Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
PT Kereta Api Indonesia mulai membayar cicilan pinjaman kereta cepat ke Cina setelah peresmian oleh Joko Widodo pada 2 Oktober 2023.
Tekor besar di PT Kereta Cepat Indonesia China dibebankan pada PT KAI sebagai perusahaan induk.
Beban utang, bunga, dan operasional kereta cepat dapat mengakibatkan kualitas layanan KAI, termasuk KRL Jabodetabek, anjlok.
KERETA cepat Jakarta-Bandung bisa menjadi benalu bagi sektor perkeretaapian Indonesia. Megaproyek ini sulit mencapai titik impas dan pemerintah meminta PT Kereta Api Indonesia (KAI) menomboki keuangan anak usahanya, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Keputusan ini akan berdampak kembali mundurnya layanan moda angkutan darat itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Transformasi kereta api merupakan satu dari sedikit hal yang Indonesia bisa banggakan. Setelah transformasi digulirkan satu dekade lalu oleh Ignasius Jonan, Direktur Utama PT KAI 2009-2014, layanan perkeretaapian Indonesia kini mendekati negara maju: relatif tepat waktu, melek teknologi, bersih, dan nyaman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua itu bisa runtuh gara-gara kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek yang dimulai pada Januari 2016 oleh Presiden Joko Widodo dan ditentang Jonan itu cacat sejak awal. Klaim 45 menit perjalanan Jakarta-Bandung tak terwujud. Sebab, sepur kilat itu berhenti di Padalarang dan Tegalluar—sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Bandung. Dengan menyambung perjalanan menggunakan kereta feeder dari Padalarang, total waktu tempuh hingga tengah kota mencapai 60 menit.
Selama ini Jakarta dan Bandung dihubungkan oleh jalan tol Cipularang dan kereta Argo Parahyangan dengan waktu tempuh sekitar 2 jam 50 menit. Artinya, untuk memangkas dua jam perjalanan, pemerintah menggulirkan proyek Rp 108 triliun—Rp 79 triliun di antaranya pinjaman dari Cina. Jumlah uang yang sama bisa dimanfaatkan untuk membangun 1.000 kilometer jalan tol di Sumatera.
Setelah kereta itu diresmikan Jokowi pada 2 Oktober 2023, argo pembayaran utang langsung berputar. Dengan tenor 30 tahun dan bunga 3,4 persen, cicilan utang plus bunga ke China Development Bank mencapai Rp 226,9 miliar per bulan atau Rp 2,7 triliun per tahun.
Beban keuangan KCIC masih ditambah ongkos operasional. Biaya gaji sekitar 900 pelaksana operasi dan perawatan mencapai Rp 900 miliar-1 triliun per tahun.
Pengeluaran itu timpang jika dibandingkan dengan pemasukan kereta cepat, yang harga tiketnya Rp 250-350 ribu. KCIC terus mengubah taksiran jumlah penumpang, dari 60 ribu menjadi 10 ribu per hari. Dengan hitungan paling optimistis 3,6 juta penumpang per tahun dikalikan tarif tertinggi, pemasukan dari tiket KCIC Rp 1,26 triliun per tahun. Tekor banyak. Pemasukan nontiket, seperti dari iklan, tak bakal mampu mengimbanginya.
Pemerintah meminta KAI menombok atas kerugian KCIC dengan menyisihkan pendapatan pengangkutan batu bara di Sumatera untuk ditabung (sinking fund). Ketentuan ini hampir pasti menggoyahkan keuangan PT KAI karena pengangkutan batu bara merupakan sumber pendapatan terbesar mereka.
Baca liputannya:
- Tambal-Sulam Beban Kereta Cepat Jakarta-Bandung
- Tarif Ideal Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung
- Apa Kabar Kereta Cepat Bandung-Surabaya
Pada 2022, KAI mendulang Rp 8,4 triliun hasil mengangkut batu bara dan Rp 6,9 triliun dari pengangkutan penumpang, yang membuahkan laba bersih Rp 1,6 triliun. Tahun ini, potensi laba mereka dipastikan berkurang karena kewajiban sinking fund. Padahal tanpa beban kereta cepat pun KAI kesulitan mempertahankan layanan di tengah lonjakan jumlah penumpang. PT Kereta Commuter Indonesia, misalnya, membutuhkan Rp 8,65 triliun untuk menambah jumlah kereta rel listrik Jabodetabek, yang melayani 217 juta dari total 277 juta penumpang se-Indonesia sepanjang tahun lalu.
Sulit dipahami, layanan semasif itu dikorbankan demi pemangkasan dua jam perjalanan untuk segelintir orang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Benalu Perkeretaapian Indonesia"