pemilu 2024

Megawati mengklaim rakyat Indonesia banyak mendapatkan intimidasi selama Pemilu 2024. Kondisi ini berbeda dari pemilu sebelumnya.

“Pencermatan saya, akhir-akhir ini sepertinya arah pemilu sudah bergeser, ada kegelisahan rakyat akibat berbagai intimidasi,” kata dia.

Ia mencontohkan, ada pihak yang mengintimidasi mahasiswa, seorang ibu di Jawa Timur, serta ketua RT di Jawa Tengah. Meski begitu, Megawati mengatakan, rakyat tetap bergerak melawan. Tidak cukup dengan itu, Megawati menyingung relawan dari capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranomo-Mahfud MD yang diusung oleh PDIP dan koalisinya, yang dianiaya oleh aparat di Boyolali pada akhir Desember 2023.

"Yang salah tuh siapa sih ketika Kasus Boyolali? Saya mikir sebenarnya apa yang ada dalam hati dan pikiran," katanya.

Aparat tentara di Boyolali menganiaya relawan tersebut karena terganggu dengan knalpot motor bising yang ditunggangi si relawan ketika melintas di markas tentara. Megawati mengakui knalpot kendaraan bermotor yang bising memang digandrungi oleh remaja dan pemuda. Namun, penganiayaan bukan solusi dalam menyelesaikan masalah. 

MUTIA YUANTISYA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus