Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Ramai-ramai Mundur dari Kuningan

Ringkasan berita nasional selama sepekan. 

3 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ramai-ramai Mundur dari Kuningan

JUMLAH pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengundurkan diri terus bertambah. Setelah pengunduran diri Kepala Biro Hubungan Masyarakat Febri Diansyah pada 18 September lalu, dua pegawai KPK lain menyusul. Mereka adalah Putri Rahayu, yang bertugas di Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi, dan Indra Mantong. Yang disebut terakhir bertugas di Biro Hukum dan sudah menjadi pegawai KPK selama 14 tahun.

KPK belum menjelaskan ihwal pengunduran diri kedua pegawai tersebut hingga Jumat, 2 Oktober lalu. Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan akan mencari informasi tentang pengunduran diri Putri dan Indra pada Rabu, 30 September lalu. “Saya cek dulu,” katanya.

Kabar pengunduran diri Indra bermula dari unggahan foto di akun Instagram Febri Diansyah pada Kamis, 1 Oktober lalu. Foto itu menampilkan Febri bersama Indra di kantor KPK di Kuningan, Jakarta Selatan. Indra secara resmi tak aktif pada 1 Oktober. Sementara itu, Febri akan menghabiskan masa cutinya hingga 18 Oktober, kemudian tak lagi berstatus pegawai KPK.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan ada 37 pegawai yang mengundurkan diri pada Januari-September 2020. Jumlah tersebut terdiri atas 29 pegawai tetap dan 8 pegawai tak tetap. Ia mengatakan umumnya alasan pengunduran diri para pegawai adalah ingin mencari tantangan baru. “Ada pula yang memiliki alasan keluarga,” ucapnya, Jumat, 25 September lalu.

Sejak pengesahan revisi Undang-Undang KPK pada akhir tahun lalu, satu demi satu pegawai lembaga antikorupsi itu mundur. Selain soal independensi, topik perbincangan yang muncul di kalangan karyawan adalah perihal pergantian status pegawai KPK menjadi aparat sipil negara. Mereka juga resah terhadap masa depan gerakan antikorupsi. “Kondisi politik dan hukum telah berubah bagi KPK,” tutur Febri dalam surat pengunduran diri yang diajukan kepada pimpinan KPK.

Sementara itu, peralihan status kepegawaian KPK masih belum tuntas. Alih-alih menerbitkan peraturan, pemerintah menyerahkan kebijakan teknis alih status pegawai kepada KPK. Menurut Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Birokrasi Rini Widyantini, pemerintah hanya menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 sebagai ketentuan umum peralihan status. “Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, selanjutnya diatur oleh peraturan Komisi,” ucapnya, Rabu, 30 September lalu. 


Status Pegawai KPK
• Aparat sipil negara

Lingkup Kepegawaian 
• Pegawai negeri sipil
• Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja

Status Penyidik
• Penyidik pegawai negeri sipil
• Penyidik Kepolisian RI

Persyaratan
• Berstatus pegawai tetap atau pegawai tidak tetap KPK
• Memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan
• Berintegritas
• Persyaratan lain

Sistem Pengupahan
• Gaji 
• Tunjangan
• Tunjangan khusus karena perubahan status

Masa Pensiun
• Jabatan pimpinan tinggi: 60 tahun
• Jabatan administrasi: 58 tahun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Densus Tangkap Terduga Teroris di Sleman

DETASEMEN Khusus 88 Antiteror mencokok seorang terduga teroris berinisial BY di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. BY ditangkap di depan Rumah Sakit Dharma, Yogyakarta. “Tim Densus yang menangani kasus ini,” ucap Kepala Kepolisian Resor Sleman Ajun Komisaris Besar Anton Firmanto, Kamis, 1 Oktober lalu.

Personel Densus menyita sejumlah barang dari rumah kontrakan BY di Kecamatan Berbah, Sleman. Mereka membawa seperangkat komputer dan buku tabungan. Selain itu, buku keagamaan dan dokumen kendaraan bermotor diangkut dari lokasi penggeledahan.

Kepolisian belum merilis info jaringan teroris yang melibatkan BY. Sebelumnya, Densus 88 pernah menggeledah rumah terduga teroris berinisial MZ di Kecamatan Berbah pada akhir 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Terpidana korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Anas Urbaningrum, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Juli 2018. TEMPO/Imam Sukamto

MA Potong Vonis Anas Urbaningrum

MAHKAMAH Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali terpidana kasus korupsi proyek Hambalang, Anas Urbaningrum. Hukuman Anas dipotong dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun. “Ada kekhilafan hakim sehingga alasan peninjauan kembali dapat dibenarkan,” kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, melalui keterangan tertulis, Rabu, 30 September lalu.

Bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu divonis 8 tahun penjara di pengadilan tindak pidana korupsi. Di tingkat banding, hukuman Anas menjadi 7 tahun. Namun majelis hakim kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar memperberat vonis Anas menjadi 14 tahun bui.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengkritik putusan itu. Menurut dia, vonis Mahkamah tak akan menimbulkan efek jera dan kinerja KPK menjadi sia-sia. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyerahkan penilaian atas keputusan MA itu kepada masyarakat.  


Kluster Pendidikan di RUU Cipta Kerja Dicabut

KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan mencabut kluster pendidikan dari Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Pencabutan itu sudah diusulkan kepada panitia kerja dan diputuskan dalam rapat pembahasan pada 24 September lalu.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Ainun Na’im menjelaskan, keputusan pencabutan itu diambil setelah lembaganya mendengarkan masukan dari sejumlah pakar dan organisasi pendidikan. Sejumlah kalangan memang menilai kluster itu di RUU Cipta Kerja bisa mendorong komersialisasi pendidikan yang berlebihan. “Berbagai masukan itu sangat baik untuk bersama memajukan dunia pendidikan Indonesia,” kata Ainun pada Jumat, 25 September lalu.

Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Supratman Andi Agtas menyebutkan pemerintah berbesar hati dengan pencabutan kluster pendidikan—salah satu kluster isu yang paling banyak mendapat penentangan dalam RUU Cipta Kerja, selain kluster ketenagakerjaan. “Keputusan itu muaranya adalah kemaslahatan bangsa,” ujar Supratman.




Anggota Banser membakar bendera berlambang Partai Komunis Indonesia (PKI) di kompleks Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang, September 2015. Dok TEMPO/Budi Purwanto

Adu Domba Isu Komunisme

DIREKTUR Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengingatkan, polemik pro-kontra soal komunisme di masyarakat tak boleh dibiarkan berlarut. Menurut dia, perbedaan itu membuat kualitas kehidupan politik di Indonesia merosot tajam. “Jangan sampai ada konflik yang dipicu oleh pertentangan ide,” kata Usman pada Selasa, 29 September lalu.

Isu kebangkitan komunisme kembali muncul belakangan ini, bermula dari hoaks yang menuding politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah cucu kader Partai Komunis Indonesia (PKI). Belakangan, Gatot Nurmantyo mengaku dicopot sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia karena memerintahkan anak buahnya mengajak warga menonton bareng film tentang penumpasan gerakan 30 September 1965.

Isu PKI kembali menghangat menjelang Hari Kesaktian Pancasila tahun ini. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan isu kebangkitan PKI diduga dimunculkan untuk kepentingan tertentu. “Jadi jangan berlebihan sehingga menakutkan orang lain,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 Oktober lalu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus