Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai anjuran Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kepada masyarakat agar menerima suap berupa sembako, sangatlah menyesatkan. Menurut dia, hal itu sama artinya mengajak masyarakat melanggar undang-undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Itu adalah saran yang menjerumuskan pemilih kita untuk melakukan tindak pidana,” kata Titi saat dihubungi, Ahad 24 Juni 2018.
Baca: Prabowo Anjurkan Terima Suap Pilkada, Begini Reaksi KPK
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Prabowo menganjurkan masyarakat menerima suap berupa sembako dari peserta pemilihan kepala daerah. Menurut dia, sembako atau uang suap itu pada dasarnya adalah hak rakyat.
Mantan Komandan Pasukan Khusus itu yakin duit yang digunakan untuk menyuap adalah uang haram yang diambil dari hak masyarakat Indonesia. “Karena itu saya anjurkan kalau rakyat dibagi sembako, diberi uang, terima saja, karena itu hak rakyat," kata Prabowo dalam video yang diunggah di akun Facebook resmi miliknya, Kamis, 21 Juni 2018.
Titi mengatakan, larangan memberikan dan menerima suap dalam proses pemilihan umum telah diatur di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187A ayat 1 dan 2 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Baca: Prabowo Anjurkan Terima Suap, Pengamat: Tidak Mencerdaskan
Ayat 1 UU tersebut melarang seseorang yang memberikan imbalan dan iming-iming ke pemilih untuk mempengaruhi hak pilih mereka, sedangkan ayat 2 melarang pemilih menerima suap. UU tersebut menyebutkan, pemberi dan penerima suap terancam hukuman penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama enam tahun.
Tidak hanya itu, pemberi dan penerima suap dalam proses pemenangan pilkada juga terancam denda paling rendah Rp 200 juta dan paling tinggi Rp 1 miliar.
UU Nomor 10 Tahun 2016 juga melarang anggota partai politik menerima imbalan dalam proses pencalonan kepala daerah yaitu di Pasal 187B. Sedangkan di Pasal 187C melarang anggota partai memberikan imbalan.
Baca: KIPP: Saran Prabowo Terima Suap Pilkada Cederai Pendidikan Pemilu
Bagi anggota partai politik yang menerima dan memberikan imbalan untuk pemenangan pilkada, terancam pidana paling rendah dua tahun dan paling lama lima tahun. Selain itu ada juga denda paling sedikit Rp 300 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Kenapa pasal itu bisa muncul, karena kita ingin memotong mata rantai praktik politik uang dari pemberi dan penerima,” kata Titi.
Titi menduga, Prabowo tidak paham adanya larangan menerima suap di UU. Namun ia berprasangka baik, Prabowo salah ucap dan tidak berniat menganjurkan masyarakat menerima suap. “Pemimpin yang benar tentu akan mengarahkan pemilihnya untuk tidak melakukan kejahatan pilkada maupun pemilu,” kata Titi.