Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana upaya pengendalian dengue dengan nyamuk mengandung wolbachia yang masih diwarnai dengan pro kontra mendapat tanggapan dari Prof Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tjandra menyampaikan lima hal terkait pendekatan penggunaan nyamuk berwolbachia tersebut, terutama yang berkaitan dengan WHO dan usulan penelitian mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, menurutnya, tim penasihat yang ditunjuk WHO, Vector Control Advisory Group (VCAG), pada tahun 2020 menyatakan bahwa pengendalian vektor nyamuk Aedes aegypty dengan pendekatan wolbachia ini terbukti punya nilai kesehatan masyarakat untuk menangani dengue. “Antara lain berdasar penelitian randomized case control trial atau RCT yang dilakukan di DI Yogyakarta,” ujar Prof Tjandra dalam keterangannya, Minggu, 3 Desember 2023.
Kedua, VCAG adalah tim pakar yang dibentuk oleh WHO, yang tugasnya memberi masukan kepada WHO. “Jadi VCAG bukanlah penentu kebijakan WHO secara langsung, tugasnya mengkaji secara ilmiah mendalam dan lalu memberi masukan serta mendukung WHO dalam formulasi programnya,” ujarnya.
Ketiga, VCAG pada 2020 merekomendasikan WHO untuk memulai proses pembentukan guideline untuk memformulasi rekomendasi penggunaannya pada pengendalian dengue. “Jadi memang belum disebutkan tentang penerapan langsung saat ini. Hal ini tergambar juga dalam laman WHO tentang dengue terbaru tahun 2023 ini yang memang pendekatan wolbachia belum secara eksplisit disebut dalam program penanggulangan resmi WHO kini,” ujar Tjandra.
Keempat, untuk jangka depan, Tjandra mengusulkan tiga hal. Pertama, sangat perlu dibenahi maksimal bentuk sosialisasi ke masyarakat, agar penolakan dan resistensi masyarakat dapat dikendalikan dengan baik. “Ini sangat penting dan merupakan suatu hal utama dalam kesuksesan program, kalau memang ingin dijalankan,” ujar Yoga.
“Usul kedua, sejak sekarang perlu diantisipasi tentang aspek logistik, yaitu pengadaan nyamuk berwolbachia ini dalam jumlah yang besar. Tanpa persiapan logistik maka hasil tidak akan tercapai optimal,” ujarnya.
“Terakhir, perlu dilakukan penelitian jangka panjang, antara lain tentang dampak paparan wolbachia yang relatif homolog pada variasi ekologi (dan epidemiologi) yang kenyatannya ada di alam, hal ini sesuai publikasi di jurnal ilmiah internasional Lancet bulan Oktober ini tentang "pisau bermata dua" dari pendekatan dengan nyamuk berwolbachia ini,” tambahnya.
Hal kelima, pendekatan Wolbachia terbukti punya nilai kesehatan masyarakat yang bermanfaat dalam pengendalian dengue, tetapi menurutnya, ada dua catatan penting. “Kesatu, pendekatan dengan nyamuk berwolbachia ini bukanlah "silver bullet" dalam pengendalian dengue. Hal ini juga disampaikan oleh badan pengendalian lingkungan Singapura beberapa waktu yang lalu,” ujarnya.
“Hal kedua yang perlu dicatat adalah bahwa pengendalian dengue dengan nyamuk berwolbachia tidak dapat dilakukan sendiri saja, harus bersama dengan program pengendalian vektor yang lain, dalam koridor bersama yang tercakup dalam integrated vector management (IVM). Hal ini disampaikan juga oleh WHO Amerika dalam publikasinya pada bulan Agustus 2023,” ujarnya.
Sebelumnya rencana pelepasan 200 juta telur nyamuk yang terinfeksi bakteri Wolbachia di Denpasar, Bali, yang dijadwalkan 13 November 2023 mengundang banyak penolakan. Salah satu upaya penolakan adalah munculnya petisi seperti yang dilakukan oleh Gladiator Bangsa. Ada beberapa alasan yang dikemukakan, di antaranya penyebaran jutaan nyamuk tersebut dinilai berdampak besar terhadap pariwisata.
Selain itu Strategi Program Nyamuk Dunia (World Mosquito Program) untuk terus menerus mengembangkan bakteri Wolbachia ke dalam tubuh nyamuk menyebabkan penduduk Bali dan wisatawan harus siap menerima tambahan ratusan juta gigitan nyamuk. Nyamuk harus mendapatkan pakan darah sebelum dapat menghasilkan telur. Setiap nyamuk betina akan memproduksi 100 telur, tiga kali selama masa hidup dewasanya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.