Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Profil IKAHI, Lembaga yang Menaungi Para Hakim di Indonesia

IKAHI dibentuk pada Maret 1953, sebagai wadah para hakim guna menyampaikan sikap dan kritik terhadap lembaga peradilan.

9 Oktober 2024 | 07.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan hakim dari berbagai daerah di Indonesia yang mengikuti aksi cuti bersama akan menemui dan berkonsultasi dengan pimpinan Mahkamah Agung (MA) dan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) pada hari pertama aksi, Senin, 7 Oktober 2024. Juru bicara gerakan, Fauzan Arrasyid, mengatakan setidaknya ada 148 hakim yang akan datang ke Jakarta untuk melakukan aksi dan audiensi selama hakim cuti bersama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Hari pertama sepertinya sudah mulai pasti, kita ke pimpinan Mahkamah Agung sama pimpinan Pusat IKAHI,” tutur Fauzan saat ditemui di Jalan Jaksa, Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Aksi cuti bersama dilaksanakan selama lima hari kerja mulai 7-11 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fauzan menambahkan, para hakim akan meminta pimpinan MA dan IKAHI untuk ikut berperan aktif mendorong perbaikan kesejahteraan profesi mereka. Salah satunya, kata dia, dengan ikut mengawal revisi sejumlah peraturan yang menyangkut kesejahteraan dan keamanan hakim.

Profil IKAHI

IKAHI adalah organisasi profesi hakim dari empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan Tata Usaha Negara (TUN) dan peradilan militer.  Mengutip dari ikahi.or.id, IKAHI terbentuk dari inisiatif Sutadji dan Soebijono, yang masing-masing Ketua dan Hakim di Pengadilan Negeri Malang. Pada 1951, keduanya telah berhasil membentuk suatu ikatan hakim yang berlokasi di Surabaya. Selain itu, di Jawa Tengah juga telah berhasil membentuk wadah serupa yang berkedudukan di Semarang.

Organisasi profesi hakim lahir sebagai reaksi dari pihak tertentu yang menghendaki hakim ditempatkan dalam kedudukan yang tidak sesuai dengan UUD 1945. Selanjutnya, atas dasar semangat kebersamaan, pada September 1952, para hakim di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur mengadakan rapat di Surabaya yang menghasilkan keputusan untuk membentuk organisasi para hakim yang bersifat nasional. Kemudian, dari hasil rapat tersebut, memberikan mandat kepada Soerjadi untuk membentuk pengurus besar ikatan hakim serta merencanakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) ikatan hakim.

Setelah konsep AD/ART berhasil disusun, selanjutnya konsep tersebut dikirimkan kepada para hakim untuk dimintai pendapat. Lalu, setelah para hakim menyetujui konsep tersebut dan tidak ada usulan maupun saran perubahan yang diterima. Kemudian, ditetapkan pada 20 Maret 1953 sebagai lahirnya organisasi bagi para hakim Indonesia yang bersifat nasional dan diberi nama Ikatan Hakim Indonesia atau IKAHI.

Pada awal berdirinya, IKAHI baru meliputi hakim di pengadilan umum. Mengutip dari Majalah Tempo edisi Minggu, 27 November 2022, dua belas tahun kemudian, pada kongres ketiga IKAHI pada April 1965, adanya desakan dari anggota supaya dibentuk kode etik hakim dan setiap pengadilan tinggi membentuk dewan kode etik untuk menjaga harkat dan martabat hakim.

“Itu merupakan kebutuhan. Setiap organisasi profesi harus mempunyai kode etik profesi. Saat kode etik profesi hakim belum ada,” kata pengamat hukum sekaligus mantan hakim, Asep Iwan Iriawan.

Organisasi IKAHI berdiri untuk menjadi wadah para hakim guna menyampaikan sikap dan kritik terhadap lembaga peradilan. Di sisi lain, IKAHI menjadi lembaga profesi yang menjaga integritas para hakim. “Sebelumnya, para hakim tidak memiliki saluran yang cukup untuk bersuara, apalagi menyampaikan kritik,” kata Asep.

Dalam IKAHI memiliki tri prasetya hakim dengan tiga butir janji yang berisi:

1 Bahwa saya selalu menjunjung tinggi citra, wibawa dan martabat Hakim Indonesia.

2 Bahwa saya dalam menjalankan berpegang teguh pada kode etik dan pedoman perilaku Hakim.

3 Bahwa saya menjunjung tinggi dan mempertahankan jiwa Korps Hakim Indonesia.

Selain itu, IKAHI juga memiliki 5 bulir panca brata yang memiliki arti masing-masing. Panca brata yang pertama, yaitu kartika yang berarti percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kedua, cakra yang berarti mampu menerjemahkan segala kebatilan, kezaliman, dan ketidakadilan. Ketiga, candra yang berarti sifat bijaksana dan berwibawa. Keempat sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela. Terakhir, tirta yang berarti jujur.

HAURA HAMIDAH  I SULTAN ABDURRAHMAN I RIKY FERDIANTO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus