Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Kampung Adat Cirendeu mempertahankan beras singkong yang disingkat rasi sebagai makanan pokok sejak 1924 atau hampir seabad lamanya. Warga luar atau pengunjung bisa ikut mencicipi rasa dan bentuknya yang unik. “Rasi gorengnya enak dengan bumbu racikan,” kata Siti Nina Hermina, Selasa 21 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menu favoritnya itu kata Nina, biasanya disuguhkan warga pada Minggu pagi. Selewat jam 10.00 pengunjung bisa tidak kebagian. Pada hari libur itu suka banyak tamu yang mampir, juga rombongan yang melakukan olahraga di tempat lain. Dia sendiri mengaku sering membawa ibu-ibu tetangganya ke sana. Selain rasi ada juga olahan makanan lain yang berbahan singkong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kampung Adat Cirendeu berlokasi di daerah Leuwigajah, Kota Cimahi. Nina biasa membeli bahan rasi dari warga, pun yang sudah dimasak untuk dibawa pulang ke rumah. “Kalau mau beli enggak bisa mendadak harus pesan dulu,” katanya. Rasi dimakan sebagai pengganti nasi beras dari padi. Adapun lauk pauknya bisa menggunakan menu biasa seperti tahu, tempe, daging ayam, sayur, lalap, dan sambal.
Selain itu pada hari kerja lainnya, Kampung Adat Cirendeu juga ramai oleh kunjungan rombongan pelajar sekolah. Warga mengenalkan rasi dan cara pembuatannya, juga mengajak mereka mendaki ke Puncak Salam. Acara lainnya seperti berkreasi dengan menggunakan janur atau daun kelapa.
Pengunjung mencicipi beras singkong atau rasi di Kampung Adat Cirendeu, Cimahi. TEMPO/ANWAR SISWADI
Menurut sesepuh Kampung Adat Cirendeu Abah Widi, pengunjung mulai ramai sejak 2010. Mereka tidak hanya datang dari daerah sekitar tapi juga dari luar provinsi dan mancanegara. Selain tertarik oleh budaya makan rasi dan terkait isu ketahanan pangan global, peneliti juga berdatangan untuk mengetahui soal singkong dan kondisi lahannya serta kesehatan warga pemakan rasi.
Saat ini kata Abah Widi, jumlah warga Kampung Adat Cirendeu sebanyak 60 keluarga. Mereka menganut aliran kepercayaan Sunda Wiwitan. Namun begitu mereka tetap mengikuti perkembangan zaman dari misalnya cara berpakaian, bentuk rumah, dan perabotnya, seperti warga lain yang hidup bertetangga.
Secara umum tidak ada ciri khas yang mencolok dalam hidup keseharian warga Kampung Adat Cirendeu. Adapun upacara adat digelar sesuai kebutuhan, misalnya ritual tanam singkong, panen, kemudian pada 1,10, dan 30 Sura yang waktunya berpatokan pada kalender Sunda. Selain itu ada ritual kelahiran dan keselamatan bayi, kematian, dan pernikahan.